Jakarta: Manager Kampanye Pesisir Laut dan Pulau WALHI Ony Mahardika meminta Polda Metro Jaya dan Polres Kepuluan Seribu menghentikan kriminalisasi Sulaiman warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Masyarakat jelata itu dilaporkan Pintarso Adijanto, taipan yang mengklaim sebagai pemilik lahan di Pulau Pari.
Berdasarkan laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman Jakarta Raya, Kantor Pertanahan Jakarta Utara telah melakukan malaadministrasi dalam menerbitkan sertifikat tersebut. Ada sebanyak 62 sertifikat hak milik dan 14 hak guna bangunan di Pulau Pari yang dikeluarkan kantor Pertanahan Jakarta Utara.
"Karena ada cacat administrasi, maka kami minta satu orang warga telah berstatus tersangka dan saksi untuk dihentikan statusnya," kata Ony dalam keterangan tertulisnya, Jakarta Pusat, Selasa, 10 April 2018.
Sulaiman, warga yang ditersangkakan itu bakal disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan tuduhan Pasal 385 tentang Penyerobotan Tanah. Konflik tanah di Pulau Pari pun semakin panas lantaran aduan Pintarso itu.
Baca: Ombudsman Minta Polisi Setop Tindakan di Pulau Pari
Ony juga meminta Kejaksaan RI untuk menghentikan dakwaan terhadap Sulaiman. Tuntutan itu harus dipenuhi karena penerbitan SHM dan SHGB cacat prosedur dan kewenangan.
"Seharusnya Pengadilan Negeri Jakarta Utara bisa menghentikan perkara dengan memperhatikan temuan Ombudsman," terangnya.
Dia juga memaksa Badan Pertanahan Nasional mencabut sertifikat tersebut. BPN harus memberikan kepastian hukum atas penguasaan dan pengelolaan tanah di Pulau Pari.
"Lalu Komisi Pemberantasan Korupsi harus mengusut kemungkinan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat di Pulau pari. Tanpa tindakan-tindakan ini, temuan Ombudsman tidak membawa arti apa-apa bagi warga Pulau Pari," kata dia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/yKX9l74N" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Manager Kampanye Pesisir Laut dan Pulau WALHI Ony Mahardika meminta Polda Metro Jaya dan Polres Kepuluan Seribu menghentikan kriminalisasi Sulaiman warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Masyarakat jelata itu dilaporkan Pintarso Adijanto, taipan yang mengklaim sebagai pemilik lahan di Pulau Pari.
Berdasarkan laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman Jakarta Raya, Kantor Pertanahan Jakarta Utara telah melakukan malaadministrasi dalam menerbitkan sertifikat tersebut. Ada sebanyak 62 sertifikat hak milik dan 14 hak guna bangunan di Pulau Pari yang dikeluarkan kantor Pertanahan Jakarta Utara.
"Karena ada cacat administrasi, maka kami minta satu orang warga telah berstatus tersangka dan saksi untuk dihentikan statusnya," kata Ony dalam keterangan tertulisnya, Jakarta Pusat, Selasa, 10 April 2018.
Sulaiman, warga yang ditersangkakan itu bakal disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan tuduhan Pasal 385 tentang Penyerobotan Tanah. Konflik tanah di Pulau Pari pun semakin panas lantaran aduan Pintarso itu.
Baca: Ombudsman Minta Polisi Setop Tindakan di Pulau Pari
Ony juga meminta Kejaksaan RI untuk menghentikan dakwaan terhadap Sulaiman. Tuntutan itu harus dipenuhi karena penerbitan SHM dan SHGB cacat prosedur dan kewenangan.
"Seharusnya Pengadilan Negeri Jakarta Utara bisa menghentikan perkara dengan memperhatikan temuan Ombudsman," terangnya.
Dia juga memaksa Badan Pertanahan Nasional mencabut sertifikat tersebut. BPN harus memberikan kepastian hukum atas penguasaan dan pengelolaan tanah di Pulau Pari.
"Lalu Komisi Pemberantasan Korupsi harus mengusut kemungkinan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat di Pulau pari. Tanpa tindakan-tindakan ini, temuan Ombudsman tidak membawa arti apa-apa bagi warga Pulau Pari," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)