Jakarta: Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan keputusan Gubernur Anies menutup ruas jalan di depan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, untuk pedagang kaki lima (PKL) melanggar aturan. Kebijakan itu tak sesuai Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda Tibum) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
“Kedua aturan itu menyebutkan bahwa jalan dan trotoar dilarang digunakan untuk berjualan. Bahkan, Pasal 12 UU Lalu Lintas dan Angkutan Umum memberikan acaman pidana dan denda bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan,” kata Pras saat dihubungi, Sabtu, 23 Desember 2017.
Menurut dia, penataan PKL Tanah Abang berhasil di era Gubernur Joko Widodo. Saat itu, PKL dipaksa masuk ke Blok G. Ini menimbang karena Pasar Tanah Abang adalah ikon pasar tradisional yang terkenal di sejumlah negara. Ketertiban menjadi faktor utama.
Kebijakan Jokowi saat itu berhasil membuat kawasan lebih rapi dan nyaman bagi pejalan kaki sehingga mendongkrak jumlah kunjungan. Dampak lainnya ialah jalanan jadi lancar karena seluruh badan jalan berfungsi penuh. Kawasan Tanah Abang tetap tertata sampai era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Kebijakan Gubernur sekarang ini justru berdampak pada kemacetan parah. Tanah Abang pun tetap kumuh. Jadi jangan malu untuk meneruskan kebijakan yang baik. Anies-Sandi kan selalu bicara keberpihakan, sekarang buktikan dong berpihak pada kepentingan orang banyak bukan malah tersandera kepentingan politik kalangan tertentu,” tegas dia.
Permasalah lain, sambung Pras, yakni siapa yang boleh berjualan di sana. Dia mempertanyakan apa yang menjadi pertimbangan bagi para PKL untuk bisa berjualan di jalan itu. Menurut dia, sudah menjadi pengetahuan umum ada pungutan liar (pungli) kepada pedagang untuk bisa berjualan di trotoar atau badan jalan.
“Nanti siapa bisa diberi kewenangan untuk penempatan PKL itu? Karena saat ini penarik pungli ialah warga setempat. Saat mereka digratiskan apakah tidak akan terjadi keributan? Ini sama saja mengadu domba warga. Jangan karena ingin balas budi politik lantas mengorbankan kepentingan warga banyak,” tegas dia.
Pras juga menyinggung waktu yang diberikan jam 8 pagi sampai 6 sore. Artinya, saat jalan itu akan difungsikan lagi membutuhkan waktu bagi PKL untuk mensterilkan jalan. Padahal jam 6 sore adalah puncak keramaian.
Baca: Pedagang Sebut Pemprov DKI Matikan Usahanya
“Apakah mau mereka membongkar lapaknya saat orang ramai. Itu PR (pekerjaan rumah) besar karena sekarang kemacetan makin parah. Solusi seharusnya bukan menimbulkan masalah baru,” kata dia.
Pras menegaskan sebaiknya Anies meniru cara Jokowi dalam menata Tanah Abang. Anies harus membiarkan semua fasilitas berfungsi sebagaimana seharusnya. Kebijakan harus dibuat tanpa tersandera janji politik atau tim pemenangan.
“Pilkada sudah selesai. Ini saatnya bekerja, bukan lagi berkampanye. Atau memang ini kembali memasuki masa kampanye bagi Anies,” pungkas dia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/xkEGD3MN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan keputusan Gubernur Anies menutup ruas jalan di depan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, untuk pedagang kaki lima (PKL) melanggar aturan. Kebijakan itu tak sesuai Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda Tibum) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
“Kedua aturan itu menyebutkan bahwa jalan dan trotoar dilarang digunakan untuk berjualan. Bahkan, Pasal 12 UU Lalu Lintas dan Angkutan Umum memberikan acaman pidana dan denda bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan,” kata Pras saat dihubungi, Sabtu, 23 Desember 2017.
Menurut dia, penataan PKL Tanah Abang berhasil di era Gubernur Joko Widodo. Saat itu, PKL dipaksa masuk ke Blok G. Ini menimbang karena Pasar Tanah Abang adalah ikon pasar tradisional yang terkenal di sejumlah negara. Ketertiban menjadi faktor utama.
Kebijakan Jokowi saat itu berhasil membuat kawasan lebih rapi dan nyaman bagi pejalan kaki sehingga mendongkrak jumlah kunjungan. Dampak lainnya ialah jalanan jadi lancar karena seluruh badan jalan berfungsi penuh. Kawasan Tanah Abang tetap tertata sampai era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Kebijakan Gubernur sekarang ini justru berdampak pada kemacetan parah. Tanah Abang pun tetap kumuh. Jadi jangan malu untuk meneruskan kebijakan yang baik. Anies-Sandi kan selalu bicara keberpihakan, sekarang buktikan dong berpihak pada kepentingan orang banyak bukan malah tersandera kepentingan politik kalangan tertentu,” tegas dia.
Permasalah lain, sambung Pras, yakni siapa yang boleh berjualan di sana. Dia mempertanyakan apa yang menjadi pertimbangan bagi para PKL untuk bisa berjualan di jalan itu. Menurut dia, sudah menjadi pengetahuan umum ada pungutan liar (pungli) kepada pedagang untuk bisa berjualan di trotoar atau badan jalan.
“Nanti siapa bisa diberi kewenangan untuk penempatan PKL itu? Karena saat ini penarik pungli ialah warga setempat. Saat mereka digratiskan apakah tidak akan terjadi keributan? Ini sama saja mengadu domba warga. Jangan karena ingin balas budi politik lantas mengorbankan kepentingan warga banyak,” tegas dia.
Pras juga menyinggung waktu yang diberikan jam 8 pagi sampai 6 sore. Artinya, saat jalan itu akan difungsikan lagi membutuhkan waktu bagi PKL untuk mensterilkan jalan. Padahal jam 6 sore adalah puncak keramaian.
Baca: Pedagang Sebut Pemprov DKI Matikan Usahanya
“Apakah mau mereka membongkar lapaknya saat orang ramai. Itu PR (pekerjaan rumah) besar karena sekarang kemacetan makin parah. Solusi seharusnya bukan menimbulkan masalah baru,” kata dia.
Pras menegaskan sebaiknya Anies meniru cara Jokowi dalam menata Tanah Abang. Anies harus membiarkan semua fasilitas berfungsi sebagaimana seharusnya. Kebijakan harus dibuat tanpa tersandera janji politik atau tim pemenangan.
“Pilkada sudah selesai. Ini saatnya bekerja, bukan lagi berkampanye. Atau memang ini kembali memasuki masa kampanye bagi Anies,” pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)