Penggunaan QRIS di Ibu Kota Ditargetkan Mencapai 4,5 Juta Merchant
Putri Anisa Yuliani • 27 April 2022 04:50
Jakarta: Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan DKI Jakarta menargetkan pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di wilayah Ibu Kota menembus 4,5 juta merchant dari capaian nasional 15,1 juta merchant. Saat ini, pengguna QRIS sebagai alat transaksi pembayaran elektronik di Jakarta mencapai 3,9 juta merchant.
"Yahun ini pertumbuhan merchant penyedia QRIS dapat mencapai 600 ribu. Jadi, kalau merchant sudah menjadi 3,9 juta, saatnya kita mendorong transkaksi ke toko pakai QRIS,” kata Ony saat diskusi virtual dengan Balkoters berjudul Jakarta jadi Pusat Bisnis Global: Tantangan dan Peluang Digital Payment, pada Selasa, 26 April 2022.
Ia menjelaskan pengguna QRIS sekarang akan semakin leluasa bertransaksi. Karena limit transaksi sudah ditambah, mulanya maksimal Rp5 juta, sekarang menjadi Rp10 juta.
"Itu adalah angka yang dapat mendorong tambahan pertumbuhan transaksi digital yang ada di Jakarta," ujar dia.
Baca: Kampanyekan QRIS, Misbakhun Ajak BI Masuk Desa
Di sisi lain, pangsa ekonomi di Jakarta mencapai 17,19% di tingkat nasional. Angka ini diklaim sangat tinggi dibanding provinsi lainnya di Indonesia, padahal Jakarta hanya dihuni 10,6 juta jiwa.
“Ini karena memang kepusatannya, Jakarta serba pusat dari pusat perdagangan, pusat informasi, pusat keuangan dan pusat ekonomi digtal,” jelas dia.
Lantaran Jakarta menjadi pusat perdagangan, transaksi digital di Jakarta cukup besar. Hingga akhir 2021, transaksi e-commerce mencapai Rp22,4 triliun dan angka ini meningkat 8% dari triwulan sebelumnya sebesar Rp21,7 triliun.
“Ini baru sumber dari empat e-commerce lokal. Nah, mestinya lebih dari ini karena angka Rp22,4 triliun baru empat e-commerce terbesar,” tutur dia.
Menurut dia, pandemi covid-19 membuat adanya pergeseran perilaku masyarakat dalam setiap aktivitas. Kewajiban masyarakat menjaga jarak untuk menghindari penularan covid-19, justru mengubah berinteraksi, berkomunikasi, dan bertransaksi melalui digital.
Ony menerangkan berdasarkan riset Google pada 2021, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai USD146 miliar. Angka itu mendekati cadangan devisa negara saat ini.
“Untuk Jakarta diperkirakan pangsanya tetap yang lebih besar, sekitar 65%-70% digital di Indonesia itu, adanya di Jakarta,” ucap dia.
Baca: BI Bakal Integrasikan Data UMKM dalam QRIS dan Siapik
Dia menambahkan BI dan perusahaan penyedia jasa pembayaran (PJP) berkomitmen memperluas akseptasi pembayaran digital. Salah satunya melalui fasilitas penggunaan QRIS di pasar-pasar dan pusat perbelanjaan, termasuk di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Selain itu, BI juga telah mendorong kemudahan bertransaksi secara digital melalui program sehat, inovatif dan aman pakai (S.I.A.P). Program ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Perdagangan dengan Bank Indonesia melalui pencanangan pasar dan pusat perbelanjaan demi memperluas penggunaan QRIS dan mendisplinkan metode pembayaran yang sesuai dengan protokol kesehatan (efisiensi, praktis, dan higienis).
Jakarta: Kantor
Bank Indonesia (BI) Perwakilan DKI Jakarta menargetkan pengguna
Quick Response Code Indonesian Standard (
QRIS) di wilayah Ibu Kota menembus 4,5 juta
merchant dari capaian nasional 15,1 juta
merchant. Saat ini, pengguna QRIS sebagai alat transaksi pembayaran elektronik di Jakarta mencapai 3,9 juta
merchant.
"Yahun ini pertumbuhan
merchant penyedia QRIS dapat mencapai 600 ribu. Jadi, kalau merchant sudah menjadi 3,9 juta, saatnya kita mendorong transkaksi ke toko pakai QRIS,” kata Ony saat diskusi virtual dengan Balkoters berjudul Jakarta jadi Pusat Bisnis Global: Tantangan dan Peluang Digital Payment, pada Selasa, 26 April 2022.
Ia menjelaskan pengguna QRIS sekarang akan semakin leluasa ber
transaksi. Karena limit transaksi sudah ditambah, mulanya maksimal Rp5 juta, sekarang menjadi Rp10 juta.
"Itu adalah angka yang dapat mendorong tambahan pertumbuhan transaksi digital yang ada di Jakarta," ujar dia.
Baca:
Kampanyekan QRIS, Misbakhun Ajak BI Masuk Desa
Di sisi lain, pangsa ekonomi di Jakarta mencapai 17,19% di tingkat nasional. Angka ini diklaim sangat tinggi dibanding provinsi lainnya di Indonesia, padahal Jakarta hanya dihuni 10,6 juta jiwa.
“Ini karena memang kepusatannya, Jakarta serba pusat dari pusat perdagangan, pusat informasi, pusat keuangan dan pusat ekonomi digtal,” jelas dia.