medcom.id, Jakarta: Kementerian Perhubungan mengumumkan Revisi PM No. 26 Tahun 2017, tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Revisi dilakukan setelah MA membatalkan 14 pasal dalam PM tersebut.
Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan menilai PM 26/2017 sudah cukup mengakomodir kepentingan dua belah pihak, baik taksi regular maupun online. Akan tetapi, Shafruhan meminta ketegasan pemerintah untuk menindak perusahaan ride sharing yang terbukti melanggar aturan.
"Perlu ketegasan sikap pemerintah terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi (ride sharing). Perusahaan aplikasi juga harus diatur secara tegas di PM dan harus mendapat izin dari Kemenhub sebagai partner perusahaan transportasi," ujar Shafruhan kepada Metrotvnews.com, Sabtu 21 Oktober 2017.
Shafruhan mengatakan tanpa pengawasan dan ketegasan dari pemerintah, terutama Kominfo, perusahaan-perusahaan ride sharing tetap akan melakukan pelanggaran-pelanggaran. Salah satu pelanggaran yang ia garis bawahi adalah soal tarif promo.
"Dari mulai ada di Indonesia, perusahaan-perusahaan aplikasi selalu memberikan tarif promo sepanjang masa. Artinya tarif promo yang di berlakukan tiap hari itu bukan lagi promo namanya," imbuhnya.
Senada dengan Shafruhan, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi juga sempat menyinggung soal tarif murah taksi online. Menurutnya tarif taksi online harus diatur untuk menghindari adanya monopoli dalam bisnis transportasi.
"Tarif batas bawah untuk membatasi apabila ada satu pihak yang akan melakukan predatory pricing dengan memberikan diskon besar-besaran. Sehingga pihak lain tidak mampu bersaing. Kita mengatur ini agar monopoli itu tidak terjadi, kesetaraan itu yang kami inginkan," pungkas Budi.
Baca: Kewajiban Perusahaan Aplikasi Taksi Online versi Revisi PM No. 26 Tahun 2017
Shafruhan berharap dengan diterbitkannya revisi PM 26/2017 yang baru ini bisa memperbaiki keadaan industri transportasi dan menciptakan iklim bisnis yang sehat, dan berkeadilan untuk semua.
"Kita sangat prihatin terhadap situasi amburadulnya industri transportasi di indonesia akhir-akhir ini. Yang legal terpuruk, yang ilegal tumbuh tanpa terkendali dan tidak ada aturan. Saya harap kedepannya ini diperbaiki, saya harapkan ketegasan dari pemerintah, khususnya Kominfo yang selama ini belum terlihat ada ketegasan menindak perusahaan aplikasi," tutup Shafruhan.
Sementara itu, perwakilan dari Uber Indonesia, Falencia Naoenz mengatakan pihaknya masih mengkaji aturan dalam PM 26/2017. Sehingga belum bisa berkomentar banyak, namun ia menegaskan pihaknya siap bekerjasama dengan Pemerintah RI.
"Ride sharing memberi manfaatkan bagi Indonesia, dan kami berkomitmen untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk memastikan kerangka kebijakan yang mengedepankan manfaat bagi konsumen dan mitra pengemudi," tukas Falencia.
medcom.id, Jakarta: Kementerian Perhubungan mengumumkan Revisi PM No. 26 Tahun 2017, tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Revisi dilakukan setelah MA membatalkan 14 pasal dalam PM tersebut.
Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan menilai PM 26/2017 sudah cukup mengakomodir kepentingan dua belah pihak, baik taksi regular maupun
online. Akan tetapi, Shafruhan meminta ketegasan pemerintah untuk menindak perusahaan ride sharing yang terbukti melanggar aturan.
"Perlu ketegasan sikap pemerintah terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi (ride sharing). Perusahaan aplikasi juga harus diatur secara tegas di PM dan harus mendapat izin dari Kemenhub sebagai partner perusahaan transportasi," ujar Shafruhan kepada
Metrotvnews.com, Sabtu 21 Oktober 2017.
Shafruhan mengatakan tanpa pengawasan dan ketegasan dari pemerintah, terutama Kominfo, perusahaan-perusahaan ride sharing tetap akan melakukan pelanggaran-pelanggaran. Salah satu pelanggaran yang ia garis bawahi adalah soal tarif promo.
"Dari mulai ada di Indonesia, perusahaan-perusahaan aplikasi selalu memberikan tarif promo sepanjang masa. Artinya tarif promo yang di berlakukan tiap hari itu bukan lagi promo namanya," imbuhnya.
Senada dengan Shafruhan, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi juga sempat menyinggung soal tarif murah taksi
online. Menurutnya tarif taksi
online harus diatur untuk menghindari adanya monopoli dalam bisnis transportasi.
"Tarif batas bawah untuk membatasi apabila ada satu pihak yang akan melakukan predatory pricing dengan memberikan diskon besar-besaran. Sehingga pihak lain tidak mampu bersaing. Kita mengatur ini agar monopoli itu tidak terjadi, kesetaraan itu yang kami inginkan," pungkas Budi.
Baca: Kewajiban Perusahaan Aplikasi Taksi Online versi Revisi PM No. 26 Tahun 2017
Shafruhan berharap dengan diterbitkannya revisi PM 26/2017 yang baru ini bisa memperbaiki keadaan industri transportasi dan menciptakan iklim bisnis yang sehat, dan berkeadilan untuk semua.
"Kita sangat prihatin terhadap situasi amburadulnya industri transportasi di indonesia akhir-akhir ini. Yang legal terpuruk, yang ilegal tumbuh tanpa terkendali dan tidak ada aturan. Saya harap kedepannya ini diperbaiki, saya harapkan ketegasan dari pemerintah, khususnya Kominfo yang selama ini belum terlihat ada ketegasan menindak perusahaan aplikasi," tutup Shafruhan.
Sementara itu, perwakilan dari Uber Indonesia, Falencia Naoenz mengatakan pihaknya masih mengkaji aturan dalam PM 26/2017. Sehingga belum bisa berkomentar banyak, namun ia menegaskan pihaknya siap bekerjasama dengan Pemerintah RI.
"Ride sharing memberi manfaatkan bagi Indonesia, dan kami berkomitmen untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk memastikan kerangka kebijakan yang mengedepankan manfaat bagi konsumen dan mitra pengemudi," tukas Falencia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)