medcom.id, Jakarta: Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) tanpa koridor atau tidak terkoneksi dengan halte TransJakarta kondisinya lebih buruk dari JPO koridor. Minimnya perawatan membuat kondisi JPO tak laik dan berdampak pada keselamatan serta tindak kriminal.
Selain insiden robohnya JPO tanpa koridor di Pasar Minggu Jakarta Selatan, kasus pemerkosaan dan perampokan juga pernah terjadi di JPO tanpa koridor di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada akhir 2015. Kejadian itu menimpa wanita berinisial RJ,23.
Kedua insiden itu menggambarkan bagaimana buruknya kondisi JPO tanpa koridor. Permasalahan mulai dari struktur bangunan yang sudah rapuh dan minimnya penerangan di JPO.
Pantuan Media Indonesia, di sepanjang Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, ada delapan JPO tanpa koridor dalam kondisi yang memperihatinkan. Seperti, JPO di kawasan Sumur Bor, Cengkareng, Jakarta Barat. JPO itu terdapat papan iklan di bagian gelagar atau konstruksi baja.
Papan iklan itu tak lagi di pasang secara aman, hanya kawat-kawat di lilitkan untuk menjaga agar papan iklan tetap menempel. Lampu yang terpasang pada papan iklan tampak rusak dan beberapa di antaranya sudah tidak terikat. Jika hujan deras disertai angin sangat memungkinkan lampu berikut papan iklan itu akan jatuh.
"Ini sudah hampir setahun enggak ada perbaikan, keropos, papan iklan pernah ada lampunya jatuh ke bawah kena pengendara motor. Beruntung enggak sampai luka," kata Imam, pemilik warung kelontong sekitar JPO, Senin (26/9/2016).
Suasana evakuasi jembatan penyeberangan orang di Pasar Minggu yang roboh. Foto: Reno Esnir/Antara.
JPO di kawasan Tegal Alur, Kalideres, pun tak jauh berbahaya. Kondisi JPO ini terlihat rapuh pada bagian besi baja dan beberapa papan alas kaki juga banyak yang berlubang hingga anak tangga yang hilang.
Bila dipijak, JPO tersebut bergoyang. Besi penyangga jalan terlihat sudah kropos dan sewaktu-waktu bisa saja roboh bila terhembus angin besar.
Baca: Ahok Sebut Ada Mafia Iklan Ingin Kuasai JPO
Di kawasan Tubagus Angke, dekat Jembatan Genit, Grogol Petamburan. Karat dan berlubangnya alas hanya tertutup menggunakan triplek tipis. Di JPO itu, lampu penerangan tak terpasang, sehingga ketika malam hari, banyak waria penjajah seksual mangkal di kawasan itu.
Kondisi seperti itu membuat warga lebih memilih menyebrang tanpa menggunakan JPO lantaran lebih dianggap berbahaya.
"Sebenarnya ini buat kami bingung. (menggunakan) JPO takut roboh, tidak menggunakan salah. Tapi lebih baik menyebrang langgsung deh tanpa JPO," kata Marni, 25, pengguna jalan di Tubagus Angke.
Wakil Kepala Dinas Perhubungan dan Transportas DKI, Sigit Widjatmoko mengatakan, pemeliharan JPO di Jakarta rutin dilakukan setiap bulan. Namun, pemeliharan itu bukan pada bagian struktur utama JPO.
"Setiap bulan itu pemeliharaan baik JPO koridor maupun non koridor hanya kanopi, pengencetan bukan pada struktur utama," kata Sigit.
Ia mengakui kondisi JPO tanpa koridor kondisinya lebih buruk dari JPO koridor. Menurut dia, usia menjadi salah satu faktor buruknya kondisi JPO tersebut. Pada dasarnya, kata Sigit, JPO yang telah 10 tahun lebih harusnya sudah dilakukan pembangunan ulang
"JPO koridor itu kan yang terakhir dibangun. Sementara yang non koridor itu dulu dibangun swasta dengan kompensasi iklan. Makanya saat ini JPO yang sudah 10 tahun ke atas seperti di Pasar Minggu itu kami ajukan untuk pembangunan ulang, perbaikan pada struktur utamanya," kata dia.
Pada tahun ini, kata Sigit, ada 15 JPO yang akan dibangun ulang. Adapun anggaran yang digunakan bukan dari APBD melainkan dari dana kewajiban pengembang dari kenaikan Koefesiensi Luas Bangun (KLB).
Dari catatan Dishub DKI, total ada 308 JPO di Jakarta. Namun pengelolaannya berada di bawah tiga intansi. Sebanyak 282 titik dikelola oleh Pemprov DKI. Kemudian 26 titik oleh Dirjen Bina Marga, yakni JPO yang melintas di atas jalan tol. Sisanya yakni 10 titik merupakan milik Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
"Kami akan koordinasikan dengan instansi lainnya untuk evaluasi ke depan," kata Sigit.
Baca: 307 JPO se-Jakarta Segera Diaudit
Selain itu, Dishub DKI juga akan melakukan inventarisir JPO berikut yang terdapat papan iklan di dalamya. Jika tak sesuai aturan, maka Dishub akan mencopot papan iklan tersebut.
"Sesuai konstruksi kami itu, (papan iklan) tidak ada penempatan di kanopi atap. Yang ada itu hanya pada gelagar dengan posisi melebar tidak melebihi sampai memanjang ke atas. Kalau tidak sesuai kami copot," ujar dia.
medcom.id, Jakarta: Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) tanpa koridor atau tidak terkoneksi dengan halte TransJakarta kondisinya lebih buruk dari JPO koridor. Minimnya perawatan membuat kondisi JPO tak laik dan berdampak pada keselamatan serta tindak kriminal.
Selain insiden robohnya JPO tanpa koridor di Pasar Minggu Jakarta Selatan, kasus pemerkosaan dan perampokan juga pernah terjadi di JPO tanpa koridor di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada akhir 2015. Kejadian itu menimpa wanita berinisial RJ,23.
Kedua insiden itu menggambarkan bagaimana buruknya kondisi JPO tanpa koridor. Permasalahan mulai dari struktur bangunan yang sudah rapuh dan minimnya penerangan di JPO.
Pantuan
Media Indonesia, di sepanjang Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, ada delapan JPO tanpa koridor dalam kondisi yang memperihatinkan. Seperti, JPO di kawasan Sumur Bor, Cengkareng, Jakarta Barat. JPO itu terdapat papan iklan di bagian gelagar atau konstruksi baja.
Papan iklan itu tak lagi di pasang secara aman, hanya kawat-kawat di lilitkan untuk menjaga agar papan iklan tetap menempel. Lampu yang terpasang pada papan iklan tampak rusak dan beberapa di antaranya sudah tidak terikat. Jika hujan deras disertai angin sangat memungkinkan lampu berikut papan iklan itu akan jatuh.
"Ini sudah hampir setahun enggak ada perbaikan, keropos, papan iklan pernah ada lampunya jatuh ke bawah kena pengendara motor. Beruntung enggak sampai luka," kata Imam, pemilik warung kelontong sekitar JPO, Senin (26/9/2016).

Suasana evakuasi jembatan penyeberangan orang di Pasar Minggu yang roboh. Foto: Reno Esnir/Antara.
JPO di kawasan Tegal Alur, Kalideres, pun tak jauh berbahaya. Kondisi JPO ini terlihat rapuh pada bagian besi baja dan beberapa papan alas kaki juga banyak yang berlubang hingga anak tangga yang hilang.
Bila dipijak, JPO tersebut bergoyang. Besi penyangga jalan terlihat sudah kropos dan sewaktu-waktu bisa saja roboh bila terhembus angin besar.
Baca: Ahok Sebut Ada Mafia Iklan Ingin Kuasai JPO
Di kawasan Tubagus Angke, dekat Jembatan Genit, Grogol Petamburan. Karat dan berlubangnya alas hanya tertutup menggunakan triplek tipis. Di JPO itu, lampu penerangan tak terpasang, sehingga ketika malam hari, banyak waria penjajah seksual mangkal di kawasan itu.
Kondisi seperti itu membuat warga lebih memilih menyebrang tanpa menggunakan JPO lantaran lebih dianggap berbahaya.
"Sebenarnya ini buat kami bingung. (menggunakan) JPO takut roboh, tidak menggunakan salah. Tapi lebih baik menyebrang langgsung deh tanpa JPO," kata Marni, 25, pengguna jalan di Tubagus Angke.
Wakil Kepala Dinas Perhubungan dan Transportas DKI, Sigit Widjatmoko mengatakan, pemeliharan JPO di Jakarta rutin dilakukan setiap bulan. Namun, pemeliharan itu bukan pada bagian struktur utama JPO.
"Setiap bulan itu pemeliharaan baik JPO koridor maupun
non koridor hanya kanopi, pengencetan bukan pada struktur utama," kata Sigit.
Ia mengakui kondisi JPO tanpa koridor kondisinya lebih buruk dari JPO koridor. Menurut dia, usia menjadi salah satu faktor buruknya kondisi JPO tersebut. Pada dasarnya, kata Sigit, JPO yang telah 10 tahun lebih harusnya sudah dilakukan pembangunan ulang
"JPO koridor itu kan yang terakhir dibangun. Sementara yang
non koridor itu dulu dibangun swasta dengan kompensasi iklan. Makanya saat ini JPO yang sudah 10 tahun ke atas seperti di Pasar Minggu itu kami ajukan untuk pembangunan ulang, perbaikan pada struktur utamanya," kata dia.
Pada tahun ini, kata Sigit, ada 15 JPO yang akan dibangun ulang. Adapun anggaran yang digunakan bukan dari APBD melainkan dari dana kewajiban pengembang dari kenaikan Koefesiensi Luas Bangun (KLB).
Dari catatan Dishub DKI, total ada 308 JPO di Jakarta. Namun pengelolaannya berada di bawah tiga intansi. Sebanyak 282 titik dikelola oleh Pemprov DKI. Kemudian 26 titik oleh Dirjen Bina Marga, yakni JPO yang melintas di atas jalan tol. Sisanya yakni 10 titik merupakan milik Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
"Kami akan koordinasikan dengan instansi lainnya untuk evaluasi ke depan," kata Sigit.
Baca: 307 JPO se-Jakarta Segera Diaudit
Selain itu, Dishub DKI juga akan melakukan inventarisir JPO berikut yang terdapat papan iklan di dalamya. Jika tak sesuai aturan, maka Dishub akan mencopot papan iklan tersebut.
"Sesuai konstruksi kami itu, (papan iklan) tidak ada penempatan di kanopi atap. Yang ada itu hanya pada gelagar dengan posisi melebar tidak melebihi sampai memanjang ke atas. Kalau tidak sesuai kami copot," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)