Jakarta: Eksploitasi air tanah dalam secara berlebihan oleh gedung tinggi di Ibu Kota dinilai bakal mempercepat kerusakan lingkungan. Kelestarian air pun bakal sulit dikembalikan seperti semula.
Pakar Tata Air Asep Mulyana menuturkan upaya yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan inspeksi dan audit penggunaan air tanah gedung tinggi masih belum terlambat. Meski demikian, kata Asep, diperlukan komitmen kuat semua pihak agar pelestarian lingkungan tetap terjaga.
"Saya rasa apa yang disampaikan Pak Anies secara teknis dan konsep sangat tepat. Artinya bahwa dia menyadari ada eksploitasi air yang berlebih luar biasa di kawasan Jakarta," ujar Asep kepada Medcom.id, Selasa, 20 Maret 2018.
Menurutnya, air tanah dalam yang diambil mesin pompa gedung tinggi saat ini merupakan volume air tawar yang berumur tua. Karenanya, butuh waktu yang cukup lama untuk air dari permukaan mengisi kembali ruang di tanah dalam tersebut.
"Rencana untuk tidak terlambat berbuat itu sesuatu yang perlu disampaikan. Pendekatan teknis bisa dilakukan dengan mengurangi eksploitasi. Kemudian memperbanyak sumur resapan, walaupun sumur resapan hanya bicara di air tanah dangkal bukan air dalam apalagi yang bertekanan," tutur dia.
(Baca juga: Eksploitasi Air Tanah Berdampak Intrusi Air Asin)
Bila eksploitasi berlebihan dibiarkan, dampak kerusakan lingkungan yang paling berat yakni, intrusi air asin dari laut yang terdorong ke aliran tanah dalam di daratan. Kondisi tersebut diperparah dengan unsur kesengajaan yang hanya memikirkan keuntungan kelompok tertentu.
Kehadiran sumur resapan, lanjut Asep, menjadi alternatif mengkonversi kewajiban gedung tinggi mengisi kembali cadangan air. Namun demikian, gedung tinggi di Ibu Kota tetap perlu mendapat pasokan alternatif dari sumber air yang dapat dilestarikan.
"Air yang diambil oleh gedung tinggi itu air yang relatif dalam, tapi minimal menjadi konversi kewajiban mereka menyelamatkan air untuk di wilayah Ibu Kota. Artinya tidak menjawab si pengambil air dengan sumur resapan selesai karena yang diambil oleh mereka air berumur tua, sekian puluh atau sekian ratus tahun yang lalu," papar dia.
Sumur resapan dinilai ampuh untuk menyerap genangan air di permukaan tanah. Agar bekerja maksimal sebagaimana fungsinya, kata Asep, dibutuhkan komitmen kuat dari pemilik lahan serta dorongan pemerintah melalui kebijakan agar air sebagai sumber penghidupan tetap terjaga.
"Upaya menyelamatkan air tanah dangkal itu sangat baik. Sumur resapan bisa ditempatkan di mana saja, tinggal memilih metodologi atau teknis yang tepat," tukas dia.
(Baca juga: Carut-Marut Pengelolaan Air Limbah Gedung Tinggi)
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/PNgJAv0K" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Eksploitasi air tanah dalam secara berlebihan oleh gedung tinggi di Ibu Kota dinilai bakal mempercepat kerusakan lingkungan. Kelestarian air pun bakal sulit dikembalikan seperti semula.
Pakar Tata Air Asep Mulyana menuturkan upaya yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan inspeksi dan audit penggunaan air tanah gedung tinggi masih belum terlambat. Meski demikian, kata Asep, diperlukan komitmen kuat semua pihak agar pelestarian lingkungan tetap terjaga.
"Saya rasa apa yang disampaikan Pak Anies secara teknis dan konsep sangat tepat. Artinya bahwa dia menyadari ada eksploitasi air yang berlebih luar biasa di kawasan Jakarta," ujar Asep kepada
Medcom.id, Selasa, 20 Maret 2018.
Menurutnya, air tanah dalam yang diambil mesin pompa gedung tinggi saat ini merupakan volume air tawar yang berumur tua. Karenanya, butuh waktu yang cukup lama untuk air dari permukaan mengisi kembali ruang di tanah dalam tersebut.
"Rencana untuk tidak terlambat berbuat itu sesuatu yang perlu disampaikan. Pendekatan teknis bisa dilakukan dengan mengurangi eksploitasi. Kemudian memperbanyak sumur resapan, walaupun sumur resapan hanya bicara di air tanah dangkal bukan air dalam apalagi yang bertekanan," tutur dia.
(Baca juga:
Eksploitasi Air Tanah Berdampak Intrusi Air Asin)
Bila eksploitasi berlebihan dibiarkan, dampak kerusakan lingkungan yang paling berat yakni, intrusi air asin dari laut yang terdorong ke aliran tanah dalam di daratan. Kondisi tersebut diperparah dengan unsur kesengajaan yang hanya memikirkan keuntungan kelompok tertentu.
Kehadiran sumur resapan, lanjut Asep, menjadi alternatif mengkonversi kewajiban gedung tinggi mengisi kembali cadangan air. Namun demikian, gedung tinggi di Ibu Kota tetap perlu mendapat pasokan alternatif dari sumber air yang dapat dilestarikan.
"Air yang diambil oleh gedung tinggi itu air yang relatif dalam, tapi minimal menjadi konversi kewajiban mereka menyelamatkan air untuk di wilayah Ibu Kota. Artinya tidak menjawab si pengambil air dengan sumur resapan selesai karena yang diambil oleh mereka air berumur tua, sekian puluh atau sekian ratus tahun yang lalu," papar dia.
Sumur resapan dinilai ampuh untuk menyerap genangan air di permukaan tanah. Agar bekerja maksimal sebagaimana fungsinya, kata Asep, dibutuhkan komitmen kuat dari pemilik lahan serta dorongan pemerintah melalui kebijakan agar air sebagai sumber penghidupan tetap terjaga.
"Upaya menyelamatkan air tanah dangkal itu sangat baik. Sumur resapan bisa ditempatkan di mana saja, tinggal memilih metodologi atau teknis yang tepat," tukas dia.
(Baca juga:
Carut-Marut Pengelolaan Air Limbah Gedung Tinggi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)