medcom.id, Jakarta: Pemerintah dinilai perlu mentransformasi taksi konvensional. Hal itu terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut 14 Pasal terkait taksi daring dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017.
"Permenhub tidak mampu menyesuaikan dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang mampu menyediakan transportasi secara murah, aman dan cepat," kata Anggota Komisi V DPR RI Muhammad Nizar Zahro melalui keterangan tertulis kepada Metrotvnews.com, Rabu 23 Agustus 2017.
Menurut Nizar, tuntutan driver taksi online yang dikabulkan MA membuktikan Permenhub tersebut bertentangan dengan payung hukum di atasnya. Dalam putusannya MA, setidaknya ada 14 poin yang dianggap bertentangan UU No.20/2008 Tentang Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM dan UU No. 22/2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).
"Semestinya pemerintah sebagai regulator harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada. Terlihat bahwa rakyatlah yang lebih responsif menyesuaikan diri dibanding pemerintah yang terlihat masih bergaya pola lama," ucap Nizar.
Baca: Putusan MA soal Taksi Online Dinilai Membingungkan
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya berterima kasih kepada elemen masyarakat yang mampu beradaptasi secara cepat dengan perkembangan yang ada. Pemerintah sepatutnya bisa mendukungnya dengan menyiapkan regulasi yang memudahkan.
"Untuk menyelamatkan operator transportasi konvensional, pemerintah bisa menjadi fasilitator agar operator konvensional bisa bertransformasi dan berinovasi lebih cepat," ujarnya.
Baca: Sopir Taksi Makin Kalah
Ia menambahkan, pemerintah tidak cukup hanya taat azas dan menghormati keputusan MA. Pemerintah dituntut segera membuat regulasi yang berpihak kepada transportasi online dan juga yang mendukung transportasi konvensional untuk secepatnya melakukan transformasi.
Pelajaran penting lainnya, jika pemerintah membuat Peraturan Menteri hendaknya mengindahkan payung hukum di atasnya. Karena jika memaksakan diri membuat peraturan menteri yang bertentangan dengan UU akan rentan digugat.
"Pemerintah harus ingat bahwa UU dibuat oleh pemerintah dan DPR dengan menyerap berbagai aspirasi elemen masyarakat," ujarnya.
medcom.id, Jakarta: Pemerintah dinilai perlu mentransformasi taksi konvensional. Hal itu terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut 14 Pasal terkait taksi daring dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017.
"Permenhub tidak mampu menyesuaikan dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang mampu menyediakan transportasi secara murah, aman dan cepat," kata Anggota Komisi V DPR RI Muhammad Nizar Zahro melalui keterangan tertulis kepada
Metrotvnews.com, Rabu 23 Agustus 2017.
Menurut Nizar, tuntutan
driver taksi
online yang dikabulkan MA membuktikan Permenhub tersebut bertentangan dengan payung hukum di atasnya. Dalam putusannya MA, setidaknya ada 14 poin yang dianggap bertentangan UU No.20/2008 Tentang Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM dan UU No. 22/2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).
"Semestinya pemerintah sebagai regulator harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada. Terlihat bahwa rakyatlah yang lebih responsif menyesuaikan diri dibanding pemerintah yang terlihat masih bergaya pola lama," ucap Nizar.
Baca: Putusan MA soal Taksi Online Dinilai Membingungkan
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya berterima kasih kepada elemen masyarakat yang mampu beradaptasi secara cepat dengan perkembangan yang ada. Pemerintah sepatutnya bisa mendukungnya dengan menyiapkan regulasi yang memudahkan.
"Untuk menyelamatkan operator transportasi konvensional, pemerintah bisa menjadi fasilitator agar operator konvensional bisa bertransformasi dan berinovasi lebih cepat," ujarnya.
Baca: Sopir Taksi Makin Kalah
Ia menambahkan, pemerintah tidak cukup hanya taat azas dan menghormati keputusan MA. Pemerintah dituntut segera membuat regulasi yang berpihak kepada transportasi online dan juga yang mendukung transportasi konvensional untuk secepatnya melakukan transformasi.
Pelajaran penting lainnya, jika pemerintah membuat Peraturan Menteri hendaknya mengindahkan payung hukum di atasnya. Karena jika memaksakan diri membuat peraturan menteri yang bertentangan dengan UU akan rentan digugat.
"Pemerintah harus ingat bahwa UU dibuat oleh pemerintah dan DPR dengan menyerap berbagai aspirasi elemen masyarakat," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)