medcom.id, Jakarta: Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang dilantik 16 Oktober 2017 bakal langsung mendapat pekerjaan. Pasalnya, sejumlah koalisi meminta Anies-Sandi berkpikir ulang terhadap revitalisasi jalur trotoar Sudirman-Thamrin yang merupakan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.
"Kami berharap Pemprov DKI Jakarta, di bawah kepemimpinan yang segera berganti, bersedia untuk memikirkan ulang berbagai alternatif yang lebih baik dibandingkan yang sekarang sudah diputuskan," kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin, dalam siaran persnya pada Minggu 8 Oktober 2017.
Ada sebanyak enam koalisi, mereka tergabung dalam Gerakan #Ayopelukpohon. Selain KPBB, ada Koalisi Pejalan Kaki, Thamrin School of Climate Change and Sustainability, WALHI Jakarta, Rujak Center for Urban Studies dan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA).
(Baca juga: Revitalisasi Trotoar Sudirman-Thamrin Rampung Agustus 2018)
Kata Safrudin, detail rencana revitalisasi jalur trotoar Sudirman-Thamrin harus diperbaiki, utamanya perlakukan terhadap pohon-pohon yang ada di koridor tersebut. Pemindahan pohon yang dijanjikan Pemprov DKI dirasa masih kurang tepat.
"Apa yang direncanakan tersebut sesungguhnya tidaklah optimal karena alternatifnya masih bisa diajukan, yaitu penataan pedestrian tanpa memindahkan pohon-pohon sama sekali atau setidaknya minim pemindahan pohon," tegas dia.
Koordinator Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus menjelaskan enam hal penolakan kebijakan penataan atau revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin.
Pertama, tidak ada perhitungan yang memadai atas dampak lingkungan dan dampak sosial dari pemindahan pohon tersebut. Menurutnya, di tempat-tempat yang pohonnya dihilangkan akan mengalami pemburukan mutu udara dan penurunan kenyamanan.
"Kalau pun pohon akan digantikan, bahkan ditambah menjadi lebih banyak, akan ada waktu yang cukup panjang bagi munculnya dampak lingkungan dan sosial negatif itu sebelum kembali seperti semula, dan butuh waktu lebih lama lagi untuk menjadikan koridor ini sebagai tempat yang lebih baik secara lingkungan dan sosial," tuturnya.
Kedua, tidak ada kalkulasi alternatif dari apa yang bisa dilakukan selain memindahkan pohon. Kalkulasi alternatif dianggap sangat penting agar tujuan bisa dicapai dengan proses yang lebih baik.
Ketiga, transparensi terkait proyek tersebut sangatlah buruk, tidak seperti pekerjaan Pemprov DKI Jakarta lainnya yang prosesnya bisa dipantau masyarakat dengan mudah. Pekerjaan ini terkesan terburu-buru dan banyak hal yang tidak diketahui oleh publik.
(Baca juga: Warga tak Ingin Sabuk Hijau Sudirman-Thamrin Dipindah)
Keempat, pemindahan pohon merupakan tindakan yang menurunkan fungsi aset (pohon-pohon yang selama ini sudah ada) yang dibiayai pengadaan, penanaman dan pemeliharaannya melalui investasi publik. Hal ini, bisa diartikan berpotensi menjadi kerugian negara dan menjadi tindak pidana sebagaimana yang dinyatakan dalam KUHP Pasal 406.
Kelima, tidak ada pertimbangan matang atas dampak lingkungan dan sosial serta alternatif yang bisa dipilih, maka proyek ini bisa dianggap pemborosan. Pemindahan pohon membutuhkan biaya yang tidak sedikit, demikian pula dengan pengadaan, penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon penggantinya.
Keenam, minimnya diskusi tentang dampak dan alternatif tindakan yang bisa diambil, ketiadaan konsultasi publik dan rendahnya transparansi membuat proyek ini membuka kemungkinan korupsi.
"Hal ini sesungguhnya bisa dihindari apabila Pemprov DKI Jakarta tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan atas apa yang bisa dilakukan," tutup dia.
medcom.id, Jakarta: Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang dilantik 16 Oktober 2017 bakal langsung mendapat pekerjaan. Pasalnya, sejumlah koalisi meminta Anies-Sandi berkpikir ulang terhadap revitalisasi jalur trotoar Sudirman-Thamrin yang merupakan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.
"Kami berharap Pemprov DKI Jakarta, di bawah kepemimpinan yang segera berganti, bersedia untuk memikirkan ulang berbagai alternatif yang lebih baik dibandingkan yang sekarang sudah diputuskan," kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin, dalam siaran persnya pada Minggu 8 Oktober 2017.
Ada sebanyak enam koalisi, mereka tergabung dalam Gerakan #Ayopelukpohon. Selain KPBB, ada Koalisi Pejalan Kaki, Thamrin School of Climate Change and Sustainability, WALHI Jakarta, Rujak Center for Urban Studies dan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA).
(Baca juga:
Revitalisasi Trotoar Sudirman-Thamrin Rampung Agustus 2018)
Kata Safrudin, detail rencana revitalisasi jalur trotoar Sudirman-Thamrin harus diperbaiki, utamanya perlakukan terhadap pohon-pohon yang ada di koridor tersebut. Pemindahan pohon yang dijanjikan Pemprov DKI dirasa masih kurang tepat.
"Apa yang direncanakan tersebut sesungguhnya tidaklah optimal karena alternatifnya masih bisa diajukan, yaitu penataan pedestrian tanpa memindahkan pohon-pohon sama sekali atau setidaknya minim pemindahan pohon," tegas dia.
Koordinator Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus menjelaskan enam hal penolakan kebijakan penataan atau revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin.
Pertama, tidak ada perhitungan yang memadai atas dampak lingkungan dan dampak sosial dari pemindahan pohon tersebut. Menurutnya, di tempat-tempat yang pohonnya dihilangkan akan mengalami pemburukan mutu udara dan penurunan kenyamanan.
"Kalau pun pohon akan digantikan, bahkan ditambah menjadi lebih banyak, akan ada waktu yang cukup panjang bagi munculnya dampak lingkungan dan sosial negatif itu sebelum kembali seperti semula, dan butuh waktu lebih lama lagi untuk menjadikan koridor ini sebagai tempat yang lebih baik secara lingkungan dan sosial," tuturnya.
Kedua, tidak ada kalkulasi alternatif dari apa yang bisa dilakukan selain memindahkan pohon. Kalkulasi alternatif dianggap sangat penting agar tujuan bisa dicapai dengan proses yang lebih baik.
Ketiga, transparensi terkait proyek tersebut sangatlah buruk, tidak seperti pekerjaan Pemprov DKI Jakarta lainnya yang prosesnya bisa dipantau masyarakat dengan mudah. Pekerjaan ini terkesan terburu-buru dan banyak hal yang tidak diketahui oleh publik.
(Baca juga:
Warga tak Ingin Sabuk Hijau Sudirman-Thamrin Dipindah)
Keempat, pemindahan pohon merupakan tindakan yang menurunkan fungsi aset (pohon-pohon yang selama ini sudah ada) yang dibiayai pengadaan, penanaman dan pemeliharaannya melalui investasi publik. Hal ini, bisa diartikan berpotensi menjadi kerugian negara dan menjadi tindak pidana sebagaimana yang dinyatakan dalam KUHP Pasal 406.
Kelima, tidak ada pertimbangan matang atas dampak lingkungan dan sosial serta alternatif yang bisa dipilih, maka proyek ini bisa dianggap pemborosan. Pemindahan pohon membutuhkan biaya yang tidak sedikit, demikian pula dengan pengadaan, penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon penggantinya.
Keenam, minimnya diskusi tentang dampak dan alternatif tindakan yang bisa diambil, ketiadaan konsultasi publik dan rendahnya transparansi membuat proyek ini membuka kemungkinan korupsi.
"Hal ini sesungguhnya bisa dihindari apabila Pemprov DKI Jakarta tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan atas apa yang bisa dilakukan," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)