Jakarta: Rancangan Perubahan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Jaringan Utilitas menuai kritik. Sebab, Perda itu berpotensi membebani masyarakat.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Agung Harsoyo mengatakan Perda itu mengatur tentang pembangunan infrastruktur jaringan utilitas.
Agung menegaskan, pembangunan infrastruktur harus dilakukan penuh Pemprov DKI dan tidak membebani operator telekomunikasi. Sebab, jika pembangunan dilakukan operator telekomunikasi, akan berdampak pada kenaikan tarif.
“Kalau pembangunan, sewa, retribusi, pajak, semuanya dibebankan pada operator telekomunikasi. Ini akan berdampak pada kenaikan tarif yang akan dibebankan kepada masyarakat,” kata Agung, Senin, 27 Juli 2020.
Agung menyebut peran industri infrastruktur sangat vital terhadap program pemerintah dalam membangun serta meningkatkan pendapatan daerah dan pusat.
“Infrastruktur ini memang berdampak linear. Biaya sewa atau retribusi seharusnya tak membebani perekonomian nasional dan masyarakat,” ujar Agung.
Agung mengungkapkan, prinsip infrastruktur adalah menguasai hajat hidup orang banyak, seperti jalan, listrik dan telekomunikasi. Sejatinya seluruh pembangunan infrastruktur dilakukan oleh pemerintah melalui APBN atau APBD.
“Namun saat ini pembagunan infrastruktur sarana telekomunikasi dilakukan oleh badan usaha. Ini yang membuat tarif yang dibebankan kepada masyakat juga tinggi,” katanya.
Dia menyebut hasil kajian LPEM FE UI bersama Mastel menyimpulkan pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 5,5%. Dengan kenaikan jumlah pengguna telekomunikasi sebesar 1% dan akan meningkatkan PDB sebesar 0,055%.
Baca: Ombudsman Sebut Sewa Sarana Utilitas DKI Berpotensi Malaadministrasi
Sementara itu yang tidak terdata menurut Agung jumlahnya sangat besar. Terlebih saat pandemi covid-19 yang membuat kebutuhan layanan telekomunikasi tinggi.
“Saat ini masyarakat sangat mengandalkan telekomunikasi untuk bekerja, sekolah, memberikan layanan kepada masyarakat (e-government) dan kesehatan. Dan, itu tidak bisa terkuantifikasi. Saat ini hingga masa mendatang peran telekomunikasi sangat vital,” kata Agung.
Melihat peran strategis dari industri telekomunikasi, Agung berharap pemerintah daerah dalam membuat Perda tidak membebankan segalanya pada industri telekomunikasi.
“Jika industri telekomunikasi ini mendapat tambahan beban, maka seluruh beban tersebut ujung-ujungnya yang menanggung adalah masyarakat,” ujarnya.
Jakarta: Rancangan Perubahan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Jaringan Utilitas menuai kritik. Sebab, Perda itu berpotensi membebani masyarakat.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Agung Harsoyo mengatakan Perda itu mengatur tentang pembangunan infrastruktur jaringan utilitas.
Agung menegaskan, pembangunan infrastruktur harus dilakukan penuh Pemprov DKI dan tidak membebani operator telekomunikasi. Sebab, jika pembangunan dilakukan operator telekomunikasi, akan berdampak pada kenaikan tarif.
“Kalau pembangunan, sewa, retribusi, pajak, semuanya dibebankan pada operator telekomunikasi. Ini akan berdampak pada kenaikan tarif yang akan dibebankan kepada masyarakat,” kata Agung, Senin, 27 Juli 2020.
Agung menyebut peran industri infrastruktur sangat vital terhadap program pemerintah dalam membangun serta meningkatkan pendapatan daerah dan pusat.
“Infrastruktur ini memang berdampak linear. Biaya sewa atau retribusi seharusnya tak membebani perekonomian nasional dan masyarakat,” ujar Agung.
Agung mengungkapkan, prinsip infrastruktur adalah menguasai hajat hidup orang banyak, seperti jalan, listrik dan telekomunikasi. Sejatinya seluruh pembangunan infrastruktur dilakukan oleh pemerintah melalui APBN atau APBD.
“Namun saat ini pembagunan infrastruktur sarana telekomunikasi dilakukan oleh badan usaha. Ini yang membuat tarif yang dibebankan kepada masyakat juga tinggi,” katanya.
Dia menyebut hasil kajian LPEM FE UI bersama Mastel menyimpulkan pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 5,5%. Dengan kenaikan jumlah pengguna telekomunikasi sebesar 1% dan akan meningkatkan PDB sebesar 0,055%.
Baca:
Ombudsman Sebut Sewa Sarana Utilitas DKI Berpotensi Malaadministrasi
Sementara itu yang tidak terdata menurut Agung jumlahnya sangat besar. Terlebih saat pandemi covid-19 yang membuat kebutuhan layanan telekomunikasi tinggi.
“Saat ini masyarakat sangat mengandalkan telekomunikasi untuk bekerja, sekolah, memberikan layanan kepada masyarakat (e-government) dan kesehatan. Dan, itu tidak bisa terkuantifikasi. Saat ini hingga masa mendatang peran telekomunikasi sangat vital,” kata Agung.
Melihat peran strategis dari industri telekomunikasi, Agung berharap pemerintah daerah dalam membuat Perda tidak membebankan segalanya pada industri telekomunikasi.
“Jika industri telekomunikasi ini mendapat tambahan beban, maka seluruh beban tersebut ujung-ujungnya yang menanggung adalah masyarakat,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)