n penumpang di Terminal Bus Terpadu Pulogebang, Jakarta Timur. Medcom.id/Zaenal Arifin
n penumpang di Terminal Bus Terpadu Pulogebang, Jakarta Timur. Medcom.id/Zaenal Arifin

Oknum TNI-Polri Disebut Penyokong Angkutan Pelat Hitam

Siti Yona Hukmana • 01 Agustus 2021 03:00
Jakarta: Keberadaan angkutan pelat hitam melonjak saat pandemi covid-19. Keberadaan angkutan ilegal itu disebut mendapat sokongan TNI-Polri. 
 
"Dibutuhkan komitmen dari pihak TNI-Polri untuk tidak jadi backing dan mengarahkan atau menyosialisasikan pemilik angkutan umum plat hitam untuk menjadi legal," kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transporasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno dalam keterangan tertulis, Sabtu, 31 Juli 2021.
 
Djoko mengatakan sokongan TNI-Polri bukan rahasia lagi. Masyarakat sudah tahu jika operasional angkutan umum berpelat hitam mendapat dukungan oknum TNI-Polri.

"Keberadaan angkutan umum pelat hitam karena ada kebutuhan antara pemilik kendaraan dan penumpang yang tinggi. Peluang beroperasinya angkutan umum pelat hitam berkembang pesat di saat pandemi," ujar Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu. 
 
Menurut dia, hal itu terjadi karena angkutan umum legal seperti bus antarkota alam provinsi (AKDP) dan bus antarkota antarprovinsi (AKAP) tidak dapat beroperasi selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang kini berubah menjadi level 4. 
 
"Karena ada penyekatan di sejumlah ruas jalan di daerah," ucap Djoko.
 
Baca: Wagub DKI: Vaksin Covid-19 Penting dan Mendesak
 
Selain itu, Djoko menilai ada perlindungan dari oknum aparat hukum. Hal itu membuat angkutan umum pelat hitam di Tanah Air tumbuh subur.
 
Djoko menyebut akibat beroperasinya angkutan umum pelat hitam berakibat menghilangnya trayek sejumlah Bus AKDP dan Bus AKAP. Seperti di Jambi, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Bahkan, kata dia, Bus AKDP di sejumlah daerah hampir tidak akan beroperasi.
 
Menurut Djoko pengawasan angkutan pelat hitam rendah. Sebab, Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan hanya menertibkan angkutan di dalam terminal. Angkutan umum pelat hitam yang beroperasi di luar terminal bebas dari pengawasan. 
 
Lebih lanjut, dia mengatakan saat ini sudah ada jaringan angkutan pelat hitam, yang bekerja sama dengan makelar atau agen. Mereka juga bayar bulanan ke oknum aparat melalui perantara. Seperti masuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi membayar Rp300 ribu per bulan.
 
"Sehingga jadi binaan yang menguntungkan. Jika kendaraan plat kuning tidak operasi, maka para perantara dapat memobilisasi sejumlah angkutan umum pelat hitam," kata Djoko. 
 
Djoko megungkapkan dampak penggunaan angkutan pelat hitam di tengah pandemi adalah meningkatnya angka penularan covid-19. Sebab, pengemudi dan penumpang tidak mematuhi protokol kesehatan. 
 
Djoko membeberkan angkutan umum ilegal dapat dikenakan Pasal 308 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Ancamannya, pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp500 ribu.
 
Sementara itu, Djoko menyebut sanksi yang dikenakan terhadap pemilik kendaraan ringan. Sehingga perlu merevisi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Seperti sanksi bagi yang melanggar dinaikkan baik pemilik maupun pengemudi serta memperluas kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
 
"Yang paling penting sekarang komitmen dari pihak TNI-Polri juga anggota DPR RI untuk tidak jadi backing dan mengarahkan atau menyosialisasikan pemilik angkutan umum ilegal menjadi legal," ucap dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan