SMP Negeri 22 Jakarta. Foto: MTVN/Nur Azizah.
SMP Negeri 22 Jakarta. Foto: MTVN/Nur Azizah.

DPRD DKI Mediasi Pertemuan Warga SMPN 22 dan Pemerintah

LB Ciputri Hutabarat • 01 Agustus 2017 15:36
medcom.id, Jakarta: Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengumpulkan anggota Komisi E DPRD DKI, perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan warga. Mereka melakukan mediasi terkait rencana penggusuran gedung SMPN 22 yang ditempati 16 kepala keluarga.
 
Hadir dalam pertemuan itu, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto, Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Agustino Darmawan, sejumlah anggota dewan dan perwakilan warga.
 
Baca: Penghuni Gedung SMPN 22 Jakarta Terancam Digusur
 
Perwakilan warga yang tergabung dalam Forum Jembatan Batu, Anita, meminta DPRD dan Pemerintah DKI memperhatikan keadaan para tetua yang mempertahankan bangunan SMPN 22.
 
"Kami sangat menghargai apa yang sudah orang tua kami perjuangkan untuk negara dan sekolah ini. Orang tua kami menyapu sekolah sendiri dan langsung mengajar," kata Anita di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa 1 Agustus 2017.
 
Anita meminta Pemprov DKI tidak mengesampingkan hak-hak yang harusnya mereka miliki. Dia meminta pemerintah mempertimbangkan dan memberikan solusi terbaik bagi warga yang tinggal di daerah tersebut.
 
"Meski bagi kami banyak kejanggalan terkait perintah bongkar tersebut, tapi kami tak ingin melawan program pemerintah. Tapi jangan usir kami seperti binatang dan sampah," ujarnya.
 
Baca: Ketua DPRD Siap Pasang Badan untuk Penghuni SMPN 22 Jakarta
 
Prasetio meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperhatikan nilai-nilai budaya yang terkandung di SMPN 22. Pras meminta dinas memberikan solusi yang manusiawi dan masuk akal.
 
"Karena bukan apa-apa. Itu sekolah cagar budaya. Kalau mau direnovasi saya sepakat. Tapi kalau semena-mena saya yang akan menjaga bapak ibu (warga) ini," tegas Pras.
 
SMPN 22 merupakan bangunan cagar budaya yang sudah berdiri sejak 1910. Saat itu, bangunan SMPN 22 dikelola oleh Tionghoa dan dijadikan sekolah Kuo Min Tang.
 
Pada 1958, gejolak politik terjadi yang mengharuskan pemilik sekolah meninggalkan Indonesia. Sekolah tersebut diserahkan kepada warga setempat yang hingga kini menduduki lahan tersebut secara turun menurun.
 
DKI berencana membenahi kawasan tersebut dan DKI berencana memindahkan para warga ke rusun. Namun warga menolak dan meminta dewan memediasi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan