Presiden Jokowi (kanan) meninjau pengolahan bijih nikel di Pabrik Smelter, Konawe, Sultra, 27 Desember 2021. (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)
Presiden Jokowi (kanan) meninjau pengolahan bijih nikel di Pabrik Smelter, Konawe, Sultra, 27 Desember 2021. (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)

Pertumbuhan Ekonomi di Industri Hilir sepanjang 10 Tahun Kepemimpinan Jokowi

Riza Aslam Khaeron • 07 Oktober 2024 09:00
Jakarta: Selama satu dekade di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia telah mengalami transformasi ekonomi yang signifikan melalui kebijakan hilirisasi industri.
 
Kebijakan ini berfokus pada peningkatan nilai tambah sumber daya alam melalui pengolahan di dalam negeri sebelum diekspor.
 
Dengan demikian, Indonesia tidak lagi bergantung pada ekspor bahan mentah, melainkan menjadi eksportir produk jadi yang bernilai lebih tinggi. Strategi ini telah membawa dampak luas pada sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta menciptakan lapangan kerja yang signifikan di berbagai daerah.

Berikut uraian kesuksesan Jokowi:
 

1. Kesuksesan Industri Hilir Nikel dan SDA Lainnya


Nikel menjadi salah satu komoditas yang paling terdampak oleh kebijakan hilirisasi. Sejak diberlakukannya larangan ekspor bijih nikel pada tahun 2020, Indonesia telah menjadi pemain utama dalam rantai pasok nikel global.
 
Hilirisasi nikel ini tidak hanya berfokus pada pengolahan bijih nikel menjadi feronikel, tetapi juga merambah ke produk yang lebih bernilai, seperti baterai untuk kendaraan listrik. Langkah ini sesuai dengan tren global dalam transisi menuju energi terbarukan dan kendaraan ramah lingkungan.
 
Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eddy Soeparno mengungkapkan, dari total 130 juta ton cadangan di dunia, 42% tersimpan di Indonesia.
 
Di acara Seminar Nasional 2024 yang digelar di Hotel Alila, Surakarta 19 September 2024, Pak Jokowi Mengungkap pelonjakan nilai ekspor yang semula hanya senila Rp45 triliun tahun 2015, menjadi Rp520 triliun tahun 2023.
 
Selain nikel, pemerintah juga menerapkan kebijakan hilirisasi di sektor tembaga, bauksit, dan batu bara.
 
Pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, dikabarkan mampu memproses 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun pada tahun 2021, dan telah menghasilkan produk-produk bernilai tambah tinggi seperti tembaga dan emas.
 
Hal ini juga berlaku di sektor kelapa sawit yang awalnya di dominasi produk Minyak Kelapa Sawit (CPO).
 
Berdasarkan data Indonesia.go.id, pada 2015, komposisi ekspor minyak sawit meliputi 18% CPO dan 6% CPKO, yang keduanya merupakan bahan baku industri, dan sisanya 61% produk refinery serta 15% produk lainnya.
 
Tahun 2022, komposisi ekspor bahan baku mengalami penurunan menjadi 2% CPO dan 4% CPKO, karena ekspor produk hilir mengalami peningkatan signifikan, yang meliputi 73% produk refinery dan 21% produk lainnya.
 
Berdasarkan data Indonesia.go.id, ekspor produk industri kelapa sawit mencapai total volume 282 juta MT dengan total nilai USD176,84 miliar selama periode tahun 2015-2022.
 
Dari kinerja ekspor tersebut, negara melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menerima pendapatan pungutan ekspor sebesar Rp182 triliun.
 
Kebijakan ini tidak hanya meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam industri global.
 
Baca Juga:
Perjuangan Indonesia di Peradilan Dagang Internasional dalam Pertahankan Hilirisasi
 

2. Peningkatan Lapangan Kerja


Salah satu dampak terbesar dari kebijakan hilirisasi adalah penciptaan lapangan kerja baru. Dengan pembangunan smelter dan pabrik pengolahan di dalam negeri, ribuan lapangan kerja telah tercipta di kawasan-kawasan industri hilir.
 
Misalnya, di sektor hilirisasi kelapa sawit, berdasarkan Indonesia.go.id, industri kelapa sawit dari sektor hulu sampai hillir mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 5,2 juta orang dan menghidupi lebih dari 21 juta jiwa.
 
Adapun potensi industri Bauksit yang diperkirakan Direktur Utama PT. Inalum Ilhamsyah Mahendra pada September 2024 yang mengatakan industri ini dapa menyerap tenaga kerja sebesar 90 ribu orang.
 
Selain menciptakan lapangan kerja, kebijakan hilirisasi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah yang menjadi pusat industri.
 
Peningkatan investasi di kawasan industri hilir telah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, terutama di wilayah Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra, di mana sebagian besar pabrik pengolahan dan smelter dibangun.
 

3. Tantangan dan Proyeksi Masa Depan


Meskipun kebijakan hilirisasi telah membawa banyak manfaat, Indonesia juga menghadapi beberapa tantangan.
 
Salah satunya adalah sengketa perdagangan internasional terkait dengan larangan ekspor bahan mentah, terutama nikel, yang saat ini sedang diproses di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
 
Meskipun demikian, pemerintah Indonesia tetap teguh pada posisinya dan berkomitmen untuk melanjutkan kebijakan ini demi kemandirian ekonomi jangka panjang.
 
Ke depan, pemerintah berencana untuk terus memperluas hilirisasi ke sektor-sektor lain, termasuk sektor energi baru dan terbarukan serta industri digital.
 
Pada saat yang sama, pemerintah berupaya menarik lebih banyak investasi asing ke dalam negeri untuk mendukung pengembangan industri hilir dan memperkuat kapasitas produksi nasional.
 
Adapun isu-isu lingkungan yang muncul seperti kekhawatiran defostasi yang timbul atas maraknya industrialisasi. 
 
Bisa dilihat kesuksesan-kesuksesan Jokowi dalam kebijakan hilirisasi. Diharapkan kesuksesan beliau dapat dilanjutkan dalam pemerintahan Prabowo-Gibran selanjutnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan