Jakarta: Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan pelonggaran penggunaan masker harus dilakukan sangat hati-hati. Euforia atau percaya diri berlebihan dapat merugikan diri sendiri.
Dia menuturkan memakai masker merupakan perilaku yang mudah, murah, dan efektif dalam mencegah penularan penyakit yang memiliki droplet sebagai alat penularannya. Contohnya SARS CoV2.
"Kita belum berada di posisi yang cukup aman melakukan pelonggaran, dalam artinya pembebasan masker ini. Sebaiknya bersabar," kata Dicky dilansir Media Indonesia, 18 Mei 2022.
Baca: Indonesia Bakal Bangun Kantor Kedaruratan Kesehatan Tingkat ASEAN
Saat ini cakupan dua dosis vaksinasi reguler memang meningkat. Namun dalam konteks turunan Omicron seperti BA.2 harus diperkuat dengan booster.
Dicky menuturkan negara seperti Australia sudah bisa tidak menggunakan masker karena cakupan booster sudah di atas 70 persen. Sementara di Indonesia baru 42,7 juta orang atau belum mencapai 70 persen per 17 Mei 2022.
"Sehingga kita harus berhati-hati melihat situasi setempat apakah cakupan vaksinasi di atas 50 persen atau belum. Meskipun outdoor pun tidak menjamin aman, harus disertai dengan sirkulasi udara yang ada harus bagus," ungkap Dicky.
Dicky menjelaskan apabila di dagu merasakan embusan angin, maka sudah terbilang aman tidak memakai msker. Namun, jika minim angin sebaiknya harus tetap memakai masker.
"Jika pemerintah memiliki acuan maka harus diterangkan kepada publik terkait risikonya juga, agar publik bisa menilai apakah bisa memakai masker atau tidak," papar dia.
Selain itu, masih banyak masyarakat yang belum melakukan booster. Padahal imbauan booster sudah digencarkan sejak enam bulan.
"Sehingga risiko penularan masih ada sehingga kebijakan masker sebaiknya harus dilakukan dengan bijak dan tidak terburu-buru," tutur dia.
Jakarta: Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan pelonggaran
penggunaan masker harus dilakukan sangat hati-hati. Euforia atau percaya diri berlebihan dapat merugikan diri sendiri.
Dia menuturkan memakai masker merupakan perilaku yang mudah, murah, dan efektif dalam mencegah penularan penyakit yang memiliki droplet sebagai alat penularannya. Contohnya SARS CoV2.
"Kita belum berada di posisi yang cukup aman melakukan
pelonggaran, dalam artinya pembebasan masker ini. Sebaiknya bersabar," kata Dicky dilansir
Media Indonesia, 18 Mei 2022.
Baca:
Indonesia Bakal Bangun Kantor Kedaruratan Kesehatan Tingkat ASEAN
Saat ini cakupan dua dosis vaksinasi reguler memang meningkat. Namun dalam konteks turunan Omicron seperti BA.2 harus diperkuat dengan
booster.
Dicky menuturkan negara seperti Australia sudah bisa tidak menggunakan masker karena cakupan
booster sudah di atas 70 persen. Sementara di Indonesia baru 42,7 juta orang atau belum mencapai 70 persen per 17 Mei 2022.
"Sehingga kita harus berhati-hati melihat situasi setempat apakah cakupan vaksinasi di atas 50 persen atau belum. Meskipun
outdoor pun tidak menjamin aman, harus disertai dengan sirkulasi udara yang ada harus bagus," ungkap Dicky.
Dicky menjelaskan apabila di dagu merasakan embusan angin, maka sudah terbilang aman tidak memakai msker. Namun, jika minim angin sebaiknya harus tetap memakai masker.
"Jika pemerintah memiliki acuan maka harus diterangkan kepada publik terkait risikonya juga, agar publik bisa menilai apakah bisa memakai masker atau tidak," papar dia.
Selain itu, masih banyak masyarakat yang belum melakukan
booster. Padahal imbauan
booster sudah digencarkan sejak enam bulan.
"Sehingga risiko penularan masih ada sehingga kebijakan masker sebaiknya harus dilakukan dengan bijak dan tidak terburu-buru," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)