Jakarta: Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB), Iwan Agung Firstantara, membeberkan pertemuan antara mantan direktur utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir dengan dua terpidana kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 Eni Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo. Iwan dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Sofyan Basir.
Iwan mengungkapkan pertemuan antara Sofyan, Eni dan Kotjo terjadi di kawasan Semanggi, Jakarta. Dia mengaku diundang oleh Supangkat Iwan Santoso selaku direktur pengadaan PLN.
"Kita bicara masalah kinerja RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) PLTU," kata Iwan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin, 15 Juli 2019.
Iwan menyebut pertemuan itu terjadi pada 19 Desember 2017. Dalam pertemuan itu, Kotjo sempat menyampaikan keberatan terkait kepemilikan saham 51 persen oleh PT PJB terhadap proyek PLTU Riau-1.
"Kotjo mengatakan bahwa keberatan 51 persen, mereka tidak bisa kontrol penuh. Kemudian, Pak Sofyan memberikan arahan untuk tetap menekan minta CHEC (China Huadian Enginering Compani Limited) memenuhi, dan proses saja sesuai good corporate governance," beber Iwan.
Saat itu, Iwan juga sempat berkomunikasi dengan Eni. Dalam percakapan, Eni berbicara terkait 'tahun depan ganti judul'.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Iwan yang dibacakan jaksa KPK. Iwan mengira maksud Eni dengan kalimat 'ganti judul' itu terkait agar pembahasan proyek PLTU Riau-1 cepat selesai dan tahun depan diganti dengan proyek yang lain.
(Baca juga: Supangkat dan Rini Sumarno Dilarang Jenguk Sofyan Basir)
Sebelum bertemu di kawasan Semanggi, Iwan mengaku sudah pernah dikenalkan kepada Eni oleh Supangkat Iwan Santoso. Pertemuan, kata Iwan, terjadi di kantor pusat PLN.
"Saya bertemu Eni di ruang rapat direktur strategis 2 PLN. Saya diajak masuk untuk diperkenalkan," ujar Iwan.
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Sofyan disebut mempertemukan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap sebesar Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Jakarta: Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB), Iwan Agung Firstantara, membeberkan pertemuan antara mantan direktur utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir dengan dua terpidana kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 Eni Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo. Iwan dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Sofyan Basir.
Iwan mengungkapkan pertemuan antara Sofyan, Eni dan Kotjo terjadi di kawasan Semanggi, Jakarta. Dia mengaku diundang oleh Supangkat Iwan Santoso selaku direktur pengadaan PLN.
"Kita bicara masalah kinerja RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) PLTU," kata Iwan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin, 15 Juli 2019.
Iwan menyebut pertemuan itu terjadi pada 19 Desember 2017. Dalam pertemuan itu, Kotjo sempat menyampaikan keberatan terkait kepemilikan saham 51 persen oleh PT PJB terhadap proyek PLTU Riau-1.
"Kotjo mengatakan bahwa keberatan 51 persen, mereka tidak bisa kontrol penuh. Kemudian, Pak Sofyan memberikan arahan untuk tetap menekan minta CHEC (China Huadian Enginering Compani Limited) memenuhi, dan proses saja sesuai good corporate governance," beber Iwan.
Saat itu, Iwan juga sempat berkomunikasi dengan Eni. Dalam percakapan, Eni berbicara terkait 'tahun depan ganti judul'.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Iwan yang dibacakan jaksa KPK. Iwan mengira maksud Eni dengan kalimat 'ganti judul' itu terkait agar pembahasan proyek PLTU Riau-1 cepat selesai dan tahun depan diganti dengan proyek yang lain.
(Baca juga:
Supangkat dan Rini Sumarno Dilarang Jenguk Sofyan Basir)
Sebelum bertemu di kawasan Semanggi, Iwan mengaku sudah pernah dikenalkan kepada Eni oleh Supangkat Iwan Santoso. Pertemuan, kata Iwan, terjadi di kantor pusat PLN.
"Saya bertemu Eni di ruang rapat direktur strategis 2 PLN. Saya diajak masuk untuk diperkenalkan," ujar Iwan.
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Sofyan disebut mempertemukan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap sebesar Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)