Ilustrasi kemacetan di Jakarta. MI
Ilustrasi kemacetan di Jakarta. MI

Jakarta Kian Macet, Pengamat: Perlu Upaya Kurangi Kendaraan Pribadi

Rahmatul Fajri • 11 Februari 2023 13:41
Jakarta: Kemacetan di DKI Jakarta merupakan persoalan klasik yang belum terselesaikan. Sempat mereda pada pandemi covid-19, kini macet di Jakarta kembali parah.
 
Berdasarkan pantauan Media Indonesia di lapangan, ruas jalan seperti Sudirman-Thamrin hingga ke Blok M dan Fatmawati terdapat antrean panjang kendaraan, khususnya pada pagi dan sore hari.
 
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menilai kemacetan akibat jumlah kendaraan pribadi yang lebih banyak ketimbang transportasi umum.

Dia menilai masyarakat cenderung menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil. Padahal, kata dia, Jakarta memiliki transportasi publik, seperti commuter line atau KRL, TransJakarta, moda raya terpadu atau MRT yang cakupannya hingga 92 persen.
 
"Meski di Jakarta itu sudah diberikan transportasi publik yang cukup baik, cakupannya sudah sampai 92 persen, masalahnya orang Jakarta termasuk Indonesia ini masih senang menggunakan sepeda motor. Kendalanya itu," kata Djoko kepada Media Indonesia, Sabtu, 11 Februari 2023.
 
Djoko menyoroti adanya industri sepeda motor Indonesia yang sudah kebablasan. Dia menilai antara kebijakan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan tidak sinkron.
 
"Kementerian Perindustrian hanya melihat sisi ekonomi, sementara (Kementerian) Perhubungan selalu melihat sisi keselamatan. Namanya keselamatan lebih utama dari ekonomi, ini yang sebenarnya mulai dipikirkan," kata dia.
 

Baca Juga: Jakarta Kembali Macet Parah, Polda Metro: Mari Tertib Berlalu Lintas


Dia menilai perlu langkah untuk mengurangi kendaraan pribadi di jalanan guna menekan kemacetan. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan ganjil genap. Namun, kebijakan itu masih bisa diakali dengan membeli mobil dan memasang pelat yang berbeda. Dampaknya jumlah mobil ikut bertambah.
 
Dia menilai jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) perlu direalisasikan di Jakarta. Dia mengambil contoh Singapura yang menerapkan ERP, bahkan jauh sebelum transportasi umumnya sudah bagus.
 
"ERP itu di Singapura lebih gawat lagi, dia ERP itu saat transportasi publik belum bagus sekali, mending Jakarta sekarang sudah bagus. Kalau sudah mikir masa depan lakukan ERP," ujar dia.
 
Dia mengatakan ERP bisa diterapkan tanpa terkecuali. Tidak ada yang diistimewakan dalam kebijakan tersebut. Sehingga, para pengguna kendaraan pribadi bisa beralih ke transportasi umum.
 
Namun, dia memberi catatan ketika ERP diterapkan. Dia mengatakan perlu adanya transportasi umum yang layak dan menyentuh kantung permukiman di wilayah penyangga.
 
Selain itu, ada transportasi umum yang layak dan bagus untuk warga dengan berpenghasilan menengah ke atas. Dengan fasilitas yang bagus, tepat waktu, dan warga dengan ekonomi menengah ke atas bisa beralih ke transportasi umum.
 
"Perbanyak Royal Trans, Jconnection yang menyasar kawasan elite untuk orang kaya yang tidak mau desak-desakan. Itu angkutan umum bersifat privat, bayar mahal, tapi secara total lebih murah ketimbang bawa mobil sendiri," kata dia.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan