Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai terlalu terburu-buru menjadikan Jalan Layang Non Tol (JLNT) Casablanca sebagai lintasan permanen untuk road bike (sepeda balap) saat akhir pekan. DKI mestinya mengkaji lebih dalam.
"Saya menilai hal itu terlalu cepat untuk mengambil keputusan bahwa JLNT Casablanca sudah cocok untuk perlintasan road bike pada saat weekend," kata anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth dalam keterangan tertulis, Kamis, 3 Juni 2021.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu menilai mestinya Dinas Perhubungan lebih teliti dan melihat secara komprehensif terkait melintasnya road bike di jalur Kampung Melayu-Tanah Abang itu. Paling penting mengkaji keselamatan pesepeda dan pengendara lain.
Dia menilai sepeda tidak pas melintas di JLNT. Sebab, jalan layang itu memiliki batas kecepatan minimum. Kent khawatir road bike tidak bisa memenuhi batas minimum.
"Jalan layang itu kan tinggi letak konturnya dan kondisi angin pasti bertiup lebih kencang. Harus dipikirkan fenomena seperti ini. Jikalau tiba-tiba angin bertiup kencang, apakah bisa dikendalikan?" ucap politikus PDI Perjuangan itu.
Dia juga heran uji coba pesepeda road bike keluar jalur khusus sepeda di Sudirman-Thamrin pada hari kerja. Uji coba setiap Senin-Jumat pada pukul 05.00-06.30 WIB.
(Baca: Pemprov DKI Terbitkan Kepgub untuk Kebijakan Lintasan Road Bike)
Kent menyebut Jalan Sudirman-Thamrin pada hari kerja bahkan sudah ramai sejak pukul 05.00 WIB. Pemangku kebijakan mestinya memikirkan pengendara lain.
"Jangan membuat kebijakan yang ngawur tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan setelahnya. Apakah sudah Anda pikirkan hak pengguna jalan lain dan apakah sepeda itu bayar pajak tiap tahun sampai harus diperlakukan seistimewa ini? Ingat sepeda motor tiap tahun bayar pajak dan termasuk salah satu penyumbang PAD tertinggi," ujar dia.
Dia khawatir bila pesepeda terlalu diistimewakan bakal ada protes dari pengendara sepeda motor. Kent meminta Pemprov DKI Jakarta segera mengevaluasi kebijakan tersebut.
Dia tak ingin anggaran puluhan miliar mubazir dalam pembuatan jalur sepeda. Apalagi belakangan banyak pesepeda melanggar aturan lalu lintas di DKI Jakarta.
"Dan seenaknya serta arogan dalam menggunakan jalan, seperti melawan arus, lalu menguasai sebagian besar badan jalan di jalan Jenderal Sudirman hingga mengganggu pengendara lain," tutur dia.
Padahal, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebut sepeda motor, kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan kendaraan tidak bermotor berada pada lajur kiri jalan. Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului kendaraan lain.
Jakarta: Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta dinilai terlalu terburu-buru menjadikan Jalan Layang Non Tol (JLNT) Casablanca sebagai lintasan permanen untuk road bike (
sepeda balap) saat akhir pekan. DKI mestinya mengkaji lebih dalam.
"Saya menilai hal itu terlalu cepat untuk mengambil keputusan bahwa JLNT Casablanca sudah cocok untuk perlintasan road bike pada saat weekend," kata anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth dalam keterangan tertulis, Kamis, 3 Juni 2021.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu menilai mestinya Dinas Perhubungan lebih teliti dan melihat secara komprehensif terkait melintasnya road bike di jalur Kampung Melayu-Tanah Abang itu. Paling penting mengkaji keselamatan pesepeda dan pengendara lain.
Dia menilai sepeda tidak pas melintas di JLNT. Sebab, jalan layang itu memiliki batas kecepatan minimum. Kent khawatir road bike tidak bisa memenuhi batas minimum.
"Jalan layang itu kan tinggi letak konturnya dan kondisi angin pasti bertiup lebih kencang. Harus dipikirkan fenomena seperti ini. Jikalau tiba-tiba angin bertiup kencang, apakah bisa dikendalikan?" ucap politikus PDI Perjuangan itu.
Dia juga heran uji coba pesepeda road bike keluar jalur khusus sepeda di Sudirman-Thamrin pada hari kerja. Uji coba setiap Senin-Jumat pada pukul 05.00-06.30 WIB.
(Baca:
Pemprov DKI Terbitkan Kepgub untuk Kebijakan Lintasan Road Bike)
Kent menyebut Jalan Sudirman-Thamrin pada hari kerja bahkan sudah ramai sejak pukul 05.00 WIB. Pemangku kebijakan mestinya memikirkan pengendara lain.
"Jangan membuat kebijakan yang ngawur tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan setelahnya. Apakah sudah Anda pikirkan hak pengguna jalan lain dan apakah sepeda itu bayar pajak tiap tahun sampai harus diperlakukan seistimewa ini? Ingat sepeda motor tiap tahun bayar pajak dan termasuk salah satu penyumbang PAD tertinggi," ujar dia.
Dia khawatir bila pesepeda terlalu diistimewakan bakal ada protes dari pengendara sepeda motor. Kent meminta Pemprov DKI Jakarta segera mengevaluasi kebijakan tersebut.
Dia tak ingin anggaran puluhan miliar mubazir dalam pembuatan jalur sepeda. Apalagi belakangan banyak pesepeda melanggar aturan lalu lintas di DKI Jakarta.
"Dan seenaknya serta arogan dalam menggunakan jalan, seperti melawan arus, lalu menguasai sebagian besar badan jalan di jalan Jenderal Sudirman hingga mengganggu pengendara lain," tutur dia.
Padahal, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebut sepeda motor, kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan kendaraan tidak bermotor berada pada lajur kiri jalan. Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului kendaraan lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)