Jakarta: Penerbitan Seruan Gubernur (Sergub) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Kawasan Dilarang Merokok dikritik. Seruan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu dianggap merugikan retail.
"Kami dari stakeholder pertembakauan yang merupakan satu kesatuan dari hulu sampai hilir dirugikan atas kebijakan tersebut, ketika retail terdampak maka yang lain juga akan ikut terdampak," kata Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Azami Mohammad kepada wartawan, Sabtu, 2 Oktober 2021.
Menurut dia, seruan terkait penertiban tempat merokok itu perlu ditinjau ulang. Sebab, hal tersebut memicu reaksi negatif pelaku usaha retail. Padahal, bidang bisnis tersebut merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.
Baca: Ekonom Nilai Larangan Etalase Rokok Bakal Ganggu Dunia Usaha
Terdapat tiga poin dalam seruan itu. Pertama, meminta pengelola gedung atau fasilitas umum di DKI memasang tanda larangan merokok di setiap pintu masuk gedung dan memastikan tak ada yang merokok di kawasan dilarang merokok.
Kedua, pengelola kawasan diminta tak menyediakan asbak dan tempat pembuangan rokok di kawasan dilarang merokok. Ketiga, tidak memasang reklame rokok, baik di dalam maupun luar ruangan. Termasuk, tidak memajang kemasan rokok di tempat penjualan.
Azami mengatakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bergerak menutup reklame dan display rokok di swalayan dengan tirai. Hal tersebut yang menimbulkan munculnya reaksi negatif.
Di sisi lain, praktisi Hukum Pradnanda Berbudy menyebut Sergub itu merupakan diskresi. Sebab, bukan merupakan aturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Hal ini justru bertentangan dengan peraturan lain yang tidak memberikan sanksi terhadap display rokok.” kata Pradnanda.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id