Jakarta: Kebebasan pers di Indonesia dinilai sudah semakin membaik. Namun, kebebasan pers kini dihadapkan pada disrupsi yang salah satunya dari perkembangan media sosial.
"Masih terdapat beberapa 'kerikil tajam' yang sering mendisrupsi kemerdekaan dan kebebasan pers itu, terutama di provinsi tertentu. Disrupsi itu kadang berasal dari teknologi, yakni media sosial yang tidak mengusung jurnalisme," ujar anggota Dewan Pers Ahmad Djauhar saat dihubungi, Senin, 3 Mei 2021.
Pernyataan itu disampaikan Djauhar bertepatan dengan peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day yang jatuh pada hari ini. Djauhar mengatakan disrupsi dari pelaku media sosial yang tak mengusung jurnalisme menjadi tantangan bagi kemerdekaan dan kebebasan pers.
"Karena mereka, untuk beberapa kasus justru membuat keruh informasi yang seharusnya diterima dengan jernih oleh masyarakat," jelasnya.
Baca: Ancaman bagi Jurnalis Disebut Tak Lagi Sekadar Kebebasan Pers
Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers itu menyampaikan jika pelaku media sosial menjiwai jurnalisme, apa yang disampaikan akan memperkaya khazanah informasi di kalangan masyarakat. Dia mengatakan jurnalisme pada dasarnya adalah prinsip memverifikasi setiap informasi yang disampaikan kepada khalayak. Sehingga, khalayak menerima informasi yang valid atau sahih.
Apabila terdapat informasi yang kurang jernih, pers sebagai institusi media pengusung jurnalisme bertugas membuatnya sejernih mungkin. Kemudian, pers harus memperkaya informasi itu dari berbagai sudut pandang.
"Sehingga sempurna informasi tersebut selayaknya kebutuhan masyarakat di alam demokrasi ini," jelasnya.
Jakarta:
Kebebasan pers di Indonesia dinilai sudah semakin membaik. Namun, kebebasan pers kini dihadapkan pada disrupsi yang salah satunya dari perkembangan
media sosial.
"Masih terdapat beberapa 'kerikil tajam' yang sering mendisrupsi kemerdekaan dan kebebasan pers itu, terutama di provinsi tertentu. Disrupsi itu kadang berasal dari teknologi, yakni media sosial yang tidak mengusung jurnalisme," ujar anggota Dewan Pers Ahmad Djauhar saat dihubungi, Senin, 3 Mei 2021.
Pernyataan itu disampaikan Djauhar bertepatan dengan peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia atau
World Press Freedom Day yang jatuh pada hari ini. Djauhar mengatakan disrupsi dari pelaku media sosial yang tak mengusung jurnalisme menjadi tantangan bagi kemerdekaan dan kebebasan pers.
"Karena mereka, untuk beberapa kasus justru membuat keruh informasi yang seharusnya diterima dengan jernih oleh masyarakat," jelasnya.
Baca: Ancaman bagi Jurnalis Disebut Tak Lagi Sekadar Kebebasan Pers
Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers itu menyampaikan jika pelaku media sosial menjiwai jurnalisme, apa yang disampaikan akan memperkaya khazanah informasi di kalangan masyarakat. Dia mengatakan jurnalisme pada dasarnya adalah prinsip memverifikasi setiap informasi yang disampaikan kepada khalayak. Sehingga, khalayak menerima informasi yang valid atau sahih.
Apabila terdapat informasi yang kurang jernih, pers sebagai institusi media pengusung jurnalisme bertugas membuatnya sejernih mungkin. Kemudian, pers harus memperkaya informasi itu dari berbagai sudut pandang.
"Sehingga sempurna informasi tersebut selayaknya kebutuhan masyarakat di alam demokrasi ini," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)