medcom.id, Jakarta: Kementerian Perhubungan akan membatasi jumlah kendaraan angkutan berbasis daring. Tujuannya, untuk menjaga keseimbangan antara suplai dan permintaan.
Peraturan ini berdasarkan PM 32 Tahun 2016 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Bila suplai melebihi permintaan dikhawatirkan pendapatan sopir akan berkurang. Sebaliknya, bila permintaan lebih besar dari suplai, maka masyarakat tidak bisa dilayani dengan baik
"Kalau salah satu tidak seimbang akan merugikan sekali. Misalnya, suplai lebih besar, nanti kasihan pengemudinya yang sudah ambil mobil tidak mampu bayar lisingya," kata Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Elly Andriani Sinaga di Balai Kota, Jakarta Pusat, Minggu, 26 Maret 2017.
Elly menuturkan, banyak rumus yang dipakai untuk menetapkan jumlah kendaraan yang boleh beroperasi. Salah satunya dilihat dari jumlah populasi penduduk setiap daerah.
"Rumus kuotanya bisa dilihat dari kondisi jalannya, jumlah populasi, kebijakan pemerintah terkait angkutan umum," ungkapnya.
Baca: Kemenhub Belum Tetapkan Tarif Atas dan Bawah
Selain itu, penetapan kuota juga bisa berdasarkan level of service. "Seperti berapa lama penumpang menunggu taksi," imbuh Elly.
Kementerian Perhubungan hingga kini masih belum bisa memastikan jumlah angkutan berbasis daring yang diperbolehkan beroperasi. Elly mengaku masih menghitung.
"Kami masih melakukan penghitungan. Masih dalam proses. Hasilnya satu bulan paling cepat," pungkasnya.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ObzBQoZb" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Kementerian Perhubungan akan membatasi jumlah kendaraan angkutan berbasis daring. Tujuannya, untuk menjaga keseimbangan antara suplai dan permintaan.
Peraturan ini berdasarkan PM 32 Tahun 2016 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Bila suplai melebihi permintaan dikhawatirkan pendapatan sopir akan berkurang. Sebaliknya, bila permintaan lebih besar dari suplai, maka masyarakat tidak bisa dilayani dengan baik
"Kalau salah satu tidak seimbang akan merugikan sekali. Misalnya, suplai lebih besar, nanti kasihan pengemudinya yang sudah ambil mobil tidak mampu bayar lisingya," kata Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Elly Andriani Sinaga di Balai Kota, Jakarta Pusat, Minggu, 26 Maret 2017.
Elly menuturkan, banyak rumus yang dipakai untuk menetapkan jumlah kendaraan yang boleh beroperasi. Salah satunya dilihat dari jumlah populasi penduduk setiap daerah.
"Rumus kuotanya bisa dilihat dari kondisi jalannya, jumlah populasi, kebijakan pemerintah terkait angkutan umum," ungkapnya.
Baca: Kemenhub Belum Tetapkan Tarif Atas dan Bawah
Selain itu, penetapan kuota juga bisa berdasarkan level of service. "Seperti berapa lama penumpang menunggu taksi," imbuh Elly.
Kementerian Perhubungan hingga kini masih belum bisa memastikan jumlah angkutan berbasis daring yang diperbolehkan beroperasi. Elly mengaku masih menghitung.
"Kami masih melakukan penghitungan. Masih dalam proses. Hasilnya satu bulan paling cepat," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)