Jakarta: Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) menuai polemik. Terutama, Pasal 5 ayat (2) Permendikbud PPKS memuat frasa "tanpa persetujuan korban" yang dinilai mendegradasikan substansi kekerasan seksual.
Frasa tersebut pertama kali disoroti oleh Ketua Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lincolin Arsyad.
"Rumusan norma kekerasan seksual. yang diatur dalam Pasal 5 itu, menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila, dan seks bebas berbasis persetujuan," ujar Arsyad dalam keterangan tertulis, Selasa, 9 November 2021.
Permendikbud PPKS dinilai tak lagi menggunakan standar nilai agama dan Ketuhanan Yang Maha Esa untuk menentukan benar-salah aktivitas seksual. Arsyad menyebut aturan itu menilai hubungan seksual tergantung persetujuan pihak yang melakukan.
Namun pendapat berbeda dikemukakan Kementerian Agama (Kemang). Alih-alih mendukung ucapan pentolan salah satu organisasi muslim terbesar di Indonesia, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mendukung sikap Kemendikbud Ristek.
"Karenanya, kami segera mengeluarkan Surat Edaran (SE) untuk mendukung pemberlakuan Permendikbud tersebut di PTKN (Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri)," ungkap Yaqut mengutip siaran pers Kemenag, Selasa, 9 November 2021.
Baca: Akademisi Minta Kemendikbudristek Gercep Cabut Permendikbudristek PPKS
Yaqut Cholil menyebutkan dirinya dan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim sepakat bahwa kekerasan seksual menjadi salah satu penghalang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pemerintah tidak boleh menutup mata terkait banyaknya kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Problematika ini masih terus diperbincangkan dan menarik perhatian Hotman Paris. Pada Rabu, 10 November 2021, pukul 20.05 WIB dalam tayangan Hot Room di Metro TV, bakal mengundang beberapa tokoh pro-kontra untuk membahas isu ini secara lebih mendalam.
Dari pihak pro akan dihadirkan Irma Suryani Chaniago (Politisi Partai Nasdem), Ratna Batara Munti (Aktivis Perempuan), Sri Wiyanti (Dosen Dan Pakar Hukum UGM) dan pihak kontra Fahmy Alaydroes (Anggota Komisi X DPR RI / F-PKS), Guspardi Gaus (Anggota Komisi II DPR RI / F-PAN), Khudzaifah Dimyati (Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP). (Imanuel Rymaldi Matatula)
Jakarta:
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) menuai polemik. Terutama, Pasal 5 ayat (2) Permendikbud PPKS memuat frasa "tanpa persetujuan korban" yang dinilai mendegradasikan substansi kekerasan seksual.
Frasa tersebut pertama kali disoroti oleh Ketua Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lincolin Arsyad.
"Rumusan norma
kekerasan seksual. yang diatur dalam Pasal 5 itu, menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila, dan seks bebas berbasis persetujuan," ujar Arsyad dalam keterangan tertulis, Selasa, 9 November 2021.
Permendikbud PPKS dinilai tak lagi menggunakan standar nilai agama dan Ketuhanan Yang Maha Esa untuk menentukan benar-salah aktivitas seksual. Arsyad menyebut aturan itu menilai hubungan seksual tergantung persetujuan pihak yang melakukan.
Namun pendapat berbeda dikemukakan Kementerian Agama (Kemang). Alih-alih mendukung ucapan pentolan salah satu organisasi muslim terbesar di Indonesia, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mendukung sikap Kemendikbud Ristek.
"Karenanya, kami segera mengeluarkan Surat Edaran (SE) untuk mendukung pemberlakuan Permendikbud tersebut di PTKN (Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri)," ungkap Yaqut mengutip siaran pers Kemenag, Selasa, 9 November 2021.
Baca:
Akademisi Minta Kemendikbudristek Gercep Cabut Permendikbudristek PPKS
Yaqut Cholil menyebutkan dirinya dan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim sepakat bahwa kekerasan seksual menjadi salah satu penghalang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pemerintah tidak boleh menutup mata terkait banyaknya kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Problematika ini masih terus diperbincangkan dan menarik perhatian Hotman Paris. Pada Rabu, 10 November 2021, pukul 20.05 WIB dalam tayangan
Hot Room di
Metro TV, bakal mengundang beberapa tokoh pro-kontra untuk membahas isu ini secara lebih mendalam.
Dari pihak pro akan dihadirkan Irma Suryani Chaniago (Politisi Partai Nasdem), Ratna Batara Munti (Aktivis Perempuan), Sri Wiyanti (Dosen Dan Pakar Hukum UGM) dan pihak kontra Fahmy Alaydroes (Anggota Komisi X DPR RI / F-PKS), Guspardi Gaus (Anggota Komisi II DPR RI / F-PAN), Khudzaifah Dimyati (Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP).
(Imanuel Rymaldi Matatula)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)