medcom.id, Jakarta: Perusahaan farmasi diminta bertanggungjawab atas maraknya peredaran obat palsu. Perusahaan farmasi memiliki tanggung jawab moral untuk melakukan quality control terhadap produknya di pasaran.
"Mereka (perusahaan farmasi) punya datanya. Ketika harusnya meretur kalau obat sudah kedaluarsa. Kalau tidak ditarik berarti ada kesengajaan," kata Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Menurut Sularsi, menangkap pedagang eceran buat membongkar kasus obat kadaluarsa tidak akan menyelesaikan masalah. Sularsi meminta polisi memeriksa perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan. Sularsi yakin, kasus obat palsu banyak terjadi di wilayah lain selain Jabodetabek.
"Bukan hanya di hilir, di hulunya seperti perusahaan-perusahaannya perlu penekanan lebih intensif. Mereka (perusahaan farmasi) punya tanggung jawab dan kontribusi juga kepada produk-produknya," ujar Sularsi.
Menurut Sularsi, peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengungkap kasus penjualan obat kedaluarsa. Dia bilang, masyarakat harus teliti. Masyakat diminta melapor jika menemukan kejanggalan bentuk obat.
"Kalau melihat seperti fisik rusak atau tanggal kedaluwarsa sudah melebihi batas, laporakan saja ke instansi terkait ke BPOM atau ke perusahaanya. Peran masyarakat penting," kata Sularsi
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Fadil Imran mengatakan pengungkapan kasus penjualan obat kedaluwarsa merupakan pintu masuk buat menguak kasus serupa di daerah lain. Fadil menegaskan, pihaknya mendalami kasus ini dengan memeriksa semua pihak yang terlibat.
"Ini sebagai pintu masuk untuk menguak kasus serupa. Kita sudah memeriksa toko yang menjual obat kedaluarsa, termasuk pembuatan obat di pabrik. Kita akan dalami," kata Fadil.
Baca: Penjual Obat Palsu Bakal Didepak dari Pasar Jaya
Polisi menetapkan seorang tersangka berinisial M dalam kasus penjualan obat kedaluwarsa di kawasan Jalan Pramuka. Tersangka mengaku mendapat obat dari salah satu toko. M mengatakan, oknum sales dari salah satu perusahaan farmasi tidak menarik obat yang sudah kedaluwarsa di toko.
M menjual kembali obat kedaluwarsa dengan mengubah bentuk kemasan dan tanggal kedaluwarsa. M menjual obat di tokonya sendiri. M mengaku belajar sendiri cara memanipulasi kemasan obat kedaluwarsa.
"Saya dapat dari sales, dari toko. Sales tidak menarik lagi (obat kedaluwarsa)," kata M.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat 2 UU RI NO 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan Pasal 62 Jo Pasal 62 Jo Pasal 8 UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Pelaku Usaha yang melanggar Ketentuan dengan ancaman penjara paling lama lima tahun atau denda Rp2 miliar.
medcom.id, Jakarta: Perusahaan farmasi diminta bertanggungjawab atas maraknya peredaran obat palsu. Perusahaan farmasi memiliki tanggung jawab moral untuk melakukan
quality control terhadap produknya di pasaran.
"Mereka (perusahaan farmasi) punya datanya. Ketika harusnya meretur kalau obat sudah kedaluarsa. Kalau tidak ditarik berarti ada kesengajaan," kata Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Menurut Sularsi, menangkap pedagang eceran buat membongkar kasus obat kadaluarsa tidak akan menyelesaikan masalah. Sularsi meminta polisi memeriksa perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan. Sularsi yakin, kasus obat palsu banyak terjadi di wilayah lain selain Jabodetabek.
"Bukan hanya di hilir, di hulunya seperti perusahaan-perusahaannya perlu penekanan lebih intensif. Mereka (perusahaan farmasi) punya tanggung jawab dan kontribusi juga kepada produk-produknya," ujar Sularsi.
Menurut Sularsi, peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengungkap kasus penjualan obat kedaluarsa. Dia bilang, masyarakat harus teliti. Masyakat diminta melapor jika menemukan kejanggalan bentuk obat.
"Kalau melihat seperti fisik rusak atau tanggal kedaluwarsa sudah melebihi batas, laporakan saja ke instansi terkait ke BPOM atau ke perusahaanya. Peran masyarakat penting," kata Sularsi
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Fadil Imran mengatakan pengungkapan kasus penjualan obat kedaluwarsa merupakan pintu masuk buat menguak kasus serupa di daerah lain. Fadil menegaskan, pihaknya mendalami kasus ini dengan memeriksa semua pihak yang terlibat.
"Ini sebagai pintu masuk untuk menguak kasus serupa. Kita sudah memeriksa toko yang menjual obat kedaluarsa, termasuk pembuatan obat di pabrik. Kita akan dalami," kata Fadil.
Baca:
Penjual Obat Palsu Bakal Didepak dari Pasar Jaya
Polisi menetapkan seorang tersangka berinisial M dalam kasus penjualan obat kedaluwarsa di kawasan Jalan Pramuka. Tersangka mengaku mendapat obat dari salah satu toko. M mengatakan, oknum sales dari salah satu perusahaan farmasi tidak menarik obat yang sudah kedaluwarsa di toko.
M menjual kembali obat kedaluwarsa dengan mengubah bentuk kemasan dan tanggal kedaluwarsa. M menjual obat di tokonya sendiri. M mengaku belajar sendiri cara memanipulasi kemasan obat kedaluwarsa.
"Saya dapat dari sales, dari toko. Sales tidak menarik lagi (obat kedaluwarsa)," kata M.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat 2 UU RI NO 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan Pasal 62 Jo Pasal 62 Jo Pasal 8 UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Pelaku Usaha yang melanggar Ketentuan dengan ancaman penjara paling lama lima tahun atau denda Rp2 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)