Jakarta: Membengkaknya sejumlah pos anggaran di APBD 2018 dipertanyakan Indonesia Corruption Watch (ICW). Salah satu yang mencuat adalah naiknya anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Terkait persoalan ini, ICW menilai komunikasi anggaran Pemprov DKI yang digawangi Anies Baswedan-Sandiaga Uno tak berjalan dengan baik. Indikatornya, banyak pertanyaan yang menggelayut di masyarakat.
"Bicara transparansi APBD, itu sesuatu yang memang sudah ada di era Pak Jokowi-Ahok. Tetapi (era Anies-Sandi) agak buruk. Komunikasi anggarannya menurut saya tak terjadi,” ujar Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas saat dihubungi medcom.id, Kamis, 23 November 2017.
Persoalan anggaran, kata dia, merupakan hal yang sensitif. Informasi mengenai anggaran disebut salah satu indikator transparansi.
"Maka, harus ada komunikasi yang jelas antara pemimpin dengan rakyat. Apalagi ada beberapa kejanggalan dan pembengakakan di APBD 2018. Komunikasi tak cukup melalui penjelasan retorika disertai senyum-senyum sebagai pelengkap," kata Firdaus.
Ia juga mengkritisi kinerja Anies-Sandi yang belum memiliki terobosan mengenai anggaran. "Kita menunggu seperti apa komunikasi anggaran yang dimiliki pasangan ini," kata dia.
Baca: Pemprov DKI Nilai Anggaran TGUPP Masih Wajar
Membengkaknya anggaran TGUPP dari Rp2,3 triliun menjadi Rp28 triliun banyak dipertanyakan. Namun, Pemprov DKI menganggap tak ada masalah.
Biro Kepegawaian Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menilai anggaran TGUPP masih dalam batas wajar. Anggaran TGUPP tak membebani postur APBD DKI 2018.
"Kalau anggaran belanja pegawai itu tidak boleh melebihi 30 persen. Jadi, kira-kira maksimal belanja pegawai Rp21 triliun," kata Kepala Biro Kepegawaian Pemprov DKI Agus Suradika.
Menurut dia, saat ini belanja pegawai Pemprov DKI baru menyentuh Rp19 triliun atau 26,7 persen dari total APBD. Jadi, anggaran TGUPP yang mencapai Rp28,3 miliar tak terlalu berpengaruh.
"Jadi, kalau tambahan Rp200 miliar masih lumrah dan itu tadi belum tentu dipakai semua," kata dia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/yKXVGYOb" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Membengkaknya sejumlah pos anggaran di APBD 2018 dipertanyakan Indonesia Corruption Watch (ICW). Salah satu yang mencuat adalah naiknya anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Terkait persoalan ini, ICW menilai komunikasi anggaran Pemprov DKI yang digawangi Anies Baswedan-Sandiaga Uno tak berjalan dengan baik. Indikatornya, banyak pertanyaan yang menggelayut di masyarakat.
"Bicara transparansi APBD, itu sesuatu yang memang sudah ada di era Pak Jokowi-Ahok. Tetapi (era Anies-Sandi) agak buruk. Komunikasi anggarannya menurut saya tak terjadi,” ujar Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas saat dihubungi
medcom.id, Kamis, 23 November 2017.
Persoalan anggaran, kata dia, merupakan hal yang sensitif. Informasi mengenai anggaran disebut salah satu indikator transparansi.
"Maka, harus ada komunikasi yang jelas antara pemimpin dengan rakyat. Apalagi ada beberapa kejanggalan dan pembengakakan di APBD 2018. Komunikasi tak cukup melalui penjelasan retorika disertai senyum-senyum sebagai pelengkap," kata Firdaus.
Ia juga mengkritisi kinerja Anies-Sandi yang belum memiliki terobosan mengenai anggaran. "Kita menunggu seperti apa komunikasi anggaran yang dimiliki pasangan ini," kata dia.
Baca: Pemprov DKI Nilai Anggaran TGUPP Masih Wajar
Membengkaknya anggaran TGUPP dari Rp2,3 triliun menjadi Rp28 triliun banyak dipertanyakan. Namun, Pemprov DKI menganggap tak ada masalah.
Biro Kepegawaian Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menilai anggaran TGUPP masih dalam batas wajar. Anggaran TGUPP tak membebani postur APBD DKI 2018.
"Kalau anggaran belanja pegawai itu tidak boleh melebihi 30 persen. Jadi, kira-kira maksimal belanja pegawai Rp21 triliun," kata Kepala Biro Kepegawaian Pemprov DKI Agus Suradika.
Menurut dia, saat ini belanja pegawai Pemprov DKI baru menyentuh Rp19 triliun atau 26,7 persen dari total APBD. Jadi, anggaran TGUPP yang mencapai Rp28,3 miliar tak terlalu berpengaruh.
"Jadi, kalau tambahan Rp200 miliar masih lumrah dan itu tadi belum tentu dipakai semua," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)