medcom.id, Jakarta: Wilayah Jati Bunder Dalam, Tanah Abang, Jakarta Pusat, menjadi salah satu permukiman kumuh yang belum disentuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Gelap, padat, kumuh, bercampur aroma busuk dari tumpukan sampah di tengah kali menjadi pemandangan tiap orang yang melintas.
Permukiman ini tertutup oleh gedung-gedung pemerintahan yang megah dan bangunan-bangunan pusat aktivitas komersial yang menjulang menghiasi wajah cantik Ibu Kota. Padahal, permukiman Jati Bunder Dalam bisa dijangkau dengan berjalan kaki hanya 150 meter dari ujung Jalan Sabeni Raya.
Setiba di sana, anda harus menyusuri gang-gang sempit berliku seperti labirin. Jika terus menyusuri jalan itu lebih dalam lagi, anda akan menemukan jembatan kecil yang melintangi sebuah kali.
Baca: Kementerian PUPR tak Ikut Campur Tata Kawasan Kumuh Jakarta
Ada pemandangan tak biasa di kali itu. Tumpukan sampah segala bentuk ukuran dan rupa memenuhi aliran kali. Air menghitam tak lagi mengalir. Indra penciuman tidak bisa mengendus aroma lain selain bau busuk sampah yang bercampur air.
Di sepanjang bantaran kali berjejer rapat bangunan rumah semi permanen berlantai dua. Saat Metrotvnews.com bertandang ke sana, warga RT 14, Sumirah, 41, terlihat memasak di dapur terbuka yang menghadap kali. Sumirah tak terlihat terganggu dengan aroma sampah yang menyengat.
"Sudah biasa, saya tinggal di sini sudah hampir 25 tahun. Memang begini keadaannya," ujar Sumirah saat ditemui Metrotvnews.com, Jumat 8 September 2017.
Sesekali Sumirah melempar begitu saja sisa potongan-potongan sayur ke kali, seolah kali itu tempat sampah raksasa. "Warga di sini sudah biasa begitu, (buang sampah ke kali) bukan cuma saya yang melakukan itu," kilah Sumirah.
Sumirah mengaku tidak merasa terganggu dengan sampah-sampah yang menyumbat kali. Ia berpendapat, hidup dikelilingi sampah tak membuat keluarganya sakit.
Baca: Program Penanganan Permukiman Kumuh Dialihkan ke Rusun Sejak 2013
"Kalinya memang terlihat jorok, tapi di sini tidak ada nyamuk. Kami juga tidak pernah terkena penyakit demam berdarah, warga sini sehat-sehat saja," lanjut Sumirah.
Menurut Jarwo, warga lainnya, akses tempat sampah yang cukup jauh menjadi penyebab warga sekitar bantaran hobi membuang sampah ke kali. Ia berpendapat sampah-sampah yang dihanyutkan warga ke kali akan dibersihkan petugas kebersihan yang datang setiap dua hari sekali.
"Kalau mau buang sampah pilihannya harus ke pasar atau ke kali. Tapi kalau ke pasar itu agak jauh, jadi warga tidak ada pilihan lain," kata Jarwo.
Geliat kehidupan warga Jati Bunder Dalam di pinggir kali penuh sampah memang terlihat normal-normal saja. Sesekali terlihat anak-anak berlarian dengan riang menyusuri gang-gang berliku. Meski hidup jauh dari kemegahan, tak terlihat rasa penyesalan di raut wajah mereka.
medcom.id, Jakarta: Wilayah Jati Bunder Dalam, Tanah Abang, Jakarta Pusat, menjadi salah satu permukiman kumuh yang belum disentuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Gelap, padat, kumuh, bercampur aroma busuk dari tumpukan sampah di tengah kali menjadi pemandangan tiap orang yang melintas.
Permukiman ini tertutup oleh gedung-gedung pemerintahan yang megah dan bangunan-bangunan pusat aktivitas komersial yang menjulang menghiasi wajah cantik Ibu Kota. Padahal, permukiman Jati Bunder Dalam bisa dijangkau dengan berjalan kaki hanya 150 meter dari ujung Jalan Sabeni Raya.
Setiba di sana, anda harus menyusuri gang-gang sempit berliku seperti labirin. Jika terus menyusuri jalan itu lebih dalam lagi, anda akan menemukan jembatan kecil yang melintangi sebuah kali.
Baca:
Kementerian PUPR tak Ikut Campur Tata Kawasan Kumuh Jakarta
Ada pemandangan tak biasa di kali itu. Tumpukan sampah segala bentuk ukuran dan rupa memenuhi aliran kali. Air menghitam tak lagi mengalir. Indra penciuman tidak bisa mengendus aroma lain selain bau busuk sampah yang bercampur air.
Di sepanjang bantaran kali berjejer rapat bangunan rumah semi permanen berlantai dua. Saat Metrotvnews.com bertandang ke sana, warga RT 14, Sumirah, 41, terlihat memasak di dapur terbuka yang menghadap kali. Sumirah tak terlihat terganggu dengan aroma sampah yang menyengat.
"Sudah biasa, saya tinggal di sini sudah hampir 25 tahun. Memang begini keadaannya," ujar Sumirah saat ditemui
Metrotvnews.com, Jumat 8 September 2017.
Sesekali Sumirah melempar begitu saja sisa potongan-potongan sayur ke kali, seolah kali itu tempat sampah raksasa. "Warga di sini sudah biasa begitu, (buang sampah ke kali) bukan cuma saya yang melakukan itu," kilah Sumirah.
Sumirah mengaku tidak merasa terganggu dengan sampah-sampah yang menyumbat kali. Ia berpendapat, hidup dikelilingi sampah tak membuat keluarganya sakit.
Baca:
Program Penanganan Permukiman Kumuh Dialihkan ke Rusun Sejak 2013
"Kalinya memang terlihat jorok, tapi di sini tidak ada nyamuk. Kami juga tidak pernah terkena penyakit demam berdarah, warga sini sehat-sehat saja," lanjut Sumirah.
Menurut Jarwo, warga lainnya, akses tempat sampah yang cukup jauh menjadi penyebab warga sekitar bantaran hobi membuang sampah ke kali. Ia berpendapat sampah-sampah yang dihanyutkan warga ke kali akan dibersihkan petugas kebersihan yang datang setiap dua hari sekali.
"Kalau mau buang sampah pilihannya harus ke pasar atau ke kali. Tapi kalau ke pasar itu agak jauh, jadi warga tidak ada pilihan lain," kata Jarwo.
Geliat kehidupan warga Jati Bunder Dalam di pinggir kali penuh sampah memang terlihat normal-normal saja. Sesekali terlihat anak-anak berlarian dengan riang menyusuri gang-gang berliku. Meski hidup jauh dari kemegahan, tak terlihat rasa penyesalan di raut wajah mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)