Cepot Ramli, sopir angkot M16 Pasar Minggu-Kampung Melayu (kanan). Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Cepot Ramli, sopir angkot M16 Pasar Minggu-Kampung Melayu (kanan). Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Cerita Sopir Angkot di Tengah Menyusutnya Pendapatan

Fachri Audhia Hafiez • 12 November 2018 12:18
Jakarta: Cepot Ramli, 53, harus berjuang membiayai kebutuhan hidup keluarganya. Pendapatan sopir angkutan kota (angkot) M16 jurusan Pasar Minggu-Kampung Melayu terjun bebas.
 
Kepada Medcom.id, Cepot bercerita selama tiga tahun ke belakang pendapatannya jauh dari cukup. Selama delapan jam 'narik' kini hanya mampu mengantongi Rp50 ribu.
 
"Dulu mah bisa ngantongin Rp150 ribu sehari, dari 2016-2017 sudah mulai berasa penurunannya," kata Cepot di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin, 12 November 2018.

Selama 15 tahun menjadi sopir M16, baru kali ini keluhannya memuncak. Penumpang yang singgah ke angkot dengan cat biru itu hanya bisa dihitung jari.
 
"Kadang membawa (penumpang) dari sini (terminal) cuma 3-4 orang sampai Kalibata, Jakarta Selatan. Terus kesananya kosong. Dulu selalu penuh, jadi kosong langsung ada yang naik lagi," beber dia.
 
Baca: Pengusaha Angkot Enggan Bergabung OK OTrip
 
Untuk pendapatan kotor, Cepot dalam sehari mendapatkan Rp250 ribu hingga Rp300 ribu. Namun, angka tersebut harus dibagi-bagi lagi.
 
Setoran ke pemilik mobil Rp150 ribu per hari. Kemudian bensin berkisar Rp50 ribu. Sisanya untuk makan di jalan dan kebutuhan keluarga.
 
"Kadang enggak sampai segitu (pendapatan kotor) kalau lagi kurang ya kurang. Tapi untungnya pemilik mobil ini maklumi juga kondisi kayak begini (untuk setoran)," ucap dia.
 
Seirit mungkin
 
Cepot harus membagi jatah untuk makan keluarga dan kebutuhan lainnnya. Belum lagi untuk biaya kontrakan di Duren Tiga sejumlah Rp1,5 juta per bulan.
 
Bapak dua anak itu seirit mungkin mengatur pengeluaran keuangan. Bahkan, uang yang ia dapatkan hanya cukup untuk keperluan sehari. "Misal cuma dapat Rp50 ribu, buat beli beras Rp10 ribu, buat lauk dan belanja Rp20 ribu. Sisanya buat kebutuhan anak," ujar Cepot.
 
Ia merasa terbantu dengan salah satu anaknya yang telah bekerja. Namun, Cepot tetap khawatir karena ke depannya anaknya berkeluarga.
 
"Enggak mungkin mengandalkan anak terus, nanti dia kan kalau sudah menikah dan berkeluarga. Kan punya kebutuhan juga," ujar Cepot.
 
Efek transportasi online
 
Tak dimungkiri, kondisi sepinya penumpang lantaran kehadiran transportasi online, seperti ojek dan taksi online. Pesatnya pertumbuhan tranportasi online menggerus pendapatan para sopir angkot, tak sedikit pula yang banting setir ikut-ikutan jadi pengemudi transportasi online.
 
Cepot meminta agar ada kesetaraan antara pengemudi angkot dan transportasi online. Minimal, kata dia, pemerintah membantu peremajaan terhadap mobil-mobil angkot yang beroperasi.
 
"Sekarang kembali lagi ke keseriusan pemerintah, katanya taksi online mau dibikin pelat kuning juga sama kayak kita. Kalau kayak kita kucing-kucingan sama Dishub (Dinas Perhubungan). Surat-surat enggak lengkap, kena (tilang) bahkan bisa dikandangin," imbuh dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan