Jakarta: Pemerintah tengah mengkaji relaksasi penerapan Pembebasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Wacana ini dianggap tak sejalan dengan tujuan pemberian sanksi tegas terhadap pelanggar PSBB yang dimulai pada 7 Mei 2020.
Anggota Komisi IX DPR RI Muchamad Nabil Haroen memahami relaksasi bertujuan agar masyarakat tidak jenuh, stres, dan menghindari anggapan seolah PSBB mengekang kehidupan di tengah pandemi covid-19.
"Relaksasi penerapan PSBB harus dikaji secara matang dengan beberapa pertimbangan strategis. Pemerintah harus merujuk pada tujuan utama, yakni menjaga nyawa, keamanan, dan kesejahteraan rakyat," kata Nabil di Jakarta, Senin, 4 Mei 2020.
Tak dipungkiri penerapan PSBB menjadikan ekonomi melambat dan berdampak terhadap kehidupan perekonomian warga. Ini menjadi tugas besar pemerintah untuk mengelola ketahanan pangan dan pendapatan warga tanpa mengesampingkan protokol kesehatan penanganan covid-19.
"Jikapun ada relaksasi PSBB diberlakukan, harus ada peraturan ketat terkait menjaga jarak fisik (physical distancing) dan social distancing, serta pentingnya memakai masker," ujarnya.
Dengan ketegasan tersebut, masyarakat nantinya terbiasa dengan imbauan dan seruan pemerintah menjalankan semua protokol kesehatan. Dengan munculnya kesadaran, relaksasi PSBB sejatinya tidak lagi diperlukan.
"Jadi, warga harus diberitahu kita berada dalam kehidupan dengan pola baru, dengan mengutamakan kesehatan," ujarnya.
Di sisi lain, masyarakat pun harus diberikan edukasi dan sosialisasi kebenaran fakta mengenai Covid-19. Pasalnya, berseliweran informasi simpang siur di media sosial, yang menyesatkan dan belum dipastikan kebenaranya.
"Saat ini, beredar teori konspirasi terkait Covid-19. Ada yang mengaitkan bahwa virus berasal dari China, Amerika Serikat dan bahkan Yahudi. Ini harus dihentikan, dan masyarakat jangan sampai terprovokasi. Kita perlu hidup dengan pola komunikasi yang sehat," tuturnya.
Jakarta: Pemerintah tengah mengkaji relaksasi penerapan Pembebasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Wacana ini dianggap tak sejalan dengan tujuan pemberian sanksi tegas terhadap pelanggar PSBB yang dimulai pada 7 Mei 2020.
Anggota Komisi IX DPR RI Muchamad Nabil Haroen memahami relaksasi bertujuan agar masyarakat tidak jenuh, stres, dan menghindari anggapan seolah PSBB mengekang kehidupan di tengah pandemi covid-19.
"Relaksasi penerapan PSBB harus dikaji secara matang dengan beberapa pertimbangan strategis. Pemerintah harus merujuk pada tujuan utama, yakni menjaga nyawa, keamanan, dan kesejahteraan rakyat," kata Nabil di Jakarta, Senin, 4 Mei 2020.
Tak dipungkiri penerapan PSBB menjadikan ekonomi melambat dan berdampak terhadap kehidupan perekonomian warga. Ini menjadi tugas besar pemerintah untuk mengelola ketahanan pangan dan pendapatan warga tanpa mengesampingkan protokol kesehatan penanganan covid-19.
"Jikapun ada relaksasi PSBB diberlakukan, harus ada peraturan ketat terkait menjaga jarak fisik (physical distancing) dan social distancing, serta pentingnya memakai masker," ujarnya.
Dengan ketegasan tersebut, masyarakat nantinya terbiasa dengan imbauan dan seruan pemerintah menjalankan semua protokol kesehatan. Dengan munculnya kesadaran, relaksasi PSBB sejatinya tidak lagi diperlukan.
"Jadi, warga harus diberitahu kita berada dalam kehidupan dengan pola baru, dengan mengutamakan kesehatan," ujarnya.
Di sisi lain, masyarakat pun harus diberikan edukasi dan sosialisasi kebenaran fakta mengenai Covid-19. Pasalnya, berseliweran informasi simpang siur di media sosial, yang menyesatkan dan belum dipastikan kebenaranya.
"Saat ini, beredar teori konspirasi terkait Covid-19. Ada yang mengaitkan bahwa virus berasal dari China, Amerika Serikat dan bahkan Yahudi. Ini harus dihentikan, dan masyarakat jangan sampai terprovokasi. Kita perlu hidup dengan pola komunikasi yang sehat," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)