medcom.id, Jakarta: Kementerian Agama mengaku menghargai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang Administrasi Kependudukan. Kemenag mengaku siap membuka diskusi menindaklanjuti putusan ini.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, Mastuki mengatakan, sejauh ini putusan MK belum bersinggungan langsung dengan ranah agama. Sebab, putusan lebih dekat dengan masalah administrasi yang bersinggungan langsung dengan Kementerian Dalam Negeri.
"Kalau dalam diskusi berkembang dalam soal agama, kami akan apresiasi. Kami akan siapkan jadwal diskusi dengan kementerian terkait," kata Mastuki kepada Metrotvnews.com, Rabu 8 November 2017.
Baca juga: Penghayat Kepercayaan Mendapat Tempat di KTP
Mastuki menyatakan, kaitan dengan putusan MK, masalah utamanya adalah soal kolom agama dalam administrasi kependudukan, semisal KTP. Jadi, kata Mastuki, ranah utama sementara putusan MK itu, adalah Kemendagri.
"Kemendagri kan sudah menyatakan akan mematuhi putusan MK," ujarnya.
Sejauh ini, kata Mastuki, Kemenag memang tidak melakukan pembinaan langsung terhadap penghayat kepercayaan selama ini. Sebab, Mastuki menyebut kepercayaan itu masuk ranah kebudayaan di bawah koordinasi Kemendikbud.
"Semangatnya masih berkaitan dengan penghayat kepercayaan, dan itu berbeda dengan agama di ranah Kemenag," ucapnya.
Baca juga: Penghayat Kepercayaan Hidup di Tengah Diskriminasi
MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Putusan ini berarti penghayat kepercayaan mendapatkan pengakuan negara dalam sistem administrasi kependudukan.
Permohonan uji materi dengan perkara 97/PUU-XIV/2016 itu diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim. Para pemohon merupakan penghayat kepercayaan dari berbagai komunitas kepercayaan di Indonesia.
medcom.id, Jakarta: Kementerian Agama mengaku menghargai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang Administrasi Kependudukan. Kemenag mengaku siap membuka diskusi menindaklanjuti putusan ini.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, Mastuki mengatakan, sejauh ini putusan MK belum bersinggungan langsung dengan ranah agama. Sebab, putusan lebih dekat dengan masalah administrasi yang bersinggungan langsung dengan Kementerian Dalam Negeri.
"Kalau dalam diskusi berkembang dalam soal agama, kami akan apresiasi. Kami akan siapkan jadwal diskusi dengan kementerian terkait," kata Mastuki kepada
Metrotvnews.com, Rabu 8 November 2017.
Baca juga: Penghayat Kepercayaan Mendapat Tempat di KTP
Mastuki menyatakan, kaitan dengan putusan MK, masalah utamanya adalah soal kolom agama dalam administrasi kependudukan, semisal KTP. Jadi, kata Mastuki, ranah utama sementara putusan MK itu, adalah Kemendagri.
"Kemendagri kan sudah menyatakan akan mematuhi putusan MK," ujarnya.
Sejauh ini, kata Mastuki, Kemenag memang tidak melakukan pembinaan langsung terhadap penghayat kepercayaan selama ini. Sebab, Mastuki menyebut kepercayaan itu masuk ranah kebudayaan di bawah koordinasi Kemendikbud.
"Semangatnya masih berkaitan dengan penghayat kepercayaan, dan itu berbeda dengan agama di ranah Kemenag," ucapnya.
Baca juga: Penghayat Kepercayaan Hidup di Tengah Diskriminasi
MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Putusan ini berarti penghayat kepercayaan mendapatkan pengakuan negara dalam sistem administrasi kependudukan.
Permohonan uji materi dengan perkara 97/PUU-XIV/2016 itu diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim. Para pemohon merupakan penghayat kepercayaan dari berbagai komunitas kepercayaan di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)