medcom.id, Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri masih mengusut dugaan kecurangan dan pemalsuan gizi yang menimpa PT Indo Beras Unggul atau IBU. Penyidik tengah menghadirkan sejumlah ahli untuk dimintai pendapat terkait pelanggaran oleh PT IBU.
"Hari ini kita periksa tambahan ahli terkait persangkaan kita," kata Dirtipideksus Brigjen Agung Setya kepada Metrotvnews.com di Jakarta, Jumat 28 Juli 2017.
Selain PT IBU, ada sejumlah perusahaan yang diduga menipu konsumen. Namun, jenderal bintang satu ini menolak mengungkap perusahaan yang masuk dalam bidikan jajarannya.
Setya juga enggan membeberkan hasil laboratorium Polri atas penyelidikan beras PT IBU. Alasannya, hal itu masuk materi penyidikan. "Itu materi penyidikan, tidak bisa diungkap," kata Setya.
Dittipideksus Bareskrim Polri menyegel gudang beras milik PT IBU di Bekasi, Jawa Barat, pada 20 Juli 2017. Penyegelan dilakukan setelah polisi menyimpulkan bahwa PT IBU melakukan praktik curang dalam penjualan beras.
PT IBU dianggap telah memalsukan kandungan produk beras pada kemasannya. PT IBU dinilai telah melanggar Pasal 382 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman 5 tahun penjara. Penyidik juga menyiapkan pasal lain.
Antara lain, Pasal 141 UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 62 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 tahun 2017 yang menetapkan HET beras medium Rp9.500 per kilogram.
PT IBU tak terima disebut berpraktik curang dalam penjualan beras. Mereka mengklaim telah menjalankan bisnis sesuai koridor hukum yang berlaku.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Metrotvnews.com, Sabtu 22 Juli 2017, PT IBU membantah semua tuduhan yang dilayangkan kepolisian.
Pertama, PT IBU tak membeli beras bersubsidi masyarakat sejahtera (rastra). "Kami membeli gabah dari petani dan beras dari unit penggilingan beras (RMU) kecil dan menengah," kata Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera (AISA) Jo Tjong Seng. PT AISA adalah induk perusahaan dari PT IBU.
Baca: 5 Bantahan PT IBU Atas Tuduhan Kecurangan Penjualan Beras
Kedua, PT IBU memproduksi beras dalam kemasan berlabel 'premium' sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Ketiga, PT IBU tak menimbun beras seperti yang dituduhkan. Pendapat ini diperkuat dengan data: saat kapasitas 'running' dengan rata-rata 4.000 ton per bulan, maka perusahaan secara normal memiliki stok sekitar 1.100 ton beras sebagai cadangan selama seminggu.
Keempat, PT IBU mencantumkan informasi nilai gizi berdasarkan hasil analisis kandungan dari laboratorium terakreditasi.
Dan kelima, PT IBU menyatakan menjual produk beras dalam kemasan berlabel dengan harga jual yang wajar kepada distributor. Harga jual itu sudah memperhitungkan harga pokok produksi, biaya produksi, biaya operasional (pengiriman, penjualan, pemasaran, dan sebagainya), dan keuntungan yang wajar.
medcom.id, Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri masih mengusut dugaan kecurangan dan pemalsuan gizi yang menimpa PT Indo Beras Unggul atau IBU. Penyidik tengah menghadirkan sejumlah ahli untuk dimintai pendapat terkait pelanggaran oleh PT IBU.
"Hari ini kita periksa tambahan ahli terkait persangkaan kita," kata Dirtipideksus Brigjen Agung Setya kepada
Metrotvnews.com di Jakarta, Jumat 28 Juli 2017.
Selain PT IBU, ada sejumlah perusahaan yang diduga menipu konsumen. Namun, jenderal bintang satu ini menolak mengungkap perusahaan yang masuk dalam bidikan jajarannya.
Setya juga enggan membeberkan hasil laboratorium Polri atas penyelidikan beras PT IBU. Alasannya, hal itu masuk materi penyidikan. "Itu materi penyidikan, tidak bisa diungkap," kata Setya.
Dittipideksus Bareskrim Polri menyegel gudang beras milik PT IBU di Bekasi, Jawa Barat, pada 20 Juli 2017. Penyegelan dilakukan setelah polisi menyimpulkan bahwa PT IBU melakukan praktik curang dalam penjualan beras.
PT IBU dianggap telah memalsukan kandungan produk beras pada kemasannya. PT IBU dinilai telah melanggar Pasal 382 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman 5 tahun penjara. Penyidik juga menyiapkan pasal lain.
Antara lain, Pasal 141 UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 62 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 tahun 2017 yang menetapkan HET beras medium Rp9.500 per kilogram.
PT IBU tak terima disebut berpraktik curang dalam penjualan beras. Mereka mengklaim telah menjalankan bisnis sesuai koridor hukum yang berlaku.
Dalam keterangan tertulis yang diterima
Metrotvnews.com, Sabtu 22 Juli 2017, PT IBU membantah semua tuduhan yang dilayangkan kepolisian.
Pertama, PT IBU tak membeli beras bersubsidi masyarakat sejahtera (rastra). "Kami membeli gabah dari petani dan beras dari unit penggilingan beras (RMU) kecil dan menengah," kata Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera (AISA) Jo Tjong Seng. PT AISA adalah induk perusahaan dari PT IBU.
Baca: 5 Bantahan PT IBU Atas Tuduhan Kecurangan Penjualan Beras
Kedua, PT IBU memproduksi beras dalam kemasan berlabel 'premium' sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Ketiga, PT IBU tak menimbun beras seperti yang dituduhkan. Pendapat ini diperkuat dengan data: saat kapasitas 'running' dengan rata-rata 4.000 ton per bulan, maka perusahaan secara normal memiliki stok sekitar 1.100 ton beras sebagai cadangan selama seminggu.
Keempat, PT IBU mencantumkan informasi nilai gizi berdasarkan hasil analisis kandungan dari laboratorium terakreditasi.
Dan kelima, PT IBU menyatakan menjual produk beras dalam kemasan berlabel dengan harga jual yang wajar kepada distributor. Harga jual itu sudah memperhitungkan harga pokok produksi, biaya produksi, biaya operasional (pengiriman, penjualan, pemasaran, dan sebagainya), dan keuntungan yang wajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)