Jakarta: Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan disebut tak memiliki hak untuk meminta hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) diungkap ke publik. Hasil TWK diungkap atau tidak ke publik merupakan kebijakan lembaga.
"Jadi itu kan bukan kebijakan publik, kebijakan kelembagaan. Jadi kebijakan dari organisasi yang melakukan pengetesan. Ini lebih kepada kebijakan kelembagaan, bukan kepada kebijakan publik. Hasilnya tidak bisa serta merta disampaikan kepada publik," kata Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI), Riant Nugroho, kepada wartawan, Jakarta, Senin, 14 Juni 2021.
Pengamat kebijakan publik itu juga menyampaikan TWK tergolong kebijakan publik. Namun, hasil tesnya merupakan kebijakan kelembagaan.
Dia menyarankan agar pimpinan KPK mengirim surat kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk melakukan verifikasi ulang. Verifikasi itu dilakukan agar memeriksa tes TWK tersebut.
"Jadi publik enggak boleh melihatnya, karena ini bukan ranah publik tapi ranah kelembagaan. Justru yang dilakukan adalah bagaimana dua organisasi ini belajar untuk bekerja sama menyelesaikan masalah publik," ucap Riant.
Dari hasil pertemuan KPK dengan BKN, kata dia, kedua lembaga akan mengevaluasi apakah TWK bisa disebut gagal atau tidak. Riant mengaku sudah mencoba mengerjakan soal-soal TWK, hasilnya mendapatkan skor rendah.
"Kenapa rendah, karena itu berhubungan dengan isi ujian yang sejarah semua. Sehingga, kalau kita yang hari-hari bekerja sebagai senior officer itu tidak begitu memperhatikan hal-hal kesejarahan yang merupakan bagian dari pendidikan wajib di SMP SMA. Nah kemungkinan besar, teman-teman di KPK ini mereka menganggap TWK itu level TWK mereka, yang terjadi adalah TWK itu harusnya dibuat berjenjang," kata Riant.
Baca: Tetap Mempekerjakan 75 Pegawai Gagal TWK Dikhawatirkan Menghambat Penanganan Perkara
Dia menjelaskan tes TWK semestinya dibuat berjenjang mulai dari SMP, SMA, mahasiswa, sarjana, hingga pekerja. Bahkan, sampai ke tingkatan eselon di lembaga pemerintahan.
"Saya juga sangat yakin kalau misalnya pejabat eselon 1 eselon 2 yang tidak punya waktu untuk belajar buku sejarah berkenaan dengan TWK kemungkinan juga akan gagal juga. Bukan karena tidak NKRI, tapi tidak ingat jawabannya," kata dia.
Sebelumnya, Novel Baswedan mempertanyakan hasil TWK yang tidak dibuka, bahkan kepada masing-masing peserta tes. Penyidik senior KPK itu mempertanyakan transparansi TWK sebagai tes alih status pegawai KPK menjadi ASN.
TWK diikuti 1.300 pegawai KPK, sebanyak 75 orang dinyatakan tidak lulus. Bahkan, 51 pegawai di antaranya dinyatakan sudah tidak bisa dibina dan akan diberhentikan pada 1 November 2021.
Jakarta: Penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan disebut tak memiliki hak untuk meminta hasil
tes wawasan kebangsaan (TWK) diungkap ke publik. Hasil TWK diungkap atau tidak ke publik merupakan kebijakan lembaga.
"Jadi itu kan bukan kebijakan publik, kebijakan kelembagaan. Jadi kebijakan dari organisasi yang melakukan pengetesan. Ini lebih kepada kebijakan kelembagaan, bukan kepada kebijakan publik. Hasilnya tidak bisa serta merta disampaikan kepada publik," kata Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI), Riant Nugroho, kepada wartawan, Jakarta, Senin, 14 Juni 2021.
Pengamat kebijakan publik itu juga menyampaikan TWK tergolong kebijakan publik. Namun, hasil tesnya merupakan kebijakan kelembagaan.
Dia menyarankan agar pimpinan KPK mengirim surat kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk melakukan verifikasi ulang. Verifikasi itu dilakukan agar memeriksa tes TWK tersebut.
"Jadi publik enggak boleh melihatnya, karena ini bukan ranah publik tapi ranah kelembagaan. Justru yang dilakukan adalah bagaimana dua organisasi ini belajar untuk bekerja sama menyelesaikan masalah publik," ucap Riant.
Dari hasil pertemuan KPK dengan BKN, kata dia, kedua lembaga akan mengevaluasi apakah TWK bisa disebut gagal atau tidak. Riant mengaku sudah mencoba mengerjakan soal-soal TWK, hasilnya mendapatkan skor rendah.
"Kenapa rendah, karena itu berhubungan dengan isi ujian yang sejarah semua. Sehingga, kalau kita yang hari-hari bekerja sebagai senior officer itu tidak begitu memperhatikan hal-hal kesejarahan yang merupakan bagian dari pendidikan wajib di SMP SMA. Nah kemungkinan besar, teman-teman di KPK ini mereka menganggap TWK itu level TWK mereka, yang terjadi adalah TWK itu harusnya dibuat berjenjang," kata Riant.
Baca:
Tetap Mempekerjakan 75 Pegawai Gagal TWK Dikhawatirkan Menghambat Penanganan Perkara
Dia menjelaskan tes TWK semestinya dibuat berjenjang mulai dari SMP, SMA, mahasiswa, sarjana, hingga pekerja. Bahkan, sampai ke tingkatan eselon di lembaga pemerintahan.
"Saya juga sangat yakin kalau misalnya pejabat eselon 1 eselon 2 yang tidak punya waktu untuk belajar buku sejarah berkenaan dengan TWK kemungkinan juga akan gagal juga. Bukan karena tidak NKRI, tapi tidak ingat jawabannya," kata dia.
Sebelumnya, Novel Baswedan mempertanyakan hasil TWK yang tidak dibuka, bahkan kepada masing-masing peserta tes. Penyidik senior KPK itu mempertanyakan transparansi TWK sebagai tes alih status pegawai KPK menjadi ASN.
TWK diikuti 1.300 pegawai KPK, sebanyak 75 orang dinyatakan tidak lulus. Bahkan, 51 pegawai di antaranya dinyatakan sudah tidak bisa dibina dan akan diberhentikan pada 1 November 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)