Ilustrasi MRT Jakarta. Foto: AFP/Bay Ismoyo
Ilustrasi MRT Jakarta. Foto: AFP/Bay Ismoyo

Kaleidoskop 2019: Transformasi Transportasi Ibu Kota

Fauzan Hilal • 24 Desember 2019 12:10
Jakarta: Era baru transportasi ibu kota dimulai tahun ini. Moda raya terpadu (MRT) dan lintas raya terpadu (LRT) resmi beroperasi meski keberadaannya belum menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta.
 
Keberadaan angkutan massal berbasis rel itu menjadi angin segar bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Kini Jakarta memiliki transportasi modern seperti negara tetangga yang sudah lebih dulu move on.
 
Tak dimungkiri keberadaan MRT, LRT, TransJakarta, taksi, dan ojek online telah menggeser keberadaan Metro Mini dan Kopaja yang wujudnya seperti 'zombie'. Ada, tapi tak berdaya.
 
Angkutan umum konvensional mulai ditinggal, masyarakat dipaksa beradaptasi, meninggalkan kebiasaan lama. Semua kini serba cashless. Tidak nampak lagi petugas meminta karcis atau mencari kembalian buat bayar ongkos. Semua serba tap and go atau bayar lewat aplikasi.
 
Semua itu bagian dari upaya pemerintah memodernisasi transportasi serta menekan kemacetan lalu lintas di ibu kota yang menimbulkan kerugian Rp65 triliun tiap tahun.
 
"Setiap tahun kita kehilangan Rp65 triliun di Jabodetabek gara-gara kemacetan. Kalau kita jadikan barang, ini sudah jadi MRT, jadi LRT. Lima tahun sudah jadi barang bukan asap yang memenuhi kota," kata Presiden Joko Widodo.
 
Setahun berselang, ucapan Jokowi jadi kenyataan. Pada 1 April 2019, MRT fase I koridor Bundaran HI-Lebak Bulus sepanjang 16 kilometer beroperasi komersial.  Total biaya pembangunan yang dikeluarkan Rp16 triliun.
 
Pendanaan itu dituangkan dalam skema three sub level agreement, yakni pinjaman Japan International Cooperation Agency (JICA) yang telah diterima Kementerian Keuangan. Penerimaan itu lantas dihibahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta sebesar 51 persen. Pemerintah Pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan, diberi porsi 49 persen.
 
Jangka waktu yang diberikan untuk pelunasan utang itu selama 40 tahun setelah kontrak diteken, ditambah masa tenggang (grace period) 10 tahun, yakni pada 2055.
 
Dalam pengoperasiannya, biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan stasiun membutuhkan Rp500 miliar per tahun. Jika hanya mengandalkan penjualan tiket, tidak akan cukup.
 
Pemda DKI memberikan subsidi tiket penumpang yang seharusnya Rp30 ribu per penumpang menjadi Rp14 ribu sekali jalan.
 
Subsidi Pemprov DKI menjadi komponen pendapatan MRT paling besar, yakni 58 persen (Rp560 miliar) disusul nontiket (iklan) 24 persen sekitar Rp225 miliar dan tiket (farebox) 18 persen sekitar Rp180 miliar.
 
Pemerintah kini bersiap melakukan pembangunan MRT Fase II, yakni dari Bundaran HI ke Kota dengan skema pembiayaan yang sama dari JICA.
 
Kebutuhan investasi pembangunan konstruksi di Fase II ini lebih tinggi dari Fase I, yakni Rp22,5 triliun meskipun jaraknya lebih pendek sekitar sembilan kilometer.
 

LRT Beroperasi Komersial

Melengkapi keberadaan MRT, Minggu, 1 Desember 2019, LRT Jakarta rute Velodrome-Kelapa Gading mulai beroperasi komersial. Tarifnya, Rp5 ribu sekali jalan.
 
PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menyebut  biaya permbangunan LRT sepanjang 5,8 kilometer tersebut mencapai Rp 5,3 triliun.
 
Selain LRT Jakarta, ada juga LRT Jabodebek yang dioperasikan PT Adhi Karya. LRT Jabodebek terdiri dari tiga lintas, yakni lintas Cawang-Cibubur, Cawang-Dukuh Atas, dan Cawang-Bekasi Timur. Progres pembangunan LRT sudah 67,56 persen per 22 November 2019.
 
Total biaya proyek LRT Jabodebek mencapai Rp 20,752 triliun atau sebesar Rp 467,08 miliar/km.
 

Integrasi Antarmoda

Keberadaan MRT dan LRT tidak akan efektif jika tidak didukung angkutan penghubung yang mengintegrasikan semua moda transportasi.
 
Pemprov DKI meluncurkan Jak Lingko yang diklaim menjadi sistem transportasi terintegrasi baik rute, prasarana , maupun pembayarannya.
 
Integrasi tidak hanya melibatkan bus besar, medium, serta kecil dan TransJakarta, tetapi juga MRT dan LRT. Sistem Jak Lingko juga mengintegrasikan prasarana dengan PT KCI dan Railink milik PT KAI. Pemprov DKI menargetkan 10.047 armada terintegrasi Jak Lingko.
 
Pemprov DKI berharap perpindahan dari kendaraan pribadi ke transportasi umum dapat mengurangi polusi udara dan kemacetan.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan