Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI. Foto: MTVN/Lis Pratiwi.
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI. Foto: MTVN/Lis Pratiwi.

Alasan Warga Tolak Raperda Reklamasi Teluk Jakarta

Lis Pratiwi • 26 Juli 2017 15:00
medcom.id, Jakarta: Warga yang tergabung Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI. Mereka menolak dua rancangan peraturan daerah (Raperda) reklamasi yang dibahas DPRD DKI Jakarta.
 
Raperda tersebut mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan mengenai Raperda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTTKS Pantura).
 
Ada tujuh alasan yang membuat mereka menolak Raperda itu.
 
Baca: Luhut: Tidak Ada Alasan Hentikan Proyek Reklamasi
 
Pertama, kedua Raperda disusun tanpa melibatkan masyarakat terdampak. Kedua, Raperda disusun tanpa Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur) dan rencana zonasi tata ruang laut kawasan strategis wilayah Jabodetabekpunjur.
 
"Kita minta perda ini dibatalkan karena landasan hukum aturan yang di atasnya itu belum ada. Termasuk tentang kawasan Jabodetabekpunjur," ujar Nelson Nikedemus Simamora, aktivis LBH di Jakarta Pusat, Rabu 26 Juli 2017.
 
Alasan ketiga, menurut Nelson Raperda mengakomodir kepentingan pengembang properti reklamasi. Keempat, Rakerda bertentangan dengan UU bomor 7 Tahun 2017 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.
 
Kelima, Raperda disusun dengan cara tidak terpuji melalui korupsi yang dilakukan anggota DPRD Muhammad Sanusi yang diduga melibatkan banyak anggota dewan lainnya. Korupsi ini dilakukan dalam upaya lobby bersama pengembang reklamasi.

Baca: Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Ancam Demo Lebih Besar
 
"Kelihatan banget bisnisnya, ada tekananya. Apalagi waktu dibahas kemarin bulan April 2016 ada penangkapan kan. Jadi mereka ditangkapnya waktu soal kontribusi tambahan itu," kata Nelson.
 
Keenam, usaha penyusunan Raperda sekaligus membuktikan bahwa reklamasi adalah proyek ilegal karena disusun setelah rencana reklamasi dilakukan, bukan sebaliknya. Dan alasan ketujuh, pembangunan reklamasi berdampak pada hilangnya akses nelayan akan sumber kehidupan.
 
"Laut jadi dangkal, kapal tidak bisa ke darat. Harus nunggu pasang dulu bisa masuk, itu menghambat mereka, kehidupan mereka terganggu," terang Nelson.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan