Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan kepemilikan uang sebesar SGD50 juta Gubernur Papua Lukas Enembe di rumah judi Singapura. Nilai fulus itu sebelumnya diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Informasi dari PPATK terkait dengan uang atau dana di rekening rumah judi di Singapura sekitar 50-an juta dolar Singapura atau Rp500-an miliaran lebih itu temuan dari PPATK. Tentu saja informasi-informasi tersebut juga pasti akan kami dalami," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dikutip melalui YouTube KPK RI, Jumat, 6 Januari 2023.
Alex enggan bicara banyak mengenai giat KPK dalam menyelidiki uang tersebut. KPK, kata dia, fokus pada dugaan suap Rp1 miliar yang diterima oleh Lukas.
KPK memastikan telah memiliki alat bukti kuat untuk menetapkan tersangka di kasus itu, yakni Lukas serta direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka. Rijatono sudah ditahan KPK.
"Itu yang dari sisi alat buktinya kami anggap cukup," ujar Alex.
Kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijantono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijantono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijantono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijantono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) mengendus dugaan kepemilikan uang sebesar SGD50 juta Gubernur Papua
Lukas Enembe di rumah judi Singapura. Nilai fulus itu sebelumnya diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
PPATK).
"Informasi dari PPATK terkait dengan uang atau dana di rekening rumah judi di Singapura sekitar 50-an juta dolar Singapura atau Rp500-an miliaran lebih itu temuan dari PPATK. Tentu saja informasi-informasi tersebut juga pasti akan kami dalami," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dikutip melalui YouTube KPK RI, Jumat, 6 Januari 2023.
Alex enggan bicara banyak mengenai giat KPK dalam menyelidiki uang tersebut. KPK, kata dia, fokus pada dugaan suap Rp1 miliar yang diterima oleh Lukas.
KPK memastikan telah memiliki alat bukti kuat untuk menetapkan tersangka di kasus itu, yakni Lukas serta direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka. Rijatono sudah ditahan KPK.
"Itu yang dari sisi alat buktinya kami anggap cukup," ujar Alex.
Kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijantono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijantono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian
fee 14 persen dari nilai kontrak.
Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijantono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijantono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)