Puskesmas Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (14/10)/Foto:MI/ADAM DWI
Puskesmas Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (14/10)/Foto:MI/ADAM DWI

FOKUS

Sengkarut Pelayanan Publik di Indonesia

Sobih AW Adnan • 31 Oktober 2016 19:23
medcom.id, Jakarta: Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kebon Jeruk, Jakarta Barat membuat heboh dunia pelayanan publik. Kualitas pelayanan kesehatan yang dianggap prima oleh sebagian pasien menjadi viral di media sosial beberapa waktu belakangan.
 
Puskesmas Kebon Jeruk memberikan perlakuan khusus kepada pasien, terutama bagi golongan lanjut usia (lansia). Pasien lansia yang baru datang langsung diarahkan ke loket khusus, diberi kemudahan proses registrasi, hingga diantar ke ruang pemeriksaan. Puskesmas juga memberi pasien lansia tanda berupa kalung khusus, sebagai perlambang pasien prioritas dalam pemeriksaan.
 
Tidak hanya itu, ruang khusus bagi pasien dengan sebutan Pokemon SS alias Poli Kesehatan Manula On Stop Service dibuat khusus. Ruangan itu didesain senyaman mungkin untuk memanjakan pasien yang sedang menunggu giliran periksa. Suasana ruangan juga diberi warna cerah dan dihiasi motif bunga-bunga.

"Di sini ada tempat alat-alat kretivitas lansia. Salah satunya busy book yang kita rancang untuk membantu motorik kasar dan motorik halus pasien pasca stroke," kata koordinator Pokemon SS Inggrita, kepada metrotvnews.com, beberapa waktu lalu.
 
Puskesmas Kebon Jeruk patut dicontoh. Sebab seiring pusat layanan publik ini dielu-elukan, puskesmas wilayah lainnya justru banyak disorot karena dianggap menerapkan gaya dan fasilitas yang buruk.
 

 
Akar dari buruknya layanan publik Indonesia
 
Buruknya pelayanan publik di Indonesia, terlebih dalam bidang kesehatan bukan lagi perkara yang mesti ditutup-tutupi. Perbedaan pelayanan kerap kali dipengaruhi latar belakang kelas pasien yang datang. Di luar bidang kesehatan, pelayanan publik malah rentan dengan tindak pidana korupsi sehingga menjadikan pelayanannya makin tidak maksimal.
 
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan miringnya kesan pelayanan publik itu didasari pada dua hal keliru sejak awal keberadaannya. Sejak babak perencanaan anggaran dan implementasi teknis. Sebab biasanya, kata Ade, perencanaan anggaran pelayanan publik di pusat dan daerah cenderung normatif.
 
"Tanpa melihat kebutuhan masyarakat bawah. Mestinya proses penganggaran bersifat bottom-up," kata Ade dalam program Selamat Pagi Indonesia di Metro TV, Jumat (28/10/2016) kemarin.
 
Proses penganggaran memang mengacu pada regulasi formal yang ada. Namun pada praktiknya, ada unsur-unsur lain yang turut memengaruhi proses-proses penganggaran. Menurut Ade, ini bukan hanya membuat serapan anggaran rendah, akan tetapi membuat celah korupsi semakin menganga.
 
Sengkarut Pelayanan Publik di Indonesia
 
"Terutama di daerah. Hampir semuanya digunakan untuk biaya rutin, sementara untuk pembangunannya lebih kecil," kata dia.
 
Faktor lain penyumbang ambruknya kesan baik pelayanan publik di Indonesia adalah kuatnya pengaruh politis. Pelayanan publik di daerah biasanya akan mengikat alur keputusan dari mulai kepala daerah dan DPRD yang melibatkan swasta. Sementara prosesnya diekskusi oleh kalangan  birokrat.
 
"Kami memiliki istilah tren pemberantasan korupsi. Dan ini, 90% terjadi di daerah terkait APBD," ujar dia.
 
Tindak korupsi yang menjadi akar buruknya pelayanan publik bisa dipahami dalam dua ruang. Korupsi politik, kata Ade, yakni tindakan penyelewengan yang terjadi di hulu alias tingkat atas. Yang kedua, adalah korupsi birokasi.
 
"Yang pertama seperti mengarahkan proyek pada perusahaan tertentu. Yang kedua dilakukan dengan menginput anggaran yang sudah dirancang korupsi, termasuk pungli," ujar Ade.
 
Regulasi cukup, sistem bobrok
 
Ketimpangan yang kerap ditemukan dalam pelayanan publik tidak hanya melibatkan satu-dua oknum di lini paling bawah. Ia dipengaruhi oleh beberapa pemain yang diindikasi memiliki kewenangan strategis dalam penentuan kebijakan. Bahkan, bukan hanya itu, pemerhati kebijakan publik dan sosiolog kesehatan Universitas Indonesia (UI) Anwar Hasan mengatakan, masyarakat pun kerap terlibat dalam sengkarut pelayanan publik tersebut.
 
"Contoh pada kasus kesehatan, BPJS misalnya, itu tidak hanya terjadi kesalahan pada staf yang menangani, atau pihak rumah sakit. Tetapi banyak juga terjadi penyelewengan oleh masyarakat kelas menengah yang memanfaatkan kemudahan itu," kata Anwar saat dihubungi metrotvnews.com, Senin (31/10/2016).
 
Kekeliruan itu tidak sadari masyarakat akan berdampak pada sistem. Dengan perlakuan itu, maka pengeluaran rumah sakit bisa membengkak di luar perencanaan, sementara mereka kerap juga mengalami kesulitan pada proses klaim pembiayaan.
 
"Ini akan berdampak pada pasien lain yang sebenarnya lebih membutuhkan," kata dia.
 
Baca: Perbedaan Fasilitas Pasien BPJS dan Non-BPJS di RS Dharmais
 
Faktor yang tak kalah penting adalah sumber daya manusia. Menurut Anwar, tradisi buruk yang terjadi dalam dunia pelayanan publik di Indonesia ini adalah tidak adanya tanggung jawab atasan dalam sebuah sistem struktur kelembagaan. Ketika pelanggaran dilakukan oleh seseorang dengan istilah oknum, semestinya perasaan bersalah secara moral pun direnungi oleh jajaran pimpinan.
 
"Ini tidak. Atasan justru lebih sering mencari kambing hitam ke bawahan. Padahal di luar negeri telah lama muncul tradisi atasan akan secara suka rela meletakkan jabatannya meski yang tersangkut kasus di level bawah," ujar Anwar.
 
Anwar pun mengamini pendapat dari ICW, faktor penyebab bobrok tersebut adalah penganggaran. Pada faktanya, kata dia, biaya operasional justru tidak sebanding dengan anggaran yang akan dirasakan oleh masyarakat secara langsung.
 
"BPJS misalnya, fasilitas minim dengan keluhan kekurangan anggaran. Sementara gaji pegawainya cukup besar," ucap Anwar.
 
Ketika ditanya apa yang bisa dikuatkan pemerintah dalam memberantas kesan miring pelayanan publik ini, Anwar mengatakan semestinya segala pemangku kepentingan sudah tidak lagi hanya berkutat pada perancangan regulasi, tata aturan, atau undang-undang yang cenderung tekstualis dan normatif.
 
"Regulasi cukup, sistem yang bobrok. Diperlukan ketegasan," ujar dia.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan