Jakarta: Ahli epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman mewanti-wanti agar DKI Jakarta tetap melakukan pengetatan pembatasan sosial. Dicky merespons isu adanya indikasi puncak gelombang Omicron sudah dilalui.
“Menurut saya masih terlalu dini untuk menyimpulkan DKI sudah sampai puncak, mengingat cakupan testing dan tracing saat ini jauh lebih menantang sulitnya dari gelombang Delta,” kata Dicky dilansir Media Indonesia, Senin, 14 Februari 2022.
Kesulitan dalam mendeteksi ini, menurut dia, karena mayoritas masyarakat yang terpapar itu tidak bergejala. Selain itu, tren kasus di kelompok berisiko cenderung masih ada potensi untuk meningkat.
Adapun terkait angka kematian sebagai indikator telat (lagging indicator), menurut Dicky akan timbul terlambat. Kemudian, cenderung baru mulai terlihat di 4 pekan pasca kasus pertama terdeteksi.
"Dan ini (angka kematian) bisa bertahan 2 atau 3 pekan pasca puncak terlewati," jelas dia.
Baca: 561 Guru dan Siswa Kota Bogor Positif Covid-19
Ia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk tetap menerapkan PPKM level 3. Hal ini sangat penting dilakukan sebagai payung penguatan respon 3T, 5M, dan vaksinasi.
"Juga agar semua pihak waspada. Selain itu, potensi periode puncak yang dapat membebani faskes belum bisa kita abaikan,” papar dia.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia, mencatat jumlah kasus aktif di Jakarta per Minggu, 13 Februari 2022 turun sejumlah 4.921 kasus. Sehingga, jumlah kasus aktif kini sebanyak 73.502 orang yang masih dirawat/isolasi.
Data Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mencatat, dilakukan tes PCR sebanyak 77.427 spesimen. Dari jumlah tes tersebut, sebanyak 57.063 orang dites PCR per 13 Februari untuk mendiagnosis kasus baru dengan hasil 10.172 positif dan 46.891 negatif.
Untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 22,4 persen, sedangkan persentase kasus positif secara total sebesar 11,8 persen. Sementara itu, WHO menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.
Jakarta: Ahli epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman mewanti-wanti agar DKI Jakarta tetap melakukan
pengetatan pembatasan sosial. Dicky merespons isu adanya indikasi puncak gelombang
Omicron sudah dilalui.
“Menurut saya masih terlalu dini untuk menyimpulkan DKI sudah sampai puncak, mengingat cakupan
testing dan
tracing saat ini jauh lebih menantang sulitnya dari gelombang Delta,” kata Dicky dilansir
Media Indonesia, Senin, 14 Februari 2022.
Kesulitan dalam mendeteksi ini, menurut dia, karena mayoritas masyarakat yang terpapar itu tidak bergejala. Selain itu, tren kasus di kelompok berisiko cenderung masih ada potensi untuk meningkat.
Adapun terkait angka kematian sebagai indikator telat (
lagging indicator), menurut Dicky akan timbul terlambat. Kemudian, cenderung baru mulai terlihat di 4 pekan pasca kasus pertama terdeteksi.
"Dan ini (angka kematian) bisa bertahan 2 atau 3 pekan pasca puncak terlewati," jelas dia.
Baca:
561 Guru dan Siswa Kota Bogor Positif Covid-19
Ia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk tetap menerapkan PPKM level 3. Hal ini sangat penting dilakukan sebagai payung penguatan respon 3T, 5M, dan vaksinasi.
"Juga agar semua pihak waspada. Selain itu, potensi periode puncak yang dapat membebani faskes belum bisa kita abaikan,” papar dia.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia, mencatat jumlah kasus aktif di Jakarta per Minggu, 13 Februari 2022 turun sejumlah 4.921 kasus. Sehingga, jumlah kasus aktif kini sebanyak 73.502 orang yang masih dirawat/isolasi.
Data Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mencatat, dilakukan tes PCR sebanyak 77.427 spesimen. Dari jumlah tes tersebut, sebanyak 57.063 orang dites PCR per 13 Februari untuk mendiagnosis kasus baru dengan hasil 10.172 positif dan 46.891 negatif.
Untuk
positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 22,4 persen, sedangkan persentase kasus positif secara total sebesar 11,8 persen. Sementara itu, WHO menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)