Jakarta: Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pencabutan aturan larangan sepeda motor melintasi Jalan Sudirman-MH Thamrin berpeluang mengalami cacat yuridis. Sebab, MA menggunakan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai dasar putusan.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, MA tidak menggunakan pisau analisa undang-undang organik dalam memutus suatu perkara. Sebaliknya, MA menggunakan undang-undang lain yang tidak ada hubungannya.
Menurut Tulus, seharusnya MA menggunakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bukan UU HAM.
Tulus mengatakan, substansi peraturan tersebut bukan melarang warga Jakarta bergerak atau melintas di Jalan Thamrin dan Medan Merdeka Barat, melainkan melarang melintas menggunakan sepeda motor.
Baca: Pengemudi Ojek Online Senang MA Batalkan Larangan Motor di Thamrin
"Sepeda motor hanya sarana. Untuk bergerak atau melintas di ruas jalan dimaksud bisa menggunakan transportasi yang lain, terutama angkutan umum," kata Tulus dilansir dari Antara, Jakarta, Senin, 15 Januari 2018.
Alasan larangan sepeda motor tidak adil karena belum ada angkutan umum yang memadai dinilai tidak tepat.
"Senyaman apa pun kendaraan umum, pengguna kendaraan pribadi tidak akan pernah berpindah ke angkutan umum bila tidak dibarengi dengan upaya pengendalian kendaraan pribadi, termasuk sepeda motor," katanya.
Tulus menilai keputusan MA tersebut lebih menggunakan pendekatan populis, sebagaimana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menganggap pengguna jalan memiliki kesetaraan yang sama tanpa diskriminasi.
Jakarta: Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pencabutan aturan larangan sepeda motor melintasi Jalan Sudirman-MH Thamrin berpeluang mengalami cacat yuridis. Sebab, MA menggunakan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai dasar putusan.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, MA tidak menggunakan pisau analisa undang-undang organik dalam memutus suatu perkara. Sebaliknya, MA menggunakan undang-undang lain yang tidak ada hubungannya.
Menurut Tulus, seharusnya MA menggunakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bukan UU HAM.
Tulus mengatakan, substansi peraturan tersebut bukan melarang warga Jakarta bergerak atau melintas di Jalan Thamrin dan Medan Merdeka Barat, melainkan melarang melintas menggunakan sepeda motor.
Baca: Pengemudi Ojek Online Senang MA Batalkan Larangan Motor di Thamrin
"Sepeda motor hanya sarana. Untuk bergerak atau melintas di ruas jalan dimaksud bisa menggunakan transportasi yang lain, terutama angkutan umum," kata Tulus dilansir dari
Antara, Jakarta, Senin, 15 Januari 2018.
Alasan larangan sepeda motor tidak adil karena belum ada angkutan umum yang memadai dinilai tidak tepat.
"Senyaman apa pun kendaraan umum, pengguna kendaraan pribadi tidak akan pernah berpindah ke angkutan umum bila tidak dibarengi dengan upaya pengendalian kendaraan pribadi, termasuk sepeda motor," katanya.
Tulus menilai keputusan MA tersebut lebih menggunakan pendekatan populis, sebagaimana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menganggap pengguna jalan memiliki kesetaraan yang sama tanpa diskriminasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)