ILUSTRASI: Presiden Joko Widodo, Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo di Istana Merdeka, Jakarta/MI/PANCA SYURKANI
ILUSTRASI: Presiden Joko Widodo, Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo di Istana Merdeka, Jakarta/MI/PANCA SYURKANI

FOKUS

TNI, Polri, dan Kendali Jokowi

Sobih AW Adnan • 03 Oktober 2017 22:08
medcom.id, Jakarta: Kembali ke barak, istilah yang masyhur pada pertengahan 1998.
 
Rambu itu muncul setelah keterlibatan militer di ranah politik dianggap tak melulu membawa dampak baik. Tentara, begitu juga polisi, diminta netral dan menjaga penuh profesionalitas.
 
Sebutan yang sebenarnya tidak terlalu disuka keseluruhan prajurit. Itu makanya, cita-cita tersebut kemudian dilembutkan ke dalam paket reformasi birokrasi.

Penanda utamanya, tak ada lagi dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pun diberi kewenangan mengatur dirinya sendiri.
 
Meski begitu, hubungan militer dan politik tak jauh-jauh amat. Tak sekali dua, terutama jelang pesta demokrasi, gelagat keterkaitan keduanya tak sedikit yang mengindikasi.
 
Menjaga stabilitas
 
Begitu pun periode kali ini. Presiden Joko Widodo, pada akhirnya merasa perlu menekankan kembali khitah bawahannya, wabilkhusus Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri.
 
Musababnya, belakangan muncul kegaduhan yang dinilai kurang perlu. Dari isu komunisme, hingga pembelian senjata yang di mata publik tak karuan empu.
 
Jokowi bilang, persoalan yang ada tak lebih dari sekadar belum tuntasnya komunikasi antarinstansi. Terlebih soal senjata, semestinya cukup menjadi rahasia internal; bukan malah diumbar sebagai konsumsi publik.
 
Presiden juga menyinggung pentingnya TNI, Polri dan lembaga lainnya agar kembali bersinergi. Tak boleh memunculkan kesan berseberangan, yang ujung-ujungnya membuat rakyat kebingungan.
 
Amanat Presiden ini, bukan sekadar ucapan biasa. Perhatian atas simpang-siur kabar yang ada menunjukkan bahwa negara memang tak sedang berada dalam masalah, apalagi bahaya.
 
Baca: Kabinet Kerja Diklaim Solid
 
Jokowi, mematahkan isu liar yang mencoba mengadu-domba militer dan pemerintah. Dengan adanya ketegasan itu, sudah barang tentu tak ada yang kurang dari legitimasi dan tanggungjawabnya sebagai pemimpin negara.
 
Perhatian Presiden Jokowi ini, bisa diakurkan dengan banyak teori hubungan sipil-militer yang berlaku. Khusus di Asia Tenggara dan Indonesia, tak sedikit peneliti asing yang bisa dijadikan rujukan.
 
Salah satunya, pendapat ilmuwan politik Australia Harold Crouch dalam Military-Civilian Relations in Southeast Asia (1985). Menurutnya, adanya intervensi militer dalam kekuasaan politik sipil terjadi ketika pihak ekskutif dinilai gagal dalam menjaga stabilitas.
 
Kegagalan itu, bisa menjadi isyarat sekaligus penyebab. Di beberapa wilayah Asia Tenggara, kegagalan menjaga stabilitas secara otomatis akan mengurangi legitimasi kepemimpinan sipil dan membuka peluang campur tangan kelompok militer.
 
"Sebaliknya, pemerintahan sipil yang kuat, efektif, dan berhasil memelihara legitimasinya akan menutup kemungkinan adanya intervensi militer," tulis Crouch.
 
Selain itu, keterlibatan militer dalam politik bisa pula dilihat dari karakteristik internal mereka, maupun gejolak serupa yang terjadi di dunia luar.
 
"Seperti, faktor internal orientasi dan kepentingan militer dan faktor eksternal meliputi kondisi sosio-ekonomis, kondisi politik, dan faktor-faktor internasional," tulis Crouch, masih dalam buku yang sama.
 
Indonesia hari ini, sedang tidak bersitegang dengan satu pun negara di berbagai belahan dunia. Bahkan, terkesan lebih sibuk menjalankan kerjasama misi-misi kemanusiaan, anti-terorisme, dan mempersempit ruang gerak peredaran narkoba.
 
Tradisi presidensial
 
Bagi negara penganut sistem presidensial, kewenangan Presiden begitu kuat. Di Indonesia, hal itu sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945, terutama Pasal 10;

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.


Presiden Jokowi, juga kembali menekankan pengertian itu demi menyudahi anggapan polemik yang tengah terjadi. Maka, salah kaprah, jika kabar burung yang beredar malah dimanfaatkan sekelompok kepentingan untuk menghadapkan kepemimpinan militer dengan negara.
 
Loyalitas TNI dan Polri sekarang ini pun tak perlu diragukan lagi. Termasuk, soal sinergitas kedua instansi itu dalam menjalankan tugas dan perintah Presiden sebagai pemegang kendali pertahanan dan keamanan negara.
 
Pemanfaatan isu ketidak-harmonisan TNI-Polri, misalnya, memang bukan barang baru. Tidak dipungkiri, hampir di setiap periode singgung-singgung persoalan ini melulu ada.
 
Semacam ada persaingan, baik dalam psikologis maupun perilaku. Terutama, pascaterbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 1999 tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Polri dan ABRI.
 
Parahnya, persaingan yang muncul akibat "pisah ranjang" itu tidak melulu baik. Keduanya, secara personal maupun kelompok kerap tak terelakkan dari bentrokan-bentrokan.
 
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat, sejak 2005 hingga 2012 setidaknya ada 26 konflik terbuka antara personel TNI-Polri.
 
Sementara pada 2014, Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan ada enam kali dalam setahun bentrokan serupa di berbagai titik wilayah Indonesia.
 
Presiden Jokowi, rupanya sudah paham betul dengan persoalan itu. Maka, menekankan pentingnya sinergi antarkedua institusi itu tak cuma kali ini.
 
Tanggapan TNI dan Polri atas amanat Presiden kemarin pun menunjukkan loyalitas dan profesionalitas yang tidak sederhana. Alhasil, tak ada kekhawatiran sama sekali, sebab di mata kedua panglima tertinggi itu, negara tetap jadi tanggung jawab utama.
 
Jokowi dipilih secara demokratis. Dinukil dari Samuel P Huntington dalam The Soldier and the State (1957), dalam masyarakat demokrasi, militer dan alat negara lainnya niscaya dalam kontrol sipil yang obyektif.
 
Dan Indonesia, hari ini mulai tampak fasih menunjukannya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SBH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan