Jakarta: Musisi sekaligus YouTuber, Erdian Aji Prihartanto (Anji), disarankan melapor ke Dewan Pers jika dirugikan terkait konten wawancara dengan Hadi Pranoto, pembuat obat herbal yang diklaim meningkatkan antibodi dan bisa melawan covid-19. Pasalnya, Anji mengeklaim pemberitaan di media massa menjadi dasar untuk mewawancarai Hadi.
"Kalau Anji merasa dirugikan dan bisa saja melaporkan itu ke Dewan Pers. Nanti diperiksa apakah ada pelanggaran oleh media itu," kata Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan saat berbincang dengan Medcom.id, Kamis, 13 Agustus 2020.
Abdul mengatakan klaim Anji soal kebenaran informasi yang diperoleh dari media massa bisa menjadi dasar pelaporan. Sebab, ada dugaan ketidakakuratan media massa dalam menyampaikan informasi soal Hadi.
"Artinya ada kontribusi juga media tidak akurat menulis informasi itu," ucap Abdul.
Kasus tersebut, lanjut dia, mestinya menjadi pembelajaran bagi media lokal maupun nasional dalam memuat informasi. Skeptisisme diperlukan meski dari narasumber yang dipercayai sekalipun.
Latar belakang narasumber terkait kompetensi, pendidikan, gelar yang diperoleh atau penelitian yang diklaim pernah ditempuh juga perlu ditelusuri. Artinya, tidak menelan mentah-mentah klaim narasumber.
"Verifikasi yang kita lakukan itu adalah misalnya kita menguji kebenaran informasi kalau benar sudah menemukan obat. Nah obat seperti apa resepnya? Sudah diuji sesama para peneliti yang lain atau belum? Ini untuk memastikan bahwa informasi ini sesuai klaim dia (narasumber)," jelas Abdul.
Verifikasi oleh Anji terhadap sumber media yang dijadikan referensi juga dipertanyakan. Sejauh mana sikap kritis Anji menerima klaim media sehingga dijadikan sebuah konten.
"Walaupun memang sebenarnya dia (Anji) juga sebenarnya kan punya kewajiban untuk memverifikasi informasinya dan tidak menelan mentah-mentah media juga," ucap Abdul.
Baca: BPOM: Semua Obat Herbal Covid-19 Harus Uji Klinis
Sebelumnya, Anji menyebut pemberitaan soal Hadi sudah ada di media massa sejak 30 April 2020. Hal itu menjadi dasar Anji mewawancarai Hadi.
"Yang jelas banyak pelajaran. Ternyata saya tidak bisa percaya dengan media yang ada di Indonesia juga. Karena sejak sebelumnya berita Hadi ini udah ada di media online sejak 30 April. Dan ketika saya wawancara di sana ada media lokal dan nasional juga dengan materi wawancara yang hampir sama dengan yang saya buat. Dan entah kenapa yang viral saya. Jadi buat saya pelajarannya banyak sekali," kata Anji di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin, 10 Agustus 2020.
Konten YouTube Anji yang mewawancarai Hadi menuai polemik. Konten yang disajikan pada Sabtu, 1 Agustus 2020 itu menayangkan klaim Hadi yang mengaku telah membuat obat antibodi untuk mencegah dan menyembuhkan covid-19.
Pendapat Hadi ditentang Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), akademisi, ilmuwan, influencer, hingga masyarakat luas. Anji dan Hadi akhirnya dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Ketua Umum Cyber Indonesia Muannas Alaidid pada Senin, 3 Agustus 2020.
Wawancara mereka dianggap meresahkan dan disangkakan melanggar Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 45a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Jakarta: Musisi sekaligus
YouTuber, Erdian Aji Prihartanto (Anji), disarankan melapor ke Dewan Pers jika dirugikan terkait konten wawancara dengan
Hadi Pranoto, pembuat obat herbal yang diklaim meningkatkan antibodi dan bisa melawan
covid-19. Pasalnya, Anji mengeklaim pemberitaan di media massa menjadi dasar untuk mewawancarai Hadi.
"Kalau Anji merasa dirugikan dan bisa saja melaporkan itu ke Dewan Pers. Nanti diperiksa apakah ada pelanggaran oleh media itu," kata Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan saat berbincang dengan
Medcom.id, Kamis, 13 Agustus 2020.
Abdul mengatakan klaim Anji soal kebenaran informasi yang diperoleh dari media massa bisa menjadi dasar pelaporan. Sebab, ada dugaan ketidakakuratan media massa dalam menyampaikan informasi soal Hadi.
"Artinya ada kontribusi juga media tidak akurat menulis informasi itu," ucap Abdul.
Kasus tersebut, lanjut dia, mestinya menjadi pembelajaran bagi media lokal maupun nasional dalam memuat informasi. Skeptisisme diperlukan meski dari narasumber yang dipercayai sekalipun.
Latar belakang narasumber terkait kompetensi, pendidikan, gelar yang diperoleh atau penelitian yang diklaim pernah ditempuh juga perlu ditelusuri. Artinya, tidak menelan mentah-mentah klaim narasumber.
"Verifikasi yang kita lakukan itu adalah misalnya kita menguji kebenaran informasi kalau benar sudah menemukan obat. Nah obat seperti apa resepnya? Sudah diuji sesama para peneliti yang lain atau belum? Ini untuk memastikan bahwa informasi ini sesuai klaim dia (narasumber)," jelas Abdul.