medcom.id, Jakarta: Hingga kini, taksi online masih menimbulkan sejumlah persoalan tersendiri, khususnya di kalangan pelaku usaha taksi konvensional. Ketua Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Instran), Darmaningtyas berharap Kemenhub menggodok aturan baru.
"Konsekuensi dari penerapan Permenhub No. 26 yang sudah dihilangkan 14 pasal akan terus menimbulkan persaingan bebas yang tidak berimbang," ujar Darmaningtyas di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin 2 Oktober 2017.
Darmaningtyas mengatakan Permenhub No. 26 tahun 2017 akan semakin menjepit posisi taksi pelat kuning, sementara taksi online tidak terikat aturan sama sekali. Semakin terdesaknya posisi taksi pelat kuning bisa berdampak pada kebangkrutan industri.
"Tidak menutup kemungkinan (tarif taksi online naik) jika taksi pelat kuning bangkrut. Kemudian, masyarakat tidak punya alternatif transportasi lain, jadinya mau tidak mau akan menerima kenaikan tarif itu," lanjut Darmaningtyas.
Baca: Putusan MA soal Taksi Online Disebut Terobosan
Untuk menghindari hal tersebut, Darmaningtyas mendesak Kemenhub agar segera mengeluarkan regulasi baru. Sebelum Permenhub No. 26 tahun 2017 diterapkan secara otomatis setelah tiga bulan keluarnya putusan dari MA.
"Ketegasan dari regulator sangat penting untuk melindungi masyarakat dengan menjamin pilihan-pilihan transportasi yang beragam. Selain itu, diperlukan juga regulasi yang adil dan berimbang agar konflik antar taksi online dan konvensional bisa disudahi," ujar Darmaningtyas.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri No. 32 tahun 2016 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek untuk mengatur regulasi tentang taksi online. Namun aturan itu kemudian direvisi menjadi PM No. 26 tahun 2017, yang kemudian 14 pasal dalam aturan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Pembatalan tersebut tertuang melalui putusan No. 37P/HUM/2017 pada 20 Juni 2017, yang mengabulkan gugatan enam orang pengemudi taksi online.
medcom.id, Jakarta: Hingga kini, taksi
online masih menimbulkan sejumlah persoalan tersendiri, khususnya di kalangan pelaku usaha taksi konvensional. Ketua Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Instran), Darmaningtyas berharap Kemenhub menggodok aturan baru.
"Konsekuensi dari penerapan Permenhub No. 26 yang sudah dihilangkan 14 pasal akan terus menimbulkan persaingan bebas yang tidak berimbang," ujar Darmaningtyas di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin 2 Oktober 2017.
Darmaningtyas mengatakan Permenhub No. 26 tahun 2017 akan semakin menjepit posisi taksi pelat kuning, sementara taksi
online tidak terikat aturan sama sekali. Semakin terdesaknya posisi taksi pelat kuning bisa berdampak pada kebangkrutan industri.
"Tidak menutup kemungkinan (tarif taksi
online naik) jika taksi pelat kuning bangkrut. Kemudian, masyarakat tidak punya alternatif transportasi lain, jadinya mau tidak mau akan menerima kenaikan tarif itu," lanjut Darmaningtyas.
Baca: Putusan MA soal Taksi Online Disebut Terobosan
Untuk menghindari hal tersebut, Darmaningtyas mendesak Kemenhub agar segera mengeluarkan regulasi baru. Sebelum Permenhub No. 26 tahun 2017 diterapkan secara otomatis setelah tiga bulan keluarnya putusan dari MA.
"Ketegasan dari regulator sangat penting untuk melindungi masyarakat dengan menjamin pilihan-pilihan transportasi yang beragam. Selain itu, diperlukan juga regulasi yang adil dan berimbang agar konflik antar taksi
online dan konvensional bisa disudahi," ujar Darmaningtyas.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri No. 32 tahun 2016 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek untuk mengatur regulasi tentang taksi
online. Namun aturan itu kemudian direvisi menjadi PM No. 26 tahun 2017, yang kemudian 14 pasal dalam aturan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Pembatalan tersebut tertuang melalui putusan No. 37P/HUM/2017 pada 20 Juni 2017, yang mengabulkan gugatan enam orang pengemudi taksi
online.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)