Jakarta: Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta memberikan keterangan tambahan sebagai dasar diubahnya usia pensiun jaksa dari 62 tahun menjadi 60 tahun. Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menilai argumen pemerintah belum cukup.
Pembuat undang-undang dinilai hanya menyesuaikan batas usia pensiun. Yaitu, usia pengangkatan jaksa dari 25 tahun diturunkan menjadi 23 tahun.
Hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan perubahan aturan itu akan berdampak pada para jaksa yang diangkat menggunakan undang-undang kejaksaan lama yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang telah diubah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
"Bagaimana jaksa yang diangkat pada usia 25 tahun dengan undang-undang Kejaksaan yang lama, tapi pensiun diakhiri pada usia 60 tahun?" tanya Suhartoyo dalam pengujian materiil Pasal 12 huruf c dan Pasal 40A UU Kejaksaan di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 22 September 2022.
Pasal 12 huruf c UU Kejaksaan menyatakan jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena telah mencapai usia 60 tahun.
Sedangkan, Pasal 40A UU Kejaksaan menyatakan pada saat UU ini mulai berlaku, pemberhentian Jaksa yang berusia 60 tahun atau lebih tetap mengikuti ketentuan batas usia pensiun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Majelis juga menanyakan mengenai jabatan fungsional jaksa. Sebab, DPR beralasan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengatur jabatan fungsional yang terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.
Dalam UU ASN disebutkan usia pensiun bagi PNS ditentukan dalam undang-undang yang berlaku yakni UU Kejaksaan.
"Jabatan fungsional bagi jaksa masuk pada klaster yang mana? Sementara melihat perundang-undangan, jabatan fungsional bermacam-macam. Ada yang (pensiun) hingga usia 65 tahun. Apakah berhentinya sama dengan jabatan struktural (usia 60 tahun)?," tanya Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta pemerintah dan DPR melampirkan risalah atau kajian selama pembahasan UU Kejaksaan. Tujuannya, agar majelis mengetahui alasan dari diubahnya batas usia pensiun jaksa.
"Selama ini mereka (jaksa) tidak produktif atau bagaimana? Apakah mengubah menjadi 60 tahun karena alasan praktis tidak produktif lagi atau ada alasan lain?" tanya Saldi kepada Plt Dirjen Perundang-Undangan Kemenkumham Dhanana Putra.
Pada sidang dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR itu, Dhahana menjelaskan perubahan usia pengangkatan jaksa dan usia pensiun jaksa merupakan open legal policy atau kebijakan terbuka pembuat undang-undang. Pembahasannya telah melibatkan institusi Kejaksaan.
"Kesepakatan oleh pemerintah dan DPR dengan memperhatikan saran dan kepentingan dari seluruh pihak baik kejaksaan agung, kementerian keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi," ucap Dhanana.
Merespons pertanyaan dari majelis sidang pleno MK, Dhahana mengatakan pemerintah akan menyampaikan keterangan tambahan secara tertulis ke kepaniteraan.
Permohonan perkara Nomor 70/PUU-XX/2022 itu diajukan oleh lima orang jaksa. Mereka ialah Irnensif, Zulhadi Savitri Noor, Wilmar Ambarita, Renny Ariyanny, dan Indrayati Siagian. Para pemohon menyatakan kerugian akibat berlakunya UU Kejaksaan, khususnya terkait usia pensiun.
Jakarta: Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta memberikan keterangan tambahan sebagai dasar diubahnya usia pensiun jaksa dari 62 tahun menjadi 60 tahun. Majelis
Mahkamah Konstitusi (MK) menilai argumen pemerintah belum cukup.
Pembuat undang-undang dinilai hanya menyesuaikan batas usia pensiun. Yaitu, usia pengangkatan jaksa dari 25 tahun diturunkan menjadi 23 tahun.
Hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan perubahan aturan itu akan berdampak pada para jaksa yang diangkat menggunakan undang-undang kejaksaan lama yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang telah diubah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
"Bagaimana jaksa yang diangkat pada usia 25 tahun dengan undang-undang Kejaksaan yang lama, tapi pensiun diakhiri pada usia 60 tahun?" tanya Suhartoyo dalam pengujian materiil Pasal 12 huruf c dan Pasal 40A UU Kejaksaan di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 22 September 2022.
Pasal 12 huruf c UU Kejaksaan menyatakan
jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena telah mencapai usia 60 tahun.
Sedangkan, Pasal 40A UU Kejaksaan menyatakan pada saat UU ini mulai berlaku, pemberhentian Jaksa yang berusia 60 tahun atau lebih tetap mengikuti ketentuan batas usia pensiun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Majelis juga menanyakan mengenai jabatan fungsional jaksa. Sebab, DPR beralasan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengatur jabatan fungsional yang terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.
Dalam UU ASN disebutkan usia pensiun bagi PNS ditentukan dalam undang-undang yang berlaku yakni UU Kejaksaan.
"Jabatan fungsional bagi jaksa masuk pada klaster yang mana? Sementara melihat perundang-undangan, jabatan fungsional bermacam-macam. Ada yang (pensiun) hingga usia 65 tahun. Apakah berhentinya sama dengan jabatan struktural (usia 60 tahun)?," tanya Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta pemerintah dan DPR melampirkan risalah atau kajian selama pembahasan UU Kejaksaan. Tujuannya, agar majelis mengetahui alasan dari diubahnya batas usia pensiun jaksa.
"Selama ini mereka (jaksa) tidak produktif atau bagaimana? Apakah mengubah menjadi 60 tahun karena alasan praktis tidak produktif lagi atau ada alasan lain?" tanya Saldi kepada Plt Dirjen Perundang-Undangan Kemenkumham Dhanana Putra.
Pada sidang dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR itu, Dhahana menjelaskan perubahan usia pengangkatan jaksa dan usia pensiun jaksa merupakan open legal policy atau kebijakan terbuka pembuat undang-undang. Pembahasannya telah melibatkan institusi
Kejaksaan.
"Kesepakatan oleh pemerintah dan DPR dengan memperhatikan saran dan kepentingan dari seluruh pihak baik kejaksaan agung, kementerian keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi," ucap Dhanana.
Merespons pertanyaan dari majelis sidang pleno MK, Dhahana mengatakan pemerintah akan menyampaikan keterangan tambahan secara tertulis ke kepaniteraan.
Permohonan perkara Nomor 70/PUU-XX/2022 itu diajukan oleh lima orang jaksa. Mereka ialah Irnensif, Zulhadi Savitri Noor, Wilmar Ambarita, Renny Ariyanny, dan Indrayati Siagian. Para pemohon menyatakan kerugian akibat berlakunya UU Kejaksaan, khususnya terkait usia pensiun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)