Jakarta: Pelibatan TNI menangani terorisme diusulkan menjadi opsi terakhir. Pelibatan TNI bila penegak hukum tak mampu menangani terorisme.
“Pelibatan TNI mengatasi terorisme di dalam negeri merupakan pilihan yang terakhir,” kata anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Julius Ibrani, di Jakarta, Minggu, 9 Agustus 2020.
Julius mengatakan pelibatan TNI tidak boleh bersifat permanen. Sebab, tugas utama TNI adalah menghadapi perang.
(Baca: Pelibatan TNI Tangani Terorisme Dinilai Merusak Desain TNI dan Polri)
Selain itu, pelibatan TNI harus tunduk pada norma hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang berlaku. Konsekuensinya, seluruh prajurit TNI harus tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang HAM.
“Penggunaan dan pengerahan TNI harus atas dasar keputusan politik negara yakni keputusan Presiden,” ujar Julius.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) itu mengatakan keputusan itu harus secara tertulis. Ini agar maksud, tujuan, waktu, anggaran, dan jumlah pasukan tepat sasaran.
Jakarta: Pelibatan TNI menangani terorisme diusulkan menjadi opsi terakhir. Pelibatan TNI bila penegak hukum tak mampu menangani terorisme.
“Pelibatan TNI mengatasi terorisme di dalam negeri merupakan pilihan yang terakhir,” kata anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Julius Ibrani, di Jakarta, Minggu, 9 Agustus 2020.
Julius mengatakan pelibatan TNI tidak boleh bersifat permanen. Sebab, tugas utama TNI adalah menghadapi perang.
(Baca:
Pelibatan TNI Tangani Terorisme Dinilai Merusak Desain TNI dan Polri)
Selain itu, pelibatan TNI harus tunduk pada norma hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang berlaku. Konsekuensinya, seluruh prajurit TNI harus tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang HAM.
“Penggunaan dan pengerahan TNI harus atas dasar keputusan politik negara yakni keputusan Presiden,” ujar Julius.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) itu mengatakan keputusan itu harus secara tertulis. Ini agar maksud, tujuan, waktu, anggaran, dan jumlah pasukan tepat sasaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)