Jakarta: Setiap 10 Oktober, dunia memperingati World Mental Health Day atau Hari Kesehatan Mental Sedunia. Peringatan ini menjadi momentum global untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kesehatan jiwa sama pentingnya dengan kesehatan fisik, serta untuk menghapus stigma yang masih melekat pada gangguan mental.
Hari Kesehatan Mental Sedunia pertama kali digagas oleh World Federation for Mental Health (WFMH) pada tahun 1992, dengan dukungan penuh dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sejak saat itu, peringatan ini dirayakan setiap tahun oleh masyarakat, lembaga kesehatan, dan organisasi di seluruh dunia sebagai wujud kepedulian terhadap kesejahteraan mental.
WHO menjelaskan, tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk “mendorong percakapan terbuka mengenai kesehatan mental dan memastikan setiap orang memiliki akses terhadap dukungan yang layak tanpa rasa takut atau stigma.”
Makna dan Tujuan Peringatan
Hari Kesehatan Mental Sedunia bukan hanya seremonial tahunan, melainkan gerakan global untuk menempatkan isu kesehatan jiwa dalam prioritas kebijakan publik.
Gangguan mental, seperti depresi dan kecemasan, telah menjadi salah satu penyebab utama menurunnya kualitas hidup dan produktivitas di berbagai negara.
WHO mencatat, jutaan orang di dunia mengalami gangguan mental, namun sebagian besar tidak mendapatkan layanan yang memadai. Melalui kampanye ini, WHO berupaya mengubah cara pandang masyarakat, bahwa kesehatan mental bukan tanda kelemahan, melainkan bagian dari kesejahteraan manusia yang utuh.
Dalam laman resminya, WHO menegaskan, “Tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental.” Pernyataan ini menjadi pesan kunci yang terus digaungkan setiap tahun untuk menekankan bahwa tubuh dan pikiran saling berkaitan, dan keduanya harus dirawat secara seimbang.
Tema 2025: Kesehatan Mental dalam Keadaan Darurat Kemanusiaan
Untuk tahun 2025, WHO menetapkan tema “Kesehatan Mental dalam Keadaan Darurat Kemanusiaan”, menyoroti pentingnya memperhatikan kondisi psikologis masyarakat di tengah krisis seperti konflik, bencana alam, dan wabah penyakit.
Dalam pernyataannya, WHO menyebut bahwa “kesehatan mental dan dukungan psikososial harus menjadi bagian dari setiap kesiapsiagaan, tanggapan, dan pemulihan kemanusiaan.”
WHO juga menambahkan, “setiap krisis tidak hanya menghancurkan sistem dan infrastruktur, tetapi juga kehidupan dan pikiran manusia.”
Organisasi itu mencatat bahwa satu dari lima orang yang hidup di wilayah terdampak krisis mengalami gangguan mental, mulai dari kecemasan hingga stres pascatrauma. Oleh karena itu, dukungan terhadap kesejahteraan psikologis harus menjadi bagian dari setiap upaya kemanusiaan.
Pulih Bersama Secara Fisik dan Mental
Melalui peringatan tahun ini, WHO mengajak masyarakat dunia untuk lebih peduli terhadap keseimbangan jiwa di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
Kesehatan mental bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga komitmen bersama antara pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat.
Sebagaimana ditegaskan WHO, “Layanan kesehatan mental bukanlah kemewahan, melainkan kebutuhan dasar yang dapat menyelamatkan kehidupan dan mempercepat pemulihan.”
Hari Kesehatan Mental Sedunia menjadi pengingat bahwa setiap orang berhak untuk sehat, baik secara fisik maupun mental, karena pada akhirnya, pemulihan sejati hanya dapat tercapai ketika jiwa juga pulih.
(Sheva Asyraful Fali)
Jakarta: Setiap 10 Oktober, dunia memperingati
World Mental Health Day atau
Hari Kesehatan Mental Sedunia. Peringatan ini menjadi momentum global untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kesehatan jiwa sama pentingnya dengan kesehatan fisik, serta untuk menghapus stigma yang masih melekat pada gangguan mental.
Hari Kesehatan Mental Sedunia pertama kali digagas oleh World Federation for Mental Health (WFMH) pada tahun 1992, dengan dukungan penuh dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sejak saat itu, peringatan ini dirayakan setiap tahun oleh masyarakat, lembaga kesehatan, dan organisasi di seluruh dunia sebagai wujud kepedulian terhadap kesejahteraan mental.
WHO menjelaskan, tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk “mendorong percakapan terbuka mengenai kesehatan mental dan memastikan setiap orang memiliki akses terhadap dukungan yang layak tanpa rasa takut atau stigma.”
Makna dan Tujuan Peringatan
Hari Kesehatan Mental Sedunia bukan hanya seremonial tahunan, melainkan gerakan global untuk menempatkan isu kesehatan jiwa dalam prioritas kebijakan publik.
Gangguan mental, seperti depresi dan kecemasan, telah menjadi salah satu penyebab utama menurunnya kualitas hidup dan produktivitas di berbagai negara.
WHO mencatat, jutaan orang di dunia mengalami gangguan mental, namun sebagian besar tidak mendapatkan layanan yang memadai. Melalui kampanye ini, WHO berupaya mengubah cara pandang masyarakat, bahwa
kesehatan mental bukan tanda kelemahan, melainkan bagian dari kesejahteraan manusia yang utuh.
Dalam laman resminya, WHO menegaskan, “Tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental.” Pernyataan ini menjadi pesan kunci yang terus digaungkan setiap tahun untuk menekankan bahwa tubuh dan pikiran saling berkaitan, dan keduanya harus dirawat secara seimbang.
Tema 2025: Kesehatan Mental dalam Keadaan Darurat Kemanusiaan
Untuk tahun 2025, WHO menetapkan tema “Kesehatan Mental dalam Keadaan Darurat Kemanusiaan”, menyoroti pentingnya memperhatikan kondisi psikologis masyarakat di tengah krisis seperti konflik, bencana alam, dan wabah penyakit.
Dalam pernyataannya, WHO menyebut bahwa “kesehatan mental dan dukungan psikososial harus menjadi bagian dari setiap kesiapsiagaan, tanggapan, dan pemulihan kemanusiaan.”
WHO juga menambahkan, “setiap krisis tidak hanya menghancurkan sistem dan infrastruktur, tetapi juga kehidupan dan pikiran manusia.”
Organisasi itu mencatat bahwa satu dari lima orang yang hidup di wilayah terdampak krisis mengalami gangguan mental, mulai dari kecemasan hingga stres pascatrauma. Oleh karena itu, dukungan terhadap kesejahteraan psikologis harus menjadi bagian dari setiap upaya kemanusiaan.
Pulih Bersama Secara Fisik dan Mental
Melalui peringatan tahun ini, WHO mengajak masyarakat dunia untuk lebih peduli terhadap keseimbangan jiwa di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
Kesehatan mental bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga komitmen bersama antara pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat.
Sebagaimana ditegaskan WHO, “Layanan kesehatan mental bukanlah kemewahan, melainkan kebutuhan dasar yang dapat menyelamatkan kehidupan dan mempercepat pemulihan.”
Hari Kesehatan Mental Sedunia menjadi pengingat bahwa setiap orang berhak untuk sehat, baik secara fisik maupun mental, karena pada akhirnya, pemulihan sejati hanya dapat tercapai ketika jiwa juga pulih.
(
Sheva Asyraful Fali)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(RUL)