Jakarta: Kebijakan penanggulangan banjir Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai masih lemah. Panitia khusus (pansus) banjir DPRD DKI merekomendasikan tiga strategi menangani masalah menahun itu.
“Kami menemukan kebijakan penanggulangan banjir belum tepat sasaran sehingga perlu dievaluasi,” kata Ketua Pansus Banjir DPRD DKI, Zita Anjani, di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 23 Desember 2020.
Pertama, membuat grand masterplan baru. Selama ini Pemprov DKI masih mengacu grand masterplan 1973.
“Padahal kondisi pemanfaatan ruang dan lahan saat ini sudah jauh berubah dengan Tahun 1973,” ujar dia.
Zita mencontohkan pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka biru (RTB) pada 1978 berada di angka 79,66 persen dan ruang wilayah terbangun 20,34 persen. Kemudian, pada 2015 RTH dan RTB Ibu Kota berada di angka 9,15 persen dan ruang wilayah terbangun meningkat jadi 90,85 persen.
“Ini perubahan yang fantastis,” tutur Zita.
(Baca: Pansus Banjir Dorong Pemprov DKI Maksimalkan Anggaran)
Kedua, memaksimalkan sistem peringatan dini dan evakuasi. Dia mengutip data Bank Indonesia yang mencatat kerugian perusahaan jasa taksi Blue Bird mencapai Rp406 miliar akibat banjir pada awal 2020.
“Ada 461 wilayah mengalami pemadaman listrik, ratusan kendaraan roda dua dan roda empat terbawa arus, bahkan 265 orang mengalami kerugian harta dengan total Rp44,5 miliar,” beber politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Zita mengusulkan Pemprov DKI menggencarkan program prabencana dengan membuat teknologi peringatan dini. Kemudian, menyiapkan tempat penyimpanan barang berharga dan lahan parkir kendaraan yang bebas banjir.
“Juga menyiapkan tempat penampungan yang layak huni dan dapur umum,” tutur dia
Ketiga, memperkuat kolaborasi pemerintah dan masyarakat. Pemerintah tak bisa hanya mengandalkan infrastruktur bila ingin menjinakkan banjir.
Masyarakat bisa digandeng untuk membangun rumah kompos, melakukan urban farming, dan membudayakan semangat gotong royong. Kemudian, menjaring relawan untuk mengampanyekan bahaya banjir.
“Beri kesempatan ke masyarakat turut andil mengurangi risiko banjir,” tegas Zita.
Jakarta: Kebijakan penanggulangan
banjir Pemerintah Provinsi (Pemprov)
DKI Jakarta dinilai masih lemah. Panitia khusus (pansus) banjir DPRD DKI merekomendasikan tiga strategi menangani masalah menahun itu.
“Kami menemukan kebijakan penanggulangan banjir belum tepat sasaran sehingga perlu dievaluasi,” kata Ketua Pansus Banjir DPRD DKI, Zita Anjani, di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 23 Desember 2020.
Pertama, membuat grand masterplan baru. Selama ini Pemprov DKI masih mengacu grand masterplan 1973.
“Padahal kondisi pemanfaatan ruang dan lahan saat ini sudah jauh berubah dengan Tahun 1973,” ujar dia.
Zita mencontohkan pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka biru (RTB) pada 1978 berada di angka 79,66 persen dan ruang wilayah terbangun 20,34 persen. Kemudian, pada 2015 RTH dan RTB Ibu Kota berada di angka 9,15 persen dan ruang wilayah terbangun meningkat jadi 90,85 persen.
“Ini perubahan yang fantastis,” tutur Zita.
(Baca:
Pansus Banjir Dorong Pemprov DKI Maksimalkan Anggaran)
Kedua, memaksimalkan sistem peringatan dini dan evakuasi. Dia mengutip data Bank Indonesia yang mencatat kerugian perusahaan jasa taksi Blue Bird mencapai Rp406 miliar akibat banjir pada awal 2020.
“Ada 461 wilayah mengalami pemadaman listrik, ratusan kendaraan roda dua dan roda empat terbawa arus, bahkan 265 orang mengalami kerugian harta dengan total Rp44,5 miliar,” beber politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Zita mengusulkan Pemprov DKI menggencarkan program prabencana dengan membuat teknologi peringatan dini. Kemudian, menyiapkan tempat penyimpanan barang berharga dan lahan parkir kendaraan yang bebas banjir.
“Juga menyiapkan tempat penampungan yang layak huni dan dapur umum,” tutur dia
Ketiga, memperkuat kolaborasi pemerintah dan masyarakat. Pemerintah tak bisa hanya mengandalkan infrastruktur bila ingin menjinakkan banjir.
Masyarakat bisa digandeng untuk membangun rumah kompos, melakukan urban farming, dan membudayakan semangat gotong royong. Kemudian, menjaring relawan untuk mengampanyekan bahaya banjir.
“Beri kesempatan ke masyarakat turut andil mengurangi risiko banjir,” tegas Zita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)