Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan meningkatkan kualitas sistem e-budgeting. Langkah itu dinilai tak menjamin anggaran bakal aman dari korupsi.
Sistem e-budgeting dibangun pada 2015. Sistem itu mulai memperlihatkan dampak pada 2016. Saat itu, DPRD DKI diduga menitipkan banyak anggaran siluman bernilai Rp12 triliun melalui usulan SKPD. Hal ini terlihat dari pemeriksaan melalui sistem e-budgeting dan e-planning.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan ada tiga unsur utama yang harus dijaga guna mengamankan anggaran dari aksi korupsi. Alat dan teknologi yang digunakan menjadi unsur pertama dan kedua.
"Setelah keduanya itu masih ada brain atau otak atau si pengguna sistem dan teknologi. Jadi sistem dan alat boleh ditingkatkan tapi tidak boleh menampikkan bahwa faktor manusia juga penting untuk tetap diawasi. Manusia itu bukan malaikat pasti ada waktu-waktu dia membuat kesalahan," ungkap Robert saat dihubungi Media Indonesia, Minggu, 3 November 2019.
Menurutnya godaan besar dalam mengusulkan anggaran ditemui setiap SKPD. Setiap jajaran SKPD yang masuk ke dalam sistem bebas melakukan apa saja terhadap e-catalogue. Hal ini, menurutnya, harus dikoreksi dan dikontrol secara tegas.
Robert sepakat dengan fitur penyaringan (filter) dan verifikasi terhadap usulan yang diajukan jajaran SKPD.
"Filtering dan verifikasi itu harus digarisbawahi. Kalau e-budgeting dibenahi adalah suatu terobosan tetapi tetap pembinaan dan pengawasan harus dilakukan. Potensi penyimpangan besar sekali, karena APBD DKI sangat besar. Tahun depan diproyeksikan Rp89,9 triliun atau Rp95 triliun jika tidak dikoreksi," jelas dia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ob3xPeJk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan meningkatkan kualitas sistem
e-budgeting. Langkah itu dinilai tak menjamin anggaran bakal aman dari korupsi.
Sistem e-budgeting dibangun pada 2015. Sistem itu mulai memperlihatkan dampak pada 2016. Saat itu, DPRD DKI diduga menitipkan banyak anggaran siluman bernilai Rp12 triliun melalui usulan SKPD. Hal ini terlihat dari pemeriksaan melalui sistem
e-budgeting dan
e-planning.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan ada tiga unsur utama yang harus dijaga guna mengamankan anggaran dari aksi korupsi. Alat dan teknologi yang digunakan menjadi unsur pertama dan kedua.
"Setelah keduanya itu masih ada
brain atau otak atau si pengguna sistem dan teknologi. Jadi sistem dan alat boleh ditingkatkan tapi tidak boleh menampikkan bahwa faktor manusia juga penting untuk tetap diawasi. Manusia itu bukan malaikat pasti ada waktu-waktu dia membuat kesalahan," ungkap Robert saat dihubungi
Media Indonesia, Minggu, 3 November 2019.
Menurutnya godaan besar dalam mengusulkan anggaran ditemui setiap SKPD. Setiap jajaran SKPD yang masuk ke dalam sistem bebas melakukan apa saja terhadap e-catalogue. Hal ini, menurutnya, harus dikoreksi dan dikontrol secara tegas.
Robert sepakat dengan fitur penyaringan (
filter) dan verifikasi terhadap usulan yang diajukan jajaran SKPD.
"
Filtering dan verifikasi itu harus digarisbawahi. Kalau
e-budgeting dibenahi adalah suatu terobosan tetapi tetap pembinaan dan pengawasan harus dilakukan. Potensi penyimpangan besar sekali, karena APBD DKI sangat besar. Tahun depan diproyeksikan Rp89,9 triliun atau Rp95 triliun jika tidak dikoreksi," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)