Jakarta: Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz memutuskan menunda rapat dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Perusahaan BUMD itu tidak siap saat dicecar terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Direktur Utama nonaktif Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan.
"Kami ingin tahu dengan detail, data yang akurat, dan juga agar masalah-masalah seperti ini tidak terjadi lagi ke depan, ini harus kita antisipasi," ujar Abdul di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, Senin, 15 Maret 2021.
Abdul mengatakan menyelesaikan kasus rasuah tidak dapat didasarkan pada asumsi semata. Terlebih, kasus tersebut telah bergulir sejak era kepemimpinan sebelumnya.
"Ke depan, Sarana Jaya ini harus membuka kepada Dewan di lokasi-lokasi, tempat-tempat yang akan mereka beli, tanah untuk keperluan keperluan DP Rp0, dan sebagainya itu harus transparan," kata dia.
Komisi B telah menjadwalkan ulang rapat dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 29 Maret 2021. Perumda Pembangunan Sarana Jaya diminta menunjukkan data-data yang akurat dalam pertemuaan selanjutnya.
"Kami akan mengawasi lebih ketat lagi, lebih baik lagi, dan saya kira teman-teman wartawan juga bisa membantu kami, lakukanlah investigasi di lapangan dan kalau ada informasi-informasi berharga untuk kami silakan disampaikan kepada kami," tuturnya.
Baca: Kasus Korupsi Dirut Pembangunan Sarana Jaya Tak Pengaruhi Program Hunian DP Rp0
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Mereka yakni, Direktur Yoory C Pinontoan, serta dua pihak swasta, Anja Runtuwene dan Tommy Ardian. Lembaga Antikorupsi juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka koorporasi.
Keempat tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Ketua Komisi B DPRD
DKI Jakarta Abdul Aziz memutuskan menunda rapat dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Perusahaan BUMD itu tidak siap saat dicecar terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Direktur Utama nonaktif Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan.
"Kami ingin tahu dengan detail, data yang akurat, dan juga agar masalah-masalah seperti ini tidak terjadi lagi ke depan, ini harus kita antisipasi," ujar Abdul di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, Senin, 15 Maret 2021.
Abdul mengatakan menyelesaikan kasus rasuah tidak dapat didasarkan pada asumsi semata. Terlebih, kasus tersebut telah bergulir sejak era kepemimpinan sebelumnya.
"Ke depan, Sarana Jaya ini harus membuka kepada Dewan di lokasi-lokasi, tempat-tempat yang akan mereka beli, tanah untuk keperluan keperluan
DP Rp0, dan sebagainya itu harus transparan," kata dia.
Komisi B telah menjadwalkan ulang rapat dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 29 Maret 2021. Perumda Pembangunan Sarana Jaya diminta menunjukkan data-data yang akurat dalam pertemuaan selanjutnya.
"Kami akan mengawasi lebih ketat lagi, lebih baik lagi, dan saya kira teman-teman wartawan juga bisa membantu kami, lakukanlah investigasi di lapangan dan kalau ada informasi-informasi berharga untuk kami silakan disampaikan kepada kami," tuturnya.
Baca: Kasus Korupsi Dirut Pembangunan Sarana Jaya Tak Pengaruhi Program Hunian DP Rp0
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Mereka yakni, Direktur Yoory C Pinontoan, serta dua pihak swasta, Anja Runtuwene dan Tommy Ardian. Lembaga Antikorupsi juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka koorporasi.
Keempat tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)