Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Pelibatan Masyarakat Sebagai Living Sensor Penting untuk Pemetaan Bencana

Atalya Puspa • 20 September 2021 01:23
Jakarta: Berdasarkan analisis curah hujan pada dasarian I September 2021 sebanyak 3,22 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut sejumlah wilayah memiliki potensi mengalami cuaca ekstrem, seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
 
Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Udrekh mengatakan pelibatan masyarakat sangat penting dalam pengumpulan data dan fakta untuk pemetaan bencana di era teknologi saat ini.
 
"Kita lihat sekarang peran masyarakat sebagai living sensor menjadi sebuah titik informasi yang sangat powerfull. Bagaimana mereka memiliki sebuah kepedulian dan memberikan informasi dengan pemanfaatan beragam teknologi," kata Udrekh dalam webinar bertajuk Memfasilitasi Inklusi dan Manajemen Bencana, Minggu, 19 September 2021.

Udrekh menyampaikan dengan adanya platform yang bisa diakses masyarakat, informasi mengenai kebencanaan di lapangan bisa lebih cepat diakses ketimbang yang dikembangkan kementerian atau lembaga. Sehingga, BNPB bekerja sama dengan Yayasan Peta Bencana untuk mengumpulkan informasi mengenai fakta terkini di lapangan terkait kejadian kebencanaan.
 
"Ini perlu dikembangkan. Jadi agar laporan yang ada dari masyarakat bisa memberikan satu informasi dan kecepatan respons. Dengan data tersebut diharapkan juga mampu kita olah sebagai pengetahuan mitigasi ke depan," papar Udrekh.
 
Baca: Diterjang Puting Beliung, 36 Rumah di Banyuwangi Rusak
 
Selain melibatkan peran masyarakat dalam pelaporan bencana secara real time, BNPB terus mengkaji kebutuhan pascabencana untuk menyusun rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang berkualitas. Melalui perencanaan yang baik, pemulihan dampak pascabencana dapat berjalan cepat dan efektif.
 
Sementara itu, Direktur Perencanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB, Johny Sumbung mengatakan seluruh program maupun kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana harus selaras serta terintegrasi secara holistik dengan rencana pembangunan di tingkat pusat dan daerah. Rencana pembangunan tersebut, yaitu rencana pembangunan jangka menengah nasional dan daerah, rencana kerja pemerintah pusat dan daerah, serta rencana pembangunan sektor terkait.
 
Johny mengatakan fokus pendampingan adalah proses dan mekanisme dari pengkajian kebutuhan pascabencana atau jitupasna. Jitupasna merupakan rujukan dalam penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana atau R3P.
 
“Kegiatan pendampingan petugas jitupasna dan R3P merupakan bentuk komitmen bersama antara BNPB dan kementerian-lembaga beserta BPBD dan OPD (organisasi perangkat daerah) di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota,” beber dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan