Ilustrasi--Konsumen membawa barang yang telah dibeli menggunakan kantong plastik di salah satu minimarket di Palmerah, Jakarta, Minggu (21/2)--MI/Arya Manggala
Ilustrasi--Konsumen membawa barang yang telah dibeli menggunakan kantong plastik di salah satu minimarket di Palmerah, Jakarta, Minggu (21/2)--MI/Arya Manggala

Aprindo Setop Kebijakan Plastik Berbayar, Ini Kata YLKI

Fetry Wuryasti • 04 Oktober 2016 11:24
medcom.id, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dinilai tak punya concern terhadap kampanye sampah plastik. Buktinya, mereka kembali menggratiskan tas plastik pada konsumen.
 
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, baru-baru ini, mengatakan, Aprindo seharusnya mendorong semua anggota menerapkan kebijakan anti-limbah plastik. Dia juga melihat, rontoknya uji coba plastik berbayar karena Kementerian LHK tak konsisten.
 
Tulus menilai, Kementerian LHK terlalu lamban dalam menggodok penguatan regulasi plastik berbayar. Padahal, kata Tulus, dukungan publik terhadap upaya pengurangan sampah plastik melalui plastik berbayar sudah lumayan tinggi.

Baca: Aprindo Ngambek Pemda Intervensi Plastik Berbayar
 
Survei YLKI pada Maret 2016, sebanyak 26,8 persen konsumen memahami kebijakan tersebut untuk pengurangan sampah plastik. Gagalnya uji coba kebijakan plastik berbayar menunjukkan pemerintah tidak mempunyai roadmap untuk mengurangi konsumsi plastik.
 
Menurut dia, Kementerian LHK harusnya bergandengan tangan dengan Kementerian Keuangan untuk mengerem limbah plastik. Kemenkeu hendak mengenakan cukai cukai pada plastik.
 
"Ketidakjelasan kebijakan plastik berbayar juga terindikasi dengan tidak jelasnya penggunaan dana yang diperoleh dari plastik berbayar itu," terangnya.
 
Seharusnya, lanjutnya, dana yang dikoleksi dari plastik berbayar dikembalikan menjadi dana publik, untuk penanggulangan pencemaran lingkungan akibat sampah plastik.
 
Sebelumnya, Aprindo keberatan intervensi Pemerintah Daerah (Pemda) terhadap kebijakan plastik berbayar. Sebab intervensi tersebut membuat harga plastik menjadi tak karuan dan berbeda-beda antara satu daerah dengan yang lainnya.
 
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menjelaskan, intervensi yang dilakukan pemda sejatinya muncul karena pemerintah melimpahkan kewenangan untuk menentukan harga kantong plastik kepada pemda. Pelimpahan wewenang tersebut tercantum dalam Surat Edaran (SE) Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2016.
 
Kebijakan kantong plastik berbayar awalnya lewat SE Nomor 1230 Tahun 2016 yang berlaku selama tiga bulan sejak Februari 2016. Sementara beleid kedua diatur dalam SE Nomor 8/2016.
 
"Yang disayangkan, SE yang kedua itu tiba-tiba dan tidak sesuai harapan kami. Yaitu adanya pelimpahan wewenang kepada Pemda terhadap nilai (harga) dari plastik itu," kata Roy di Epicentrum Walk, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin 3 Oktober.
 
Roy mengungkapkan, masing-masing daerah telah menginterpretasikan masing-masing mengenai kebijakan tersebut. Alhasil, ada daerah yang menerapkan harga kantong plastik sebesar Rp1.500 hingga Rp5.000 per kantong.
 

 
Menurutnya, akibat interpretasi yang keliru tersebut maka kebijakan plastik berbayar menjadi berbeda di tiap kota. Padahal, ritel modern selama ini menerapkan harga berdasarkan sistem jejaring dengan penentuan harga dilakukan di tingkat pusat.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan