medcom.id, Jakarta: Pemilik apotek rakyat di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, kebal dengan tudingan penjual obat ilegal. Apalagi, bila ada kasus soal jual-beli obat ilegal, apotek rakyat selalu dikambinghitamkan.
Sekjen Himpunan Pedagang Farmasi Pasar Pramuka Yoyon menganggap tudingan tersebut wajar. Ia mengibaratkan apotek rakyat sebagai wanita cantik nan harum. Selalu menjadi sorotan dan serangan.
"Seperti kasus vaksin palsu. Kami disebut mengedar vaksin palsu. Datanglah BPOM untuk menyidak kami. Tapi tidak terbukti apa pun," kata Yoyon kepada Metrotvnews.com, Jakarta Timur, Jumat, 29 September 2017.
Baca: Penjual Obat Pasar Pramuka Setuju Izin Apotek Rakyat Dikaji Ulang
Tak sampai di situ, baru-baru ini apotek rakyat juga dituduh menjual paracetamol, caffeine, dan carisoprodol (PCC). Sidak pun dilakukan oleh Polres Jakarta Timur. "Sama, tidak ditemukan apa pun seperti yang dicurigai. Pasar Pramuka ini ikon jadi serangan itu selalu ada," ujar dia.
Yoyon selalu memperingatkan pedagang tidak menjual barang terlarang. Pengelola pasar intens berkoordinasi dengan Kepolisian dan Dinas Kesehatandan BPOM setiap tiga bulan sekali.
"Kita koordinasi terus. Kalau ada yang ketahuan menjual obat yang dilarang maka akan kami usir. Tapi hingga saat ini belum ada kasus," ungkapnya.
Saat ini, para pemilik Apotek Rakyat tengah mengurus perizinan pendirian dari apotek rakyat ke apotek regular. Berdasarkan Permenkes Nomor 284 Tahun 2007, apotek rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian di mana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan.
Yoyon menuturkan, November 2016 Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016 tentang pencabutan izin apotek rakyat. Sejak saat itu, seluruh pemilik Apotek Rakyat tak memiliki izin.
Tak terima dengan aturan tersebut, Yoyon dan para pedagang lainnya mengajukan judisial review ke Mahkamah Agung. Agustus 2017, MA menyatakan menolak permohonan Yoyon dan pedagang lainnya. "Kami menutup toko ini seminggu setelah kami mendapat salinan keputusan. Kami ingin urus perizinan karena kami mau berdagang dengan tenang," terangnya.
medcom.id, Jakarta: Pemilik apotek rakyat di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, kebal dengan tudingan penjual obat ilegal. Apalagi, bila ada kasus soal jual-beli obat ilegal, apotek rakyat selalu dikambinghitamkan.
Sekjen Himpunan Pedagang Farmasi Pasar Pramuka Yoyon menganggap tudingan tersebut wajar. Ia mengibaratkan apotek rakyat sebagai wanita cantik nan harum. Selalu menjadi sorotan dan serangan.
"Seperti kasus vaksin palsu. Kami disebut mengedar vaksin palsu. Datanglah BPOM untuk menyidak kami. Tapi tidak terbukti apa pun," kata Yoyon kepada
Metrotvnews.com, Jakarta Timur, Jumat, 29 September 2017.
Baca: Penjual Obat Pasar Pramuka Setuju Izin Apotek Rakyat Dikaji Ulang
Tak sampai di situ, baru-baru ini apotek rakyat juga dituduh menjual paracetamol, caffeine, dan carisoprodol (PCC). Sidak pun dilakukan oleh Polres Jakarta Timur.
"Sama, tidak ditemukan apa pun seperti yang dicurigai. Pasar Pramuka ini ikon jadi serangan itu selalu ada," ujar dia.
Yoyon selalu memperingatkan pedagang tidak menjual barang terlarang. Pengelola pasar intens berkoordinasi dengan Kepolisian dan Dinas Kesehatandan BPOM setiap tiga bulan sekali.
"Kita koordinasi terus. Kalau ada yang ketahuan menjual obat yang dilarang maka akan kami usir. Tapi hingga saat ini belum ada kasus," ungkapnya.
Saat ini, para pemilik Apotek Rakyat tengah mengurus perizinan pendirian dari apotek rakyat ke apotek regular. Berdasarkan Permenkes Nomor 284 Tahun 2007, apotek rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian di mana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan.
Yoyon menuturkan, November 2016 Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016 tentang pencabutan izin apotek rakyat. Sejak saat itu, seluruh pemilik Apotek Rakyat tak memiliki izin.
Tak terima dengan aturan tersebut, Yoyon dan para pedagang lainnya mengajukan judisial review ke Mahkamah Agung. Agustus 2017, MA menyatakan menolak permohonan Yoyon dan pedagang lainnya. "Kami menutup toko ini seminggu setelah kami mendapat salinan keputusan. Kami ingin urus perizinan karena kami mau berdagang dengan tenang," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)