Jakarta: Pemprov DKI Jakarta kembali mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). WTP diberikan atas Laporan Keuangan Rakyat Daerah (LKPD) Pemprov DKI tahun 2018.
Namun, Wakil Ketua BPK Bahrullah mengatakan predikat WTP bukan jaminan laporan keuangan yang disajikan bebas kecurangan.
"Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan badan opini. WTP bukan merupakan jaminan bahwa keuangan yang disajikan bebas fraud," kata Bahrullah di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Rabu, 15 Mei 2019.
BPK mengaku masih menemukan masalah dalam laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta. Di antaranya, pelaksanaan inventarisasi aset yang belum selesai dan terdapat kelemahan dalam sistem informasi aset tetap.
"Lalu, terdapat aset fasos (fasilitas sosial) dan fasum (fasilitas umum) berupa tanah yang telah diserahkan kepada Pemprov DKI tapi dimanfaatkan pihak lain," ujar dia.
Baca: Anies Optimistis LRT Segera Beroperasi
Masalah lainnya, adanya dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Mahasiswa Pintar (KMP) yang masih berada di rekening penampungan. Dana tersebut belum bisa dimanfaatkan penerima bantuan.
"Meski demikian, masalah tersebut tidak mempengaruhi kewajaran atas penyajian laporan keuangan," kata Bahrullah.
Dalam Laporan Kepatuhan Pemeriksaan (LPH), BPK juga menemukan masalah lain. Seperti penyusunan anggaran pembangunan pada dua Rumah Sakit Umum Daerah yang kurang memadai. Akibatnya, jumlah pagu dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan melebihi kebutuhan.
Kemudian, masih terdapat kekurangan volume, ketidaksesuaian spesifikasi teknis pekerjaan dan ketidakpatuhan pengadaan dari belanja barang atau jasa dan belanja modal. Lalu, keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang belum atau kurang dikenakan denda keterlambatan pada beberapa satuan kerja perangkat daerah.
"Atas temuan itu, pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan pada BPK terkait tindak lanjut atas rekomendasi laporan hasil pemeriksaan selambatnya 60 hari setelah laporan ini diterima," pungkas Bahrullah.
Jakarta: Pemprov DKI Jakarta kembali mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). WTP diberikan atas Laporan Keuangan Rakyat Daerah (LKPD) Pemprov DKI tahun 2018.
Namun, Wakil Ketua BPK Bahrullah mengatakan predikat WTP bukan jaminan laporan keuangan yang disajikan bebas kecurangan.
"Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan badan opini. WTP bukan merupakan jaminan bahwa keuangan yang disajikan bebas
fraud," kata Bahrullah di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Rabu, 15 Mei 2019.
BPK mengaku masih menemukan masalah dalam laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta. Di antaranya, pelaksanaan inventarisasi aset yang belum selesai dan terdapat kelemahan dalam sistem informasi aset tetap.
"Lalu, terdapat aset fasos (fasilitas sosial) dan fasum (fasilitas umum) berupa tanah yang telah diserahkan kepada Pemprov DKI tapi dimanfaatkan pihak lain," ujar dia.
Baca: Anies Optimistis LRT Segera Beroperasi
Masalah lainnya, adanya dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Mahasiswa Pintar (KMP) yang masih berada di rekening penampungan. Dana tersebut belum bisa dimanfaatkan penerima bantuan.
"Meski demikian, masalah tersebut tidak mempengaruhi kewajaran atas penyajian laporan keuangan," kata Bahrullah.
Dalam Laporan Kepatuhan Pemeriksaan (LPH), BPK juga menemukan masalah lain. Seperti penyusunan anggaran pembangunan pada dua Rumah Sakit Umum Daerah yang kurang memadai. Akibatnya, jumlah pagu dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan melebihi kebutuhan.
Kemudian, masih terdapat kekurangan volume, ketidaksesuaian spesifikasi teknis pekerjaan dan ketidakpatuhan pengadaan dari belanja barang atau jasa dan belanja modal. Lalu, keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang belum atau kurang dikenakan denda keterlambatan pada beberapa satuan kerja perangkat daerah.
"Atas temuan itu, pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan pada BPK terkait tindak lanjut atas rekomendasi laporan hasil pemeriksaan selambatnya 60 hari setelah laporan ini diterima," pungkas Bahrullah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)