Jakarta: Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan sinkronisasi pelaksanaan restorative justice dengan peraturan undang-undang merupakan langkah baik. Namun, dia menilai restorative justice mestinya lebih dulu diterapkan di setiap aparat penegak hukum.
"Aparat penegak hukum yang berhati nurani (dalam) menegakkan keadilan untuk memastikan rasa keadilan sampai kepada pencari keadilan lebih utama ketimbang menunggu aturan lengkap (mengenai restorative justice) tersedia," ujar Hinca kepada Medcom.id, Senin, 31 Januari 2022.
Hinca menekankan dibutuhkan aparat penegak hukum berintergritas dan mumpuni dalam menerapkan prinsip tersebut. Dia mendorong restorative justice dapat dijalankan sesuai prosedur yang ada sembari menunggu payung hukum.
Sejauh ini pelaksanaan restorative justice masih sebatas berdasarkan peraturan internal lembaga penegak hukum seperti Peraturan Jaksa Nomor 15 Tahun 2020 dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019. Serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Polri dan Kejaksaan, kata Hinca, sudah menerapkan restorative justice dengan baik. Dia mencatat Polri sudah menerapkan restorative justice tehadap 11.811 perkara dan Kejaksaan Agung 362 perkara.
"Prinsip restorative justice sejalan dengan semangat kita untuk mengurangi permasalahan berlebihnya kapasitas lapas," tutur dia.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berharap ada sinkronisasi aturan dan sinergitas untuk pelaksanaan restorative justice dalam tindak pidana umum. Sinkronisasi aturan itu harus dikuatkan dalam peraturan perundang-undangan bukan hanya melalui peraturan internal aparat penegak hukum.
"Tentunya kami berharap ada sinkronisasi aturan yang sinergitas dalam pelaksanaan restorative justice dalam suatu tindak pidana umum. Ke depan dikuatkan oleh peraturan perundangan tidak hanya melalui peraturan internal melainkan diatur dalam rencana kitab hukum tindak pidana dan rencana kitab hukum acara pidana," kata Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis, 27 Januari 2022.
Restorative justice merupakan wewenang jaksa untuk melimpahkan atau tidak sebuah perkara ke pengadilan. Mekanisme restorative justice berbeda dengan pembuktian penyidikan atau konsep penghentian penuntutan sebagaimana diatur KUHAP.
Baca: Jaksa Agung Minta Sinkornisasi Aturan Restorative Justice
Jakarta: Anggota
Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan sinkronisasi pelaksanaan
restorative justice dengan peraturan undang-undang merupakan langkah baik. Namun, dia menilai
restorative justice mestinya lebih dulu diterapkan di setiap aparat penegak hukum.
"Aparat penegak hukum yang berhati nurani (dalam) menegakkan keadilan untuk memastikan rasa keadilan sampai kepada pencari keadilan lebih utama ketimbang menunggu aturan lengkap (mengenai
restorative justice) tersedia," ujar Hinca kepada
Medcom.id, Senin, 31 Januari 2022.
Hinca menekankan dibutuhkan aparat penegak hukum berintergritas dan mumpuni dalam menerapkan prinsip tersebut. Dia mendorong
restorative justice dapat dijalankan sesuai prosedur yang ada sembari menunggu payung hukum.
Sejauh ini pelaksanaan
restorative justice masih sebatas berdasarkan peraturan internal lembaga penegak hukum seperti Peraturan Jaksa Nomor 15 Tahun 2020 dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019. Serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Polri dan Kejaksaan, kata Hinca, sudah menerapkan
restorative justice dengan baik. Dia mencatat Polri sudah menerapkan
restorative justice tehadap 11.811 perkara dan Kejaksaan Agung 362 perkara.
"Prinsip
restorative justice sejalan dengan semangat kita untuk mengurangi permasalahan berlebihnya kapasitas lapas," tutur dia.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berharap ada sinkronisasi aturan dan sinergitas untuk pelaksanaan
restorative justice dalam tindak pidana umum. Sinkronisasi aturan itu harus dikuatkan dalam peraturan perundang-undangan bukan hanya melalui peraturan internal aparat penegak hukum.
"Tentunya kami berharap ada sinkronisasi aturan yang sinergitas dalam pelaksanaan
restorative justice dalam suatu tindak pidana umum. Ke depan dikuatkan oleh peraturan perundangan tidak hanya melalui peraturan internal melainkan diatur dalam rencana kitab hukum tindak pidana dan rencana kitab hukum acara pidana," kata Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis, 27 Januari 2022.
Restorative justice merupakan wewenang jaksa untuk melimpahkan atau tidak sebuah perkara ke pengadilan. Mekanisme restorative justice berbeda dengan pembuktian penyidikan atau konsep penghentian penuntutan sebagaimana diatur KUHAP.
Baca:
Jaksa Agung Minta Sinkornisasi Aturan Restorative Justice
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)