JP Morgan Chase. AFP PHOTO/Stan HONDA.
JP Morgan Chase. AFP PHOTO/Stan HONDA.

FOKUS

Tak Lagi Bermitra dengan JPMorgan

Coki Lubis • 06 Januari 2017 20:26
medcom.id, Jakarta: Keputusan Pemerintah untuk mengakhiri kemitraan dengan JPMorgan Chase Bank, N.A., yang merupakan salah satu dari empat bank besar di Amerika Serikat menjadi kabar mengejutkan di awal tahun 2017. Ibarat pepatah, JP Morgan dianggap telah menggunting dalam lipatan. 
 
Maka, wajar jika Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati kini memusuhi JPMorgan. Lantaran kelakuan JPMorgan sebagai rekan dapat membahayakan iklim investasi di Indonesia.
 
Berdasarkan risetnya, JPMorgan menurunkan rating equity atau kemampuan keuangan untuk bayar utang pemerintah Indonesia dua tingkat dari overweight ke underweight. Tentu opini negatif itu berpotensi mendorong arus dana keluar dari Indonesia.

Padahal, sebagai dealer utama surat utang negara (SUN), JPMorgan seharusnya menawarkan dan mencari pembeli surat utang Indonesia.
 
Pada sisi lain, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada JP Morgan untuk menjadi salah satu bank persepsi untuk program amnesti pajak sejak Juli 2016 hingga Maret 2017.
 
Setidaknya, alasan itulah yang ditulis dalam surat bernomor S-10023/PB/2016, tentang pemutusan hubungan kemitraan antara Kementerian Keuangan dengan JPMorgan Chase Bank, N.A sebagai bank persepsi. Pemutusan kontrak berlaku sejak 1 Januari 2017.
 
"Kami menjaga Republik ini dengan profesional. Tidak berarti seluruhnya sudah sempurna, tetapi kami akan terus memperbaiki secara profesional, akuntabel, terbuka, dan terus menciptakan hubungan saling menghormati serta percaya terhadap kredibilitas assessment-nya. Kami harap seluruh partner kami juga memiliki sifat yang sama, profesional, terbuka, dan bertanggung jawab," ujar Sri dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (3/1/2017).
 
Baca: Sri Mulyani Marah
 
Dipermainkan
 
Hal senada disampaikan Direktur Strategi dan Portofolio Utang Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan. Menurut dia, selain memberikan perspektif keliru yang merugikan nilai surat berharga negara (SBN), JPMorgan kerap memborong SBN dengan harga murah.
 
Bukan kali ini saja JPMorgan bermanuver. Pada 2008 dan 2015, hal yang sama pernah dilakukan oleh lembaga perbankan asal Amerika Serikat ini. Pemerintah Indonesia pun telah menegurnya.
 
Indonesia, ia melanjutkan, seakan dipermainkan oleh JPMorgan. "Sudah berulang kali diingatkan, tetapi tetap saja terus begitu," ujar Scenaider.
 
Baca: JPMorgan Mencurangi Indonesia
 
Teguran demi teguran sudah dilayangkan. Kini saatnya pemerintah mengambil sikap tegas. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, pemutusan kontrak bukan hanya pada kerjasama bank persepsi.
 
"Juga sebagai dealer utama Surat Utang Negara (SUN), sebagai peserta lelang surat utang syariah negara (sukuk), sebagai anggota panel join lead underwriter untuk penerbitan global bond," ucap Robert, Selasa (3/1/2017).
 
Tak Lagi Bermitra dengan JPMorgan
 
Tidak fair
 
Ekonom Universitas Indonesia, Destry Damayanti, mengatakan, bila dilihat secara fundamental, laporan yang dicatat JPMorgan tentang Indonesia sangat tidak benar. Peringkat Indonesia diturunkan di tengah kenyataan tentang kondisi fundamental ekonomi yang lebih baik. Kejanggalan lain, tampak pada rating Malaysia justru dinaikkan. 
 
"Fundamental ekonomi kita relatif jauh lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang disetarakan oleh JPMorgan, seperti Brazil atau Turki. Ini kesannya tidak fair," katanya kepada Metro TV, Kamis (5/1/2017).
 
Ia menambahkan, bukan tidak mungkin, JPMorgan merekomendasikan kepada investor untuk melepas saham-sahamnya di Indonesia. Laporan itu disuguhkan dengan pertimbangan non-fundamental dan jangka pendek. 
 
"Masalahnya kan report ini keluar saat sentimen negatif itu ke semua emerging market, bukan Indonesia saja. Jadi orang berpersepsi, lho, kenapa Indonesia jadi didowngrade sebegitu besar, sementara yang lain tidak," kata Destry.
 
Imbas
 
Kehebohan pemutusan kerjasama antara Kemenkeu dengan JPMorgan ini tentu mengundang pertanyaan, apakah peristiwa ekonomi ini akan merugikan Indonesia?
 
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio justru mengatakan sebaliknya. Baginya, riset JPMorgan lah yang mengganggu stabilitas pasar modal di Indonesia.
 
"Saya mendukung keputusan Bu Ani (sapaan Sri Mulyani), pasti," ucap Tito di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (3/1/2017).
 
Ekonom Indef Bima Yudistira menilai pemutusan kemitraan itu adalah langkah yang tepat. Pemutusan kerjasama ini pun tidak berdampak signifikan.
 
"Masih banyak bank persepsi lain mitra pemerintah. Wajib pajak yang ikut tax amnesty juga tidak terpengaruh dengan isu JPMorgan ini," kata Bima, Selasa (3/1/2017). 
 
 
 
Bukan pemain baru
 
Perusahaan perbankan berskala global asal Amerika Serikat ini telah berusia hampir 200 tahun. Kini, JPMorgan Chase & Co telah beroperasi di lebih dari 60 negara. Asetnya mencapai US$2 triliun. 
 
Di Indonesia, JPMorgan bukan pemain baru. Perusahaan ini telah menginjakkan kakinya di Indonesia sejak tahun 1968 dengan membuka sebuah kantor cabang di Jakarta.
 
Pada 1978, secara resmi JPMorgan membuka diri sebagai bank investasi sekaligus bank komersil untuk perusahaan publik dan swasta, baik berskala nasional maupun multinasional.
 
Sejak 2012, JPMorgan merekrut mantan Senior Executive Vice President (SEVP) PT Bank Mandiri Haryanto Budiman sebagai Pejabat Perwakilan Senior dan Presiden Direktur JPMorgan Indonesia. Dia menggantikan posisi Gita Wirjawan, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (2009) dan juga Menteri Perdagangan RI (2011).
 
Dari peristiwa pemutusan kerjasama oleh Kemenkeu, seorang juru bicara JPMorgan mengatakan, pihaknya akan terus mengoperasikan bisnisnya di Indonesia seperti biasa.
 
"Dampaknya sangat kecil bagi klien kami, dan kami terus bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan permasalahan," kata juru bicara JPMorgan sebagaimana dikutip dari Reuters, Selasa (3/1/2017).
 
Baca: JPMorgan Berusaha Berdamai
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan