Jakarta: Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta perusahaan farmasi tidak menahan penjualan obat terapi covid-19. Obat terapi covid-19 sangat dibutuhkan masyarakat saat ini.
"Kita berharap industri-industri tidak menahan obat-obat yang ada di industri maupun PBF (pedagang besar farmasi) sehingga dapat diakses oleh masyarakat secepatnya," kata pelaksana tugas (Plt) Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya melalui keterangan tertulis, Minggu, 11 Juli 2021.
Arianti mengatakan hingga saat ini belum ada obat yang ampuh membunuh covid-19 di dalam tubuh. Namun, beberapa obat dianggap potensial mengurangi efek paparan covid-19 di dalam tubuh.
Obat yang dianggap potensial, yakni oseltamivir, favipiravir, remdesivir, arythromycin, tocilizumab. Tocilizumab merupakan obat yang dipakai untuk menangani pasien covid-19 dengan kasus yang masuk dalam kategori kritis.
Obat potensial itu dibutuhkan masyarakat untuk terapi dalam upaya kesembuhan dari paparan covid-19. Obat-obat itu dicari masyarakat di tengah lonjakan kasus covid-19.
(Baca: Gila, Harga Obat Covid-19 Oseltamivir Dijual Rp8,5 Juta)
Kemenkes menegaskan ketersediaan obat mencukupi untuk memenuhi permintaan masyarakat. Kelangkaan hanya bisa terjadi bila penjual menahan obat tersebut.
"Saya ingin menekankan di sini bahwa kami sudah melakukan pengecekan stok obat bahwa kita memiliki stok yang cukup dan tentunya stok yang kita punya ini masih cukup di tengah kasus covid-19 yang saat ini cukup tinggi dan membutuhkan obat-obatan," tutur Arianti.
Data Kemenkes, oseltamivir di Indonesia ada 11,6 juta tablet. Lalu, favipiravir 24,4 juta tablet dan remdesivir 148.891 viral.
"Kita sedang mendorong remdesivir untuk impor dan saat ini remdesivir sudah akan sampai lagi di Indonesia dalam satu sampai dua hari ini," ujar Arianti.
Sementara itu, Indonesia mempunyai stok obat arythromycin 12,3 juta tablet dan tocilizumab 421 tablet. Kemenkes sedang mengusahakan penambahan tocilizumab dalam waktu dekat.
Jakarta: Kementerian Kesehatan (
Kemenkes) meminta perusahaan farmasi tidak menahan penjualan
obat terapi covid-19. Obat terapi covid-19 sangat dibutuhkan masyarakat saat ini.
"Kita berharap industri-industri tidak menahan obat-obat yang ada di industri maupun PBF (pedagang besar farmasi) sehingga dapat diakses oleh masyarakat secepatnya," kata pelaksana tugas (Plt) Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya melalui keterangan tertulis, Minggu, 11 Juli 2021.
Arianti mengatakan hingga saat ini belum ada obat yang ampuh membunuh covid-19 di dalam tubuh. Namun, beberapa obat dianggap potensial mengurangi efek paparan covid-19 di dalam tubuh.
Obat yang dianggap potensial, yakni oseltamivir, favipiravir, remdesivir, arythromycin, tocilizumab. Tocilizumab merupakan obat yang dipakai untuk menangani pasien covid-19 dengan kasus yang masuk dalam kategori kritis.
Obat potensial itu dibutuhkan masyarakat untuk terapi dalam upaya kesembuhan dari paparan covid-19. Obat-obat itu dicari masyarakat di tengah lonjakan kasus covid-19.
(Baca:
Gila, Harga Obat Covid-19 Oseltamivir Dijual Rp8,5 Juta)
Kemenkes menegaskan ketersediaan obat mencukupi untuk memenuhi permintaan masyarakat. Kelangkaan hanya bisa terjadi bila penjual menahan obat tersebut.
"Saya ingin menekankan di sini bahwa kami sudah melakukan pengecekan stok obat bahwa kita memiliki stok yang cukup dan tentunya stok yang kita punya ini masih cukup di tengah kasus covid-19 yang saat ini cukup tinggi dan membutuhkan obat-obatan," tutur Arianti.
Data Kemenkes, oseltamivir di Indonesia ada 11,6 juta tablet. Lalu, favipiravir 24,4 juta tablet dan remdesivir 148.891 viral.
"Kita sedang mendorong remdesivir untuk impor dan saat ini remdesivir sudah akan sampai lagi di Indonesia dalam satu sampai dua hari ini," ujar Arianti.
Sementara itu, Indonesia mempunyai stok obat arythromycin 12,3 juta tablet dan tocilizumab 421 tablet. Kemenkes sedang mengusahakan penambahan tocilizumab dalam waktu dekat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)